tirto.id - Materi pelajaran sejarah Sekolah Menengah Atas (SMA) kelas 10 salah satunya membahas tentang sejarah Kerajaan Kediri. Berikut ini ulasan rangkumannya disarikan dari berbagai sumber.
Penguasa Kerajaan Kahuripan, Raja Airlangga, membagi kerajaannya menjadi dua, yakni Panjalu (Kediri) dan Jenggala. Ini dilakukan lantaran dua putra Airlangga yakni Sri Samarawijaya dan Mapanji Garasakan berebut takhta Kahuripan. Adapun putri mahkota, Sanggramawijaya Tunggadewi, memilih menjadi pertapa.
Kerajaan Kahuripan sendiri merupakan kelanjutan dari Kerajaan Mataram Kuno era Jawa Timur. Didirikan oleh Airlangga pada 1019, Kerajaan Kahuripan beribukota di wilayah Sidoarjo, dekat Surabaya.
Raja Airlangga sempat memindahkan ibu kota kerajaan ke Daha (termasuk wilayah Kediri sekarang). Tahun 1042, Airlangga meletakkan kekuasaannya untuk menjadi pertapa dan membagi dua wilayah kerajaannya.
Sri Samarawijaya mendapatkan wilayah di bagian barat yang kemudian bernama Kerajaan Panjalu atau Kadiri, berpusat di Daha. Sedangkan wilayah bagian timur diberikan kepada Mapanji Garasakan, yaitu Kerajaan Janggala yang berpusat di Kahuripan.
Kendati begitu, kakak-beradik itu masih saja berkonflik. Pada 1059, Kerajaan Jenggala benar-benar kalah dari Kerajaan Panjalu atau Kediri dan menjadi satu-satunya dinasti keturunan Airlangga yang masih berkuasa.
Masa Kejayaan Kerajaan Kediri
Kerajaan Panjalu atau Kediri bertahan hampir 2 abad atau sekira 170 tahun. Puncak kejayaan kerajaan ini terjadi pada masa kepemimpinan Raja Jayabaya yang berkuasa dari tahun 1135 hingga 1157.
Rakyat Kerajaan Kediri saat itu hidup teratur, aman, dan makmur. Kekuatan militer, terutama armada laut, kerajaan ini semakin kuat. Raja Jayabaya menetapkan kebijakan memungut pajak melalui sistem in natura atau penyerahan sebagian hasil bumi untuk kerajaan.
Kekuasaan Kerajaan Kediri pada masa Jayabaya mengalami perluasan. Tidak hanya di area sekitar Jawa Timur saja, wilayah taklukan Kerajaan Kediri juga mencakup Jawa Tengah dan menyebar sampai hampir seluruh pulau Jawa.
Catatan Cina Kuno yang ditulis Chou Ku fei tahun 1178 menyebutkan bahwa Kerajaan Kediri di bawah Raja Jayabaya menjadi negeri terkaya selain Cina, bersama dengan Arab, Jawa, dan Sumatera.
Mayoritas rakyat Kerajaan Kediri memeluk agama Hindu Syiwa. Hal tersebut tampak dari keberadaan Candi Gurah dan Tondowongso.
Puncak kejayaan Kerajaan Kediri juga ditandai dengan kesenian dan kesusastraan yang berkembang pesat. Kitab-kitab gubahan banyak tercipta dari tangan para empu. Berkembang pula wayang panji yang menjadi hiburan bagi rakyat.
Beberapa kitab yang hadir pada masa pemerintahan Raja Jayabaya di Kerajaan Kediri antara lain:
1. Kitab Baratayuda karya Empu Sedah
Kitab Baratayuda merupakan penggambaran dari perang Panjalu melawan Jenggala. Hanya saja, di dalam kitab ini kedua kubu disamarkan atas nama Pandawa dan Kurawa yang kisahnya perseteruan dua keluarga.
2. Kitab Kresnayana karya Empu Triguna
Kitab Kresnayana menceritakan perkawinan Kresna dengan Dewi Rukmini.
3. Kitab Smaradahana karya Empu Darmaja
Kitab Smaradahana mengisahkan Smara dan Rati yang mengganggu Dewa Syiwa saat bertapa. Suami istri itu lantas kena kutukan dan mati oleh api. Di akhir cerita, Smara dan Rati dihidupkan kembali menjadi Kameswara dan permaisurinya.
4. Kitab Lubdaka karya Empu Tanakung
Kitab ini bercerita mengenai pemburu bernama Lubdaka yang sudah banyak membunuh korbannya. Dia lalu tobat dan melakukan pemujaan kepada Dewa Syiwa yang menjadikannya masuk surga.
Peninggalan Kerajaan Kediri
Peninggalan Kerajaan Kediri bisa dilihat dari prasasti yang ditemukan, antara lain Prasasti Sirah Keting (1140 M), Prasasti Ngantang (1135 M), Prasasti Jaring (1181 M), dan Prasasti Kamulan (1194 M).
Prasasti adalah sumber sejarah berupa piagam atau dokumen yang dituliskan melalui bahan yang sifatnya keras dan tahan lama, seperti batu.
Di Prasasti Sirah Keting, misalnya, terdapat dokumentasi pemberian tanah kepada rakyat sebagai hadiah dari raja. Contoh lainnya di Prasati Kamulan yang terdapat deklarasi kemenangan Kerajaan Kediri di bawah kepemimpinan Raja Kertajaya dalam melawan musuh di Katang-katang.
Kitab-kitab gubahan juga menjadi peninggalan Kerajaan Kediri. Cerita di dalamnya, seperti dalam kitab Baratayuda, masih dituturkan sampai sekarang melalui seni wayang kulit.
Keruntuhan Kerajaan Kediri
Permulaan keruntuhan Kerajaan Kediri akibat perseteruan Raja Kertajaya (1194-1222 M) dengan kaum brahmana.
Kitab Pararaton mengisahkan, kaum brahmana kemudian meminta bantuan Ken Arok yang saat itu memimpin Tumapel setelah membunuh Tunggul Ametung. Tumapel sendiri adalah wilayah bawahan Kerajaan Kediri.
Ken Arok ingin melepaskan Tumapel dari kekuasaan Kerajaan Kediri. Dukungan kaum brahmana semakin menguatkan Ken Arok untuk melakukan perlawanan terhadap Raja Kertajaya. Peperangan yang terjadi pada 1222 itu dimenangkan Ken Arok.
Dikutip dari George Coedes dalam The Indianized States of Southeast Asia (1968), kekalahan Raja Kertajaya sekaligus mengakhiri riwayat Kerajaan Kediri. Ken Arok kemudian mendeklarasikan Tumapel sebagai kerajaan yang kemudian dikenal dengan nama Kerajaan Singasari.
Penulis: Ilham Choirul Anwar
Editor: Iswara N Raditya