tirto.id - Candi Kidal yang terletak di Kabupaten Malang, Jawa Timur, diperkirakan didirikan sekitar tahun 1248 Masehi. Candi ini merupakan peninggalan sejarah Kerajaan Singasari yang bercorak Hindu dan dibangun untuk menghormati Anusapati.
Sesuai namanya, Candi Kidal memiliki pembacaan relief dari kanan ke kiri. Candi ini disebut sebagai candi pemujaan tertua di Jawa Timur. Asal-usul Candi Kidal amat lekat dengan sejarah Kerajaan Singasari. Kerajaan Singasari sendiri nantinya runtuh dan dilanjutkan oleh Kerajaan Majapahit.
Candi Kidal dibangun untuk menghormati Anusapati. Menurut Pararaton, Anusapati memimpin Kerajaan Singasari pada 1247-1249 M. Ia adalah raja ke-3 Singasari atau yang sebelumnya bernama Tumapel setelah Tunggul Ametung (1185-1222 M) dan Ken Arok (1222-1247 M).
Lokasi Candi Kidal dan Sejarah Pemugaran
H.M. Nasruddin Anshoriy, Ch. lewat Neo Patriotisme: Etika Kekuasaan dalam Kebudayaan Jawa (2008) menuliskan, pusat Kerajaan Singasari diperkirakan berada di daerah yang sekarang termasuk wilayah Kecamatan Singasari, Kabupaten Malang, Provinsi Jawa Timur.
Lokasi Candi Kidal sendiri berada di Desa Rejokidal, Kecamatan Tumpang, Kabupaten Malang, atau sekitar 20 kilometer di timur Kota Malang. Situs Candi Kidal pertama kali ditemukan pada 1817 oleh Gubernur Jenderal Hindia Belanda, Thomas Stamford Raffles.
Sejak saat itu, upaya perawatan dan perbaikan Candi Kidal dilakukan oleh pemerintah kolonial Hindia Belanda, beberapa di antaranya tercatat pada 1867, 1883, dan 1925.
Dikutip dari tulisan Balai Pelestarian Cagar Budaya Jawa Timur dalam website Kemdikbud, pada 1925, pemerintah kolonial memperbaiki bagian kaki Candi Kidal dan bagian sudut serta sisi timur bagian tengah.
Upaya pemeliharaan Candi Kidal terus berlanjut setelah Indonesia merdeka. Pada 1989-1990, Suaka Peninggalan Sejarah dan Purbakala Jawa Timur melakukan pemugaran Candi Kidal untuk seluruh bagian candi, dari atap sampai pondasi.
Sejarah Candi Kidal: Penghormatan untuk Anusapati Raja Singasari
Candi Kidal disebut sebagai candi pemujaan yang paling tua di Jawa Timur. Era sebelumnya, zaman Kerajaan Kahuripan dan Kerajaan Kediri, hanya meninggalkan Candi Belahan dan Candi Jalatunta yang merupakan pemandian.
Candi Kidal dibangun sekitar 1248 Masehi sebagai tempat pendharmaan Raja Anusapati dari Kerajaan Singasari yang bercorak Hindu. Pembangunan candi juga beririsan dengan wafatnya sang raja sekitar 1248. Anusapati mangkat dan didharmakan di Candi kidal dalam wujud sebagai Siwa.
Terkait Anusapati, ada dua versi terkait sejarah hidup penguasa Kerajaan Singasari ini. Kitab Pararaton menyebut Anusapati (1247-1249) sebagai pembunuh Ken Arok. Pararaton mengidentifikasi Anusapati sebagai putra Tunggul Ametung, penguasa Tumapel dengan istrinya, Ken Dedes.
Tumapel yang merupakan cikal bakal Singasari kala itu masih merupakan wilayah bawahan Kerajaan Kediri yang dipimpin oleh Tunggul Ametung sebagai akuwu atau pemimpin daerah.
Tahun 1222, masih disebutkan dalam Pararaton, Tunggul Ametung mati dibunuh oleh Ken Arok yang semula adalah pengawal sang akuwu. Ken Arok kemudian menikahi Ken Dedes yang saat itu sedang mengandung. Anak Ken Dedes dari Tunggul Ametung inilah yang bernama Anusapati.
Dikutip dari buku yang juga mengangkat judul Pararaton (1965) karya R. Pitono, setelah membunuh Tunggul Ametung dan menikahi Ken Dedes, Ken Arok menjadi penguasa baru Tumapel, melepaskan diri dari Kerajaan Kediri, dan mendeklarasikan kerajaan baru bernama Singasari.
Pembunuh Anusapati versi Pararaton adalah Panji Tohjaya, putra Ken Arok dengan Ken Umang, istri Ken Arok selain Ken Dedes. Pararaton menyebut Anusapati wafat pada 1248 M.
Sebaliknya, Kitab Negarakertagama mencatat Anusapati (1227-1248) sebagai putra Rangga Rajasa Sang Girinathaputra, pendiri Kerajaan Singasari yang diidentikkan sebagai Ken Arok dalam versi Pararaton. Anusapati kemudian bertakhta di Singasari menggantikan ayahnya.
Jika Pararaton menyebut Anusapati hanya berkuasa selama 2 tahun yakni 1247-1249 M, Negarakertagama justru mencatat raja yang sama sangat lama memerintah yaitu 20 tahun, dari 1227 hingga 1248 M. Namun, Negarakertagama tidak menyebut nama Tohjaya.
Arsitektur Candi Kidal
Dibangunnya Candi Kidal beririsan dengan masa transisi dari zaman keemasan pemerintahan kerajaan-kerajaan dari Jawa Tengah ke Jawa Timur, sehingga di candi ini ditemui perpaduan corak candi Jawa Tengah dan candi Jawa Timur.
Bangunan Candi Kidal terbuat dari batu andesit dan dengan dimensi geometris vertikal. Lalu terdapat susunan batu di luar candi yang berfungsi sebagai pagar. Tubuh candi berdiri di atas kaki candi atau disebut sebagai batur setinggi sekitar 2 meter.
Total bangunan candi memiliki tinggi sekitar 12 meter dengan sisi-sisi berukuran 8,36 meter. Dari luar, Candi Kidal nampak memiliki atap kotak bersusun tiga, dan semakin mengecil di bagian atasnya dengan puncak yang tidak runcing melainkan memiliki permukaan yang luas.
Kemudian yang mencolok dari candi tersebut ialah hiasan kepala kala (raksasa) dengan mata melotot, mulut terbuka, serta 2 taring besar dan bengkok. Adanya 2 taring tersebut juga merupakan ciri khas candi Jawa Timur. Di sudut kiri dan kanan terdapat jari tangan dengan sikap mengancam, yang menambah kesan seram makhluk penjaga bangunan suci candi.
Di sisi kiri dan kanan pangkal tangga serta di setiap sudut yang menonjol ke luar, terdapat patung binatang seperti singa dengan posisi duduk seperti manusia. Patung itu juga memperlihatkan satu tangan terangkat ke atas.
Kemudian dinding candi dihiasi dengan pahatan bermotif medalion. Namun, di bagian samping dan belakang tidak satu pun arca yang tersisa, terutama di bagian relung tempat meletakkan arca.
Relief Candi Kidal dan Maknanya
Di Candi Kidal tersebut terdapat 3 relief. Pertama menggambarkan seekor garuda menggendong 3 ekor ular besar, kedua melukiskan seekor garuda dengan kendi di atas kepalanya, dan ketiga garuda menggendong seorang wanita.
Cara membaca relief tersebut menggunakan teknik prasawiya atau membaca berlawanan dengan arah jarum jam dari kanan ke kiri.
Relief itu berkaitan dengan mitos Garudheya, yang tumbuh di kalangan masyarakat Jawa kuno, khususnya lewat pengaruh Hinduisme. Mitos ini mengisahkan perjuangan seorang anak atau Garuda untuk membebaskan ibunya dari penderitaan dengan penebusan air suci amerta.
Mitos ini kerap dikaitkan dengan kisah Raja Anusapati itu sendiri. Ayah Anusapati versi Pararaton, Tunggul Ametung, tewas dibunuh Ken Arok. Istri Ken Arok, Ken Dedes, kemudian dikawini Ken Arok. Ken Dedes saat itu tengah mengandung Anusapati.
Selanjutnya, Ken Arok dibunuh Anusapati. Namun, Anusapati gantian dibunuh Tohjaya, anak Ken Arok dengan Ken Umang. Jenazah Anusapati konon didharmakan di Candi Kidal.
Penulis: Dicky Setyawan
Editor: Iswara N Raditya