tirto.id - Candi Ratu Boko di Yogyakarta merupakan situs sejarah peninggalan Kerajaan Mataram Kuno atau Kerajaan Medang yang berdiri pada abad ke-8 Masehi. Letak situs bersejarah ini tidak jauh dari Candi Prambanan, hanya sekira 3 kilometer ke arah selatan.
Baik Candi Ratu Boko maupun Candi Prambanan, juga Candi Borobudur, Candi Kalasan, Candi Sewu dan lainnya, merupakan peninggalan Kerajaan Mataram Kuno. Kerajaan ini mengayomi dua agama yang berbeda, yakni Hindu dan Buddha.
Situs Candi Ratu Boko diperkirakan dibangun pada masa pemerintahan Rakai Panangkaran (746-784 M) dari Wangsa Sailendra. Dikutip dari "The Majestic Beauty of the Ratu Boko Palace Ruins" terbitan Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif RI, situs ini dibangun di atas bukit.
Candi Ratu Boko secara administratif berada di dua padukuhan, yakni Dusun Dawung di Desa Bokoharjo dan Dusun Sumberwatu di Desa Sambirejo, yang termasuk ke dalam wilayah Kecamatan Prambanan, Kabupaten Sleman, Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta.
Legenda dan Sejarah Candi Ratu Boko
Nama Ratu Boko diduga kuat berasal dari urban legend masyarakat setempat. Dalam tradisi Jawa, istilah "ratu" tidak hanya dipakai untuk sosok pemimpin perempuan, tapi juga untuk pemimpin laki-laki atau persamaan kata dari "raja.
Menurut cerita rakyat, Ratu Boko adalah ayah dari Roro Jonggrang. Roro Jonggrang inilah yang juga menjadi sosok utama dalam legenda asal-usul Candi Prambanan atau Candi Sewu, bersama seorang pangeran bernama Bandung Bondowoso.
Kompleks Candi Ratu Boko dibangun pada masa Rakai Panangkaran pada 792 Masehi. Dikutip dari Indonesian Heritage Series: Ancient History (2003), Candi Ratu Boko sejatinya bukan bangunan candi, melainkan merupakan wihara untuk penganut Buddha yang diberi nama Abhayagiri.
Kala itu, Rakai Panangkaran turun dari takhta karena menghendaki ketenangan dan ingin menghabiskan sisa hidupnya di jalan agama. Maka, dibangunlah Abhayagiri yang didirikan di perbukitan dengan lahan seluas 25 hektare, tidak jauh dari Candi Prambanan.
Dinukil dari tulisan Kusen bertajuk "Kompleks Ratu Boko: Latar Belakang Pemilihan Tempat Pembangunannya” dalam Jurnal Berkala Arkeologi (1995), pembangunan Abhayagiri di area perbukitan lantaran biksu memerlukan tempat yang tenang untuk menjalani kehidupan keagamaan.
Pada sekitar abad ke-9 M, Abhayagiri dialihfungsikan sebagai istana oleh seorang penguasa lokal bernama Rakai Walaing Pu Kumbhayoni yang menganut agama Hindu. Atas alasan inilah maka di situs Candi Ratu Boko terlihat perpaduan corak khas agama Buddha dan agama Hindu.
Di masa yang lebih modern, situs Candi Ratu Boko pertama kali ditemukan oleh arkeolog Belanda bernama van Boeckholtz pada 1790. Rangkaian penelitian pun kemudian dilakukan pada 1814, 1884, 1854, hingga 1915.
Penelitian yang dilakukan oleh para arkeolog dari Eropa itu menyimpulkan bahwa situs Ratu Boko terakhir kali digunakan sebagai istana sekaligus benteng pertahanan, meskipun pada awalnya adalah kompleks keagamaan.
Struktur Bangunan Candi Ratu Boko
Candi Ratu Boko terdiri dari beberapa struktur bangunan yang kompleks, termasuk bangunan-bangunan yang mencirikan sebuah keraton seperti gerbang masuk hingga pendapa dan keputren. Berikut ini struktur bangunan di kompleks Candi Ratu Boko:
Gerbang
Gerbang masuk ke kawasan wisata Ratu Boko terletak di sisi barat. Bangunan-bangunan berada di tempat yang cukup tinggi, yang kemudian dibagi menjadi gerbang luar dan gerbang dalam. Gerbang dalam, ukurannya lebih besar merupakan gerbang utama atau gerbang gerbang.
Gerbang utama terdiri dari 5 gapura paduraksa yang sejajar dengan gerbang luar. Di gapura ini terdapat bangunan dua gapura pengapit di setiap sisi.
Adapun 3 dari 5 gapura itu kemudian terdapat tangga yang dilengkapi dengan pipi tangga dengan hiasan ukel (gelung) di pangkal dan kepala raksasa di puncak pipi tangga. Dinding luar pipi tangga juga dihiasi dengan pahatan bermotif bunga dan sulur-suluran.
Candi Batukapur
Terletak sekitar 45 ke arah timur laut dari gerbang pertama, terdapat pondasi berukuran 5×5 meter persegi yang dibangun dari batu kapur.
Candi Pembakaran
Candi pembakaran yang terletak 37 meter ke arah timur laut dari gerbang utama, memiliki bentuk teras tanah berundak setinggi 3 meter. Di tengah pelataran teras terdapat semacam sumur berbentuk bujur sangkar yang digunakan sebagai tempat pembakaran mayat. Lalu terdapat sebuah sumur tua yang dipercaya merupakan sumber air suci.
Paseban
Paseban adalah tempat untuk menghadap raja. Paseban Ratu Boko terletak sekitar 45 meter ke arah selatan dari gapura. Struktur Paseban dibangun dari batu andesit dengan tinggi 1,5 meter, lebar 7 meter dan panjang 38 meter, membujur arah utara-selatan.
Kemudian terdapat lantai paseban di sisi barat. Selanjutnya, ditemukan 20 umpak fondasi tempat menancapkan tiang bangunan) dan 4 alur yang diperkirakan bekas tempat berdirinya dinding pembatas.
Pendapa
Pendapa adalah ruang tamu yang umumnya terletak di bagian depan. Pendapa Ratu Boko berada sekitar 20 meter dari Paseban. Bangunan ini terdiri dari dinding batu setinggi 3 meter yang memagari lahan 40x30 meter. Bangunan itu kemudian dihubungkan jalan masuk di sisi utara, barat, dan selatan berupa gapura paduraksa (gapura beratap).
Di sekitaran luar dinding, terdapat saluran pembuangan air, yang disebut Jaladwara, serupa dengan yang ditemukan di Candi Banyunibo dan Candi Borobudur. Lalu terdapat sebuah teras batu yang masih utuh di luar dinding sisi tenggara. Terdapat 3 candi kecil tempat pemujaan di area ini.
Bangunan di sisi tengah yang memiliki ukuran lebih besar, kemudian diaput oleh dua candi. Bangunan tengah merupakan tempat untuk memuja Dewa Wisnu. Kedua candi yang mengapitnya masing-masing merupakan tempat memuja Dewa Syiwa dan Dewa Brahma. Wisnu, Syiwa, dan Brahma adalah dewa tertinggi dalam kepercayaan Hindu.
Keputren
Keputren dalam struktur bangunan keraton merupakan tempat tinggal para putri. Keputren Ratu Boko terletak di timur pendapa. Keputren ini kemudian dibagi menjadi dua oleh tembok batu dengan sebuah pintu penghubung.
Terdapat beberapa kolam, masiig-masing 3 buah kolam berbentuk persegi dan terdapat 8 kolam berbentuk bundar yang berjajar dalam 3 baris.
Gua
Terdapat dua buah gua yang berada di lereng bukit tempat kawasan Ratu Boko. Dua buah gua itu kemudian disebut Gua Lanang (laki-laki) dan Gua Wadon (perempuan). Gua ini berbentuk lorong persegi. Terdapat relung seperti bilik di dalam bangunan gua. Kemudian ditemukan pahatan berbentuk seperti pigura persegi panjang.
Editor: Iswara N Raditya