tirto.id - Praktik rangkap jabatan yang diemban oleh Dony Oskaria sebagai Chief Operating Officer (COO) Badan Pengelola Investasi (BPI) Danantara sekaligus Kepala Badan Pengaturan BUMN (BP BUMN) dinilai merupakan pelanggaran serius terhadap prinsip tata kelola yang baik dan berpotensi mengikis kepercayaan investor terhadap masa depan BUMN.
Direktur NEXT Indonesia Center Herry Gunawan menyoroti bahwa, berdasarkan Undang-Undang BUMN yang baru disahkan, regulator bagi BUMN adalah BP BUMN.
Dengan demikian, status Dony Oskaria yang merangkap sebagai operator di Danantara menciptakan situasi di mana regulator sekaligus menjadi operator.
"Rangkap jabatan tersebut tentu saja menciptakan konflik kepentingan. Ini persoalan serius dalam pengelolaan BUMN, karena ada kecenderungan menciptakan kekuasaan yang mutlak pada satu orang. Akibatnya tidak ada kontrol, sehingga berpotensi menciptakan moral hazard. Aturan bisa diubah untuk memuluskan kehendaknya dalam mengelola BUMN," ujar Herry saat dihubungi Tirto, Jumat (10/10/2025).
Lebih lanjut, Herry menjelaskan bahwa UU BUMN yang baru juga menetapkan Kepala BP BUMN sebagai anggota Dewan Pengawas Danantara ex-officio.
Jika Dony tetap bertahan di posisi COO, berarti ia juga yang membuat aturan sebagai Kepala BP BUMN, mengawasi sebagai Dewan Pengawas Danantara, sekaligus melaksanakan sebagai COO Danantara.
"Struktur ini jelas merusak tata kelola pemerintahan," tegasnya.
Herry mewanti-wanti bahwa pelanggaran tata kelola yang dimulai dari level hulu—dalam hal ini sang pengatur—akan membuat posisi BUMN sulit dipercaya oleh publik, apalagi investor.
"Bagi para investor yang kredibel, tata kelola adalah mahkota yang mesti dijunjung. Selain itu, pelanggaran tersebut juga menjadi sinyal bahwa BUMN tidak digarap dengan cara yang baik, sehingga melemahkan fondasi kinerjanya yang berkesinambungan dalam jangka panjang," ucapnya.
Ia menguatkan pernyataannya dengan merujuk pada pengumuman Danantara sendiri yang menyatakan bahwa 52 persen BUMN mengalami kerugian, ditambah banyaknya yang terjerat kasus korupsi. "Semua ini diawali dengan penerapan prinsip tata kelola yang buruk," imbuhnya.
Bercermin dari praktik tersebut, Herry mendesak Dony untuk mundur dari salah satu jabatan yang diembannya jika memiliki visi untuk membawa BUMN menjadi lebih kredibel ke depannya.
“Sudah saatnya Dony Oskaria mundur dari posisi COO Danantara. Tunjukkan bahwa dia, termasuk pemerintah, memiliki komitmen untuk membuat BUMN lebih baik dan dapat dipercaya,” tuturnya.
Apalagi, Dony Oskaria sendiri dalam sebuah kesempatan pernah mengkritik masalah internal BUMN, seperti menyoroti ketidakefisienan akibat struktur usaha yang berlapis-lapis, yang disebutnya menyebabkan kerugian hingga Rp30 triliun per tahun.
Bahkan, ia mengungkap penyebab utama kepailitan BUMN yang menurutnya berasal dari kesalahan pengelolaan dan rekayasa keuangan.
“Inefisiensi di dalam pengelolaan BUMN kita itu sampai Rp30 triliun karena ada layering transaction,” ujar Dony dalam sebuah acara di JCC Senayan, Jakarta, Kamis (9/10/2025).
Penulis: Nanda Aria
Editor: Hendra Friana
Masuk tirto.id







































