tirto.id - Program bayi tabung bisa membantu kehamilan melalui pembuahan sel telur di luar tubuh ibu. Di dunia kedokteran, metode bayi tabung disebut dengan istilah, In Vitro Fertilization (IVF).
Dibandingkan kehamilan normal, proses bayi tabung sebenarnya hanya berbeda di tahap awal. Tahapan bayi tabung yang paling khas terletak pada "campur tangan dokter" untuk membantu fertilisasi atau pembuahan sel telur oleh sperma di laboratorium.
Program bayi tabung sejauh ini masih menjadi teknologi reproduksi berbantu yang paling tinggi untuk mengatasi masalah pasangan suami-istri sulit mendapat keturunan. Tingkat keberhasilan IVF memang belum 100%, tetapi jutaan wanita di dunia telah mendapatkan kehamilan dan melahirkan bayi berkat metode bayi tabung.
Proyek bayi tabung pertama dikembangkan oleh ahli kedokteran Inggris, Robert Geoffrey Edwards dan Patrick Christopher Steptoe. Dua ilmuwan peraih Nobel Kedokteran 2010 itu merintis program bayi tabung sejak 1968, tetapi baru berhasil 10 warsa kemudian.
Dibantu ahli embriologi yang bertugas sebagai teknisi di laboratorium, Jean Purdy, kedua ilmuwan tadi sempat gagal saat mencoba metode IVF pada 280-an wanita. Teknologi bayi tabung baru terbukti efektif ketika diterapkan pada seorang ibu bernama Lesley Brown.
Setelah menjalani program IVF di Oldham General Hospital, Inggris, Lesley akhirnya bisa melahirkan bayi tabung pertama di dunia yang diberi nama Louise Joy Brown. Lahir pada 25 Juli 1978, Louise Joy Brown hingga kini masih hidup normal di usia hampir 45 tahun.
"[Hingga awal 2023] ada 12 juta bayi tabung sejak IVF mulai diterapkan pada 1978," kata Ketua ICMART David Adamson, seperti dilansir ESHRE (The European Society of Human Reproduction and Embryology).
Apa Itu Bayi Tabung?
Bayi tabung adalah sebutan untuk bayi hasil kehamilan yang dibantu dengan metode In Vitro Fertilization (IVF), yakni pembuahan sel telur oleh sperma di laboratorium. Istilah bayi tabung digunakan di Indonesia sebagai penerjemahan atas Test-Tube Baby, sebutan umum dalam bahasa Inggris untuk anak yang lahir berkat bantuan metode IVF.
Sementara itu, program bayi tabung atau in vitro fertilization (IVF) merupakan metode membantu kehamilan seorang ibu dengan cara merekayasa pembuahan sel telur istri oleh sperma suami di luar organ reproduksi ibu hingga menghasilkan embrio.
Ahli bidang kandungan yang berpraktik di RS Pondok Indah IVF Centre, Prof. Dr. dr. Budi Wiweko, Sp.OG-KFER pernah menjelaskan, dalam program bayi tabung, pembuahan sel telur oleh sperma terjadi di inkubator, alih-alih tuba fallopi (saluran telur di tubuh wanita) seperti pada kehamilan normal.
Embrio hasil pembuahan dengan metode IVF itu lantas dikembangkan dahulu di inkubator laboratorium sebelum ditanam ke dalam rahim ibu.
"Karena itu, keberhasilan program bayi tabung, 50 persennya ditentukan oleh kualitas dari laboratorium teknologi reproduksi berbantu," kata dr. Budi Wiweko dalam webinar Kemajuan Teknologi Bayi Tabung yang disiarkan kanal Youtube RS Pondok Indah.
Di Indonesia, program bayi tabung kini diselenggarakan dengan alas hukum UU Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan, dan Permenkes Nomor 43/2015 tentang Penyelenggaraan Pelayanan Reproduksi dengan Bantuan atau Kehamilan di Luar Cara Alamiah.
Berdasarkan regulasi di atas, program bayi tabung di Indonesia hanya boleh dijalani oleh pasangan suami-istri. Pembuahan di laboratorium hanya dapat dilakukan dengan sperma dari suami dan ovum (sel telur) istri. Embrio hasil pembuahan pun hanya boleh ditanam dalam rahim ibu asal dari ovum tadi.
Ketentuan penting lainnya yang perlu diketahui ialah proses bayi tabung wajib melibatkan dokter dan ahli dengan kewenangan menerapkan IVF di fasilitas kesehatan tertentu yang memiliki izin dari Kementerian Kesehatan.
Tujuan Bayi Tabung
Tujuan bayi tabung adalah membantu pasangan suami-istri yang kesulitan mendapatkan keturunan meski sudah menjalani terapi, atau karena kondisi medis tertentu. Mencegah komplikasi masalah medis pada bayi dan ibu juga menjadi tujuan program bayi tabung.
Pasangan suami-istri umumnya berharap mendapat keturunan jika sudah menikah selama 1-2 tahun. Namun, cuma 90-an persen saja pasangan suami-istri yang bisa memperoleh anak secara alamiah.
Sekitar 10 persen pasangan di dunia butuh bantuan medis untuk mendapatkan keturunan karena sejumlah penyebab. Bantuan itu seperti terapi untuk memperbaiki fungsi sel telur atau sperma dan sejenisnya.
Selain itu, ada sebagian kecil pasangan suami-istri yang membutuhkan bantuan tingkat lanjut, yakni program bayi tabung. Dosen Fakultas Kedokteran UI yang turut berpraktik dalam layanan IVF di RSCM, Dr. dr. Andon Hestiantoro, Sp.OG(K) memperkirakan sekitar 2% pasangan memerlukan bantuan metode bayi tabung.
"Ada 3 faktor utama [penyebab pasangan butuh metode IVF], yaitu faktor suami, faktor istri, atau faktor yang disebut faktor idiopatik," terang dr. Andon Hestiantoro dalam siaran kanal Youtube OVIS UI.
Merujuk pada penjelasan dr. Andon Hestiantoro, kondisi yang berhubungan dengan tiga faktor di atas adalah sebagai berikut:
1. Faktor suami
Contoh kondisi terkait faktor suami yang membuat pasangan membutuhkan program bayi tabung untuk memperoleh keturunan adalah:
- Jumlah sel sperma suami sedikit (normalnya 15 juta sel per mililiter)
- Mutu sperma rendah (kapasitas renang sel sperma rendah, sulit mencapai sel telur)
- Suami tidak mampu melakukan ereksi untuk penetrasi
- Suami tidak mampu ejakulasi
- Suami harus menjalani kemoterapi
Berkaitan dengan kondisi terakhir, dr. Andon Hestiantoro menerangkan kemoterapi dapat menurunkan kualitas sperma pria. Maka itu, dalam kasus suami butuh pengobatan kanker dengan kemoterapi dan masih ingin mempunyai keturunan setelah itu, spermanya dapat diambil terlebih dahulu untuk disimpan di lemari beku. Sel sperma itu nanti dapat dipakai untuk membuahi sel telur istri melalui program bayi tabung.
2. Faktor Istri
Beberapa contoh kondisi terkait faktor istri yang membuat pasangan butuh bantuan dari program bayi tabung ialah:
- Saluran telur (tuba fallopi) tidak sempurna atau tersumbat
- Ada masalah di saluran telur (misalnya, paling sering akibat endometriosis)
- Sel telur sulit untuk matang (sindrom polikistik ovarium yang sulit diobati)
3. Faktor Idiopatik
Dokter umumnya melakukan pemeriksaan infertilitas dasar terlebih dahulu ke pasangan yang sulit memperoleh keturunan. Pemeriksaan itu seperti mengecek kondisi sel sperma, kapasitas reproduksi suami, hingga sel telur, rahim, dan tuba fallopi istri.
Di sebagian kecil kasus, sekitar 1-2 persen, pasangan suami istri yang sulit mendapatkan keturunan ternyata dalam kondisi normal. "Inilah yang disebut dengan kondisi infertilitas idiopatik," ujar dr. Andon Hestiantoro.
Akademikus sekaligus dokter yang berpraktik di Klinik Yasmin RSCM--salah satu penyedia layanan program bayi tabung di Indonesia-- tersebut menerangkan, ada sejumlah terapi awal untuk kondisi infertilitas idiopatik.
Misalnya program inseminasi (menyuntikkan sperma suami ke rahim istri), tindakan yang disebut laparoskopi, dan sejenisnya. Jika sejumlah terapi itu sudah dilakukan tetapi tidak berhasil juga, program bayi tabung akan menjadi pilihan utama.
"Bisa saja sperma memiliki kelainan enzim sehingga tak mampu menembus sel telur," ia menjelaskan.
Peringatan dan Perhatian sebelum Bayi Tabung
Sebelum menjalani program bayi tabung, terdapat sejumlah hal yang perlu diperhatikan oleh pasangan suami-istri. Beberapa hal yang perlu diperhatikan pasangan yang hendak mengakses layanan program IVF itu adalah sebagai berikut:
1. Biaya bayi tabung
Mengutip laporan riset disertasi karya Fitri Damayanti di FKKMK UGM, hingga tahun 2021, biaya program bayi tabung di Indonesia berada di kisaran Rp90an hingga 140-an juta.
Hasil riset Fitri Damayanti pun menunjukkan biaya program bayi tabung rerata mencapai Rp102 juta di rumah sakit negeri dan sekitar Rp143 juga di RS swasta pada 2021 lalu.
Laporan riset yang sama juga menemukan fakta bahwa biaya program bayi tabung bisa dibedakan dari beberapa kategori di bawah ini:
- Kelompok usia kurang dari 35 tahun: rerata Rp99 juta
- Kelompok usia 35-39 tahun: rerata Rp112 juta
- Kelompok usia di atas 40 tahun: rerata Rp109 juta
- Kelompok gangguan interlititas wanita: rerata Rp94 juta
- Kelompok gangguan interlititas pria: rerata Rp110 juta
- Kelompok gangguan kesuburan pria dan wanita: rerata Rp114 juta.
2. Aturan Bayi Tabung di Indonesia
Regulasi di Indonesia hanya mengizinkan program bayi tabung untuk pasangan suami-istri sah. Selain itu ada syarat lain berkaitan dengan kondisi pasangan, yakni:
- Pasangan sudah menikah lebih dari 1 tahun tapi belum dapat keturunan; Atau
- Pasangan punya riwayat gangguan reproduksi saat pemeriksaan pra-nikah; Atau
- Suami atau istri mengalami masalah infertilitas yang berat; Atau
- Pasangan ODHA yang ingin meminimalisir penularan.
3. Tingkat Keberhasilan Program Bayi Tabung
Tingkat keberhasilan program bayi tabung sangat dipengaruhi oleh usia calon ibu. Tingkat keberhasilan di program IVF cukup tinggi untuk calon ibu berusia 35 tahun ke bawah.
Saat webinar di Youtube RS Pondok Indah, dr. Budi Wiweko memaparkan, keberhasilan hamil dengan metode IVF pada calon ibu berusia di bawah 35 tahun mencapai 42,8%.
Angka itu merosot untuk tingkat keberhasilan metode bayi tabung bagi ibu yang usianya 35-37 tahun (37,5%), dan berumur 38-40 tahun (20%). Di sebagian kasus, memang ada ibu berusia 40-42 tahun bisa hamil dengan program IVF, tetapi angkanya amat rendah.
Menurut dr. Budi Wiweko, tingkat keberhasilan program bayi tabung juga menurun jika calon ibu punya riwayat operasi kista, atau memiliki gangguan pada rahimnya. Apabila masalah seperti itu tidak ada, faktor usia akan lebih menentukan.
Mengutip data situs NHS, persentase tingkat keberhasilan melahirkan bayi tabung sesuai usia calon ibu adalah:
- Usia di bawah 35 tahun: 32 persen
- Usia 35 - 37 tahun: 25 persen untuk wanita ber.
- Usia 38 - 39 tahun: 19 persen
- Usia 40 - 42 tahun: 11 persen
- Usia 43 - 44 tahun: 5 persen
- Usia di atas 44 tahun: 4 persen.
4. Risiko Bayi Tabung
Mengutip laman Mayo Clinic dan NHS (Layanan Kesehatan Nasional di Inggris), beberapa risiko program bayi tabung yang mungkin dialami calon ibu adalah sebagai berikut:
- Potensi kelahiran kembar lebih tinggi daripada kehamilan normal
- Potensi bayi prematur dan berat badan lahir rendah agak meningkat
- Sindrom hiperstimulasi ovarium (ovarium bengkak dan memicu gejala seperti nyeri)
- Potensi keguguran sekitar 15-25% (dipengaruhi usia ibu)
- Terjadi Infeksi dan pendarahan (jika ada kesalahan saat pengambilan sel telur)
- Efek samping obat seperti sakit kepala, gelisah, hingga mudah marah
- Kehamilan ektopik.
Proses Bayi Tabung dan Tahapannya
Proses bayi tabung melibatkan serangkaian tindakan medis yang melibatkan alat-alat di laboratorium. Selain dibutuhkan keahlian, proses bayi tabung juga menuntut ketelitian.
Mengutip penjelasan dr. Budi Wiweko dalam webinar di youtube RS Pondok Indah, dokter ahli embriologi harus melakukan tindakan sangat hati-hati dengan tingkat presisi tinggi dalam program bayi tabung. "Tidak boleh ada kesalahan di laboratorium bayi tabung. [...] Zero mistake," tegas dia.
Mantan ketua PERFITRI (Perkumpulan Fertilisasi In Vitro Indonesia) tersebut menyebut, di program bayi tabung, terdapat 8 tahapan proses, yakni:
- Pemeriksaan Awal
- Penyuntikan obat untuk memacu produksi sel telur
- Pengambilan sel telur
- Pengambilan sperma dari suami
- Pembuahan di laboratorium
- Pengembangan embrio di laboratorium
- Penanaman embrio ke dalam rahim ibu
- Melihat hasil perkembangan embrio di rahim ibu.
Disarikan dari penjelasan 2 ahli yang berpengalaman menjalankan program IVF di tempat berbeda (RS Pondok Indah dan Klinik Yasmin RSCM), yakni dr. Budi Wiweko dan dr. Andon Hestiantoro, beserta sejumlah sumber lainnya, berikut detail proses bayi tabung:
1. Pemeriksaan Awal
Tahap pertama ini semacam fit and proper test bagi pasangan yang akan menjalani program bayi tabung. Fase ini akan menentukan keputusan dokter soal pasangan suami-istri bisa mengikuti program IVF atau tidak.
Di tahapan ini, dokter akan memastikan apakah istri masih memungkinkan memproduksi sel telur yang matang. Dalam pemeriksaan suami, akan dipastikan apakah masih mampu menghasilkan sel sperma atau tidak.
Supaya program bayi tabung bisa dijalankan, harus ada sel telur matang dan sel sperma. Jika keduanya atau salah satunya tidak ada sama sekali, program bayi tabung tentu saja tak mungkin untuk dijalankan.
Kondisi dari rahim dan organ reproduksi istri pun diperiksa untuk mengecek mungkin atau tidak pengambilan sel telur dilakukan. Pemeriksaan ini akan melihat pula potensi si istri bisa hamil.
Jenis pemeriksaan lainnya yang mungkin dilakukan ialah skrining penyakit menular dari suami maupun istri, USG ovarium, hingga transfer embrio tiruan untuk cek kedalaman rongga rahim.
Di tahap persiapan ini, pasangan suami-istri biasanya dianjurkan menjalani hidup sehat, seperti:
- mengonsumsi makanan peningkat kesuburan
- berhenti merokok dan minum alkohol
- mengurangi kafein
- mengonsumsi vitamin peningkat kesuburan.
2. Penyuntikan obat untuk memacu produksi sel telur
Agar bisa mendapatkan sel telur matang, istri akan diberi suntikan obat hormon setiap hari selama periode tertentu. Proses yang disebut program stimulasi ini dilaksanakan untuk menumbuhkan dan mengembangkan sel-sel telur istri agar matang bersamaan.
Dokter akan memberikan obat kesuburan (superovulasi) yang mengandung follicle stimulating hormone. Efek obat tersebut membuat ovarium menghasilkan sel telur lebih dari 1 per bulan.
Tahapan ini amat penting karena bisa memengaruhi jumlah sel telur matang yang diproduksi oleh calon ibu. Semakin banyak jumlah sel telur matang, bertambah besar potensi keberhasilan program bayi tabung.
"70-80 persen keberhasilan bayi tabung ditentukan oleh kualitas sel telur. Sisanya oleh [kualitas] sperma 10-15 persen, dan oleh dinding rahim 10-15%," ujar dr. Budi Wiweko.
3. Pengambilan sel telur dari istri
Setelah sel-sel telurnya matang, dilakukan pemetikan yang disebut dengan istilah ovum pick up. Dokter akan melakukan prosedur pembedahan kecil (aspirasi folikel) untuk pengangkatan sel telur dari ovarium. Sel-sel telur matang itu lantas dimasukkan dalam wadah khusus sebelum dibuahi dengan sperma dari suami.
4. Pengambilan sperma dari suami
Jika memungkinkan, sel sperma untuk program bayi tabung diperoleh melalui proses masturbasi suami. Metode lainnya ialah menggunakan cara ekstraksi dengan jarum suntik atau dibiopsi. Sel-sel sperma dari suami ini lantas dimasukkan dalam wadah khusus dan diseleksi untuk memilih yang terbaik.
5. Pembuahan di laboratorium
Tahapan ini merupakan fase paling penting dalam proses bayi tabung. Sel telur istri dan sel sperma suami akan dipertemukan dalam wadah khusus di laboratorium untuk memicu pembuahan.
Setelah sel telur matang dan ada sperma, pembuahan di laboratorium bisa dilakukan. Proses pembuahan bisa lewat cara normal, atau dipicu dengan suntikan.
Dalam proses penyuntikan sperma, dibutuhkan teknologi seperti IMSI (Intracytoplasmic Morphologically Selected Sperm Injection (IMSI) yang bisa memperbesar gambar sel sperma sampai 6.600 kali. Dengan begitu, bisa diketahui secara persis sperma yang disuntikkan dalam kondisi normal atau tidak.
Salah satu hal yang penting pada tahap ini ialah penyuntikan sel sperma ke dalam sel telur harus dengan posisi yang tepat. Hal ini agar proses penyuntikan tidak merusak materi genetik di sel telur.
Maka itu, butuh perangkat software yang bisa memindai kromosom sel telur. Misalnya, menyuntikkan sperma tidak boleh di dekat spindel (bagian kromosom yang berfungsi menggerakkan kromosom pada proses pembelahan sel). Jika spindel tersenggol, tak akan terjadi pembuahan.
6. Pengembangan embrio di laboratorium
Hasil dari proses pembuahan adalah embrio yang akan dikembangkan dalam inkubator khusus selama 3-5 hari. Di inkubator (semacam rahim buatan di laboratorium), kondisi embrio akan dipantau detik demi detik. Hal ini untuk memastikan perkembangkan embrio berlangsung normal.
"Seharusnya dalam 16-17 jam setelah pembuahan, muncul 2 pronukleus. Dan kemudian, sel membelah secara bertahap dari hari ke hari," terang dr. Budi Wiweko.
Dalam proses pemantauan embrio, dokter butuh alat seperti Time-Lapsed Morphokinetic Incubator untuk pengamatan detik per detik. Alat tersebut berguna untuk memilih embrio terbaik yang akan ditanam ke dalam rahim ibu.
Pemilihan embrio terbaik berdasarkan bentuk (morfologi) dan perilakunya. Embrio yang terlalu lambat atau cepat pembelahannya dibanding standar waktu, misalnya, berpotensi memicu kelainan genetik atau kromosom, sehingga tidak layak dipilih.
Proses pengembangan itu dilakukan sampai dengan hari ke-5 pascapembuahan atau saat embrio mencapai fase blastokista. Perlu ada blastokista dengan jumlah memadai agar tersedia banyak pilihan embrio yang bakal ditanam ke dalam rahim ibu.
Jika tersedia dalam jumlah memadai, sebagian embrio biasanya disimpan dalam lemari beku. Tujuannya adalah jika pasangan ingin punya anak lagi, embrio tadi bisa ditanam ke rahim. Namun, di Indonesia waktu simpan embrio dibatasi maksimal sampai 2 tahun setelah kelahiran bayi tabung pertama.
7. Penanaman embrio ke dalam rahim ibu
Sebelum penanaman ke rahim ibu, perlu ada pemeriksaan materi genetik embrio. Misalnya, untuk memeriksa kelengkapan jumlah kromosom. Jika kromosom tidak normal, dampaknya bisa berujung pada kegagalan hamil.
Embrio usia hari kelima pascapembuahan sudah bisa ditanam ke dalam rahim ibu. Biasanya, untuk mereka yang usianya lebih dari 35 tahun butuh penanaman 2-3 embrio untuk memperbesar peluang kehamilan. Hal ini yang membuat potensi kelahiran kembar di program bayi tabung meningkat.
Setelah itu, diperlukan pengobatan guna mempertahankan proses penempelan embrio dalam rahim berjalan normal.
8. Melihat hasil perkembangan embrio di rahim ibu
Keberhasilan penanaman embrio ini akan dilihat hingga 2 pekan setelah proses transfer ke rahim. Pada 14 hari setelah penanaman embrio, hasil program IVF biasanya sudah bisa diketahui.
Pada masa tunggu hasil, penting untuk memastikan calon ibu tidak tertekan atau stres. Hal ini bertujuan memastikan kehamilan berhasil. Manajemen stres ibu dan bapak amat penting sehingga dibutuhkan layanan konseling di program bayi tabung.
Umumnya, pasien paling stres pada saat pengambilan sel telur, penanaman embrio, dan menunggu hasil. Maka dari itu, saat mengikuti program bayi tabung, pasangan perlu mempertimbangkan kualitas layanan konselor.
Penulis: Syamsul Dwi Maarif
Editor: Addi M Idhom