tirto.id - Pada umumnya, anak menjadi dambaan pasangan yang sudah menikah. Namun, tak semua pasangan bisa segera punya momongan. Ada yang pasrah dengan buah hati yang tak kunjung hadir, tetapi ada pula yang berusaha keras, termasuk dengan mengikuti program bayi tabung.
Sekjen Perhimpunan Fertilitas In Vitro Indonesia (PERFITRI), Budi Wiweko, mengatakan terdapat empat juta pasangan usia subur yang mengalami gangguan kesuburan. Gangguan kesuburan atau infertil adalah ketidakmampuan hamil dalam satu tahun setelah secara teratur menjalani hubungan intim tanpa alat kontrasepsi.
Pada 2002-2003, hasil Survei Demografi dan Kesehatan Indonesia (SDKI), memperlihatkan terdapat 1,6 persen wanita menikah yang mengalami masalah kesuburan. Secara umum, tingkat infertilitas pada kelompok laki-laki lebih tinggi dibandingkan dengan infertilitas pada perempuan. Pada 2007, tercatat sebanyak 3,7 persen pria menikah mengalami gangguan kesuburan, lebih tinggi dari wanita yang hanya 1,2 persen. Pada 2012, proporsi pria dan wanita yang mengalami gangguan kesuburan tak berbeda jauh, pria pada tingkat 1,2 persen dan wanita 1,1 persen.
Apabila dilihat lebih mendalam, persentase mereka yang sudah menikah dan tidak dapat hamil berada di atas tingkat infertilitas. Pada 2002-2003, 5 persen perempuan menikah menyatakan tidak dapat memiliki anak. Nilai ini menurun menjadi 2,3 persen pada 2012. Sebaliknya, proporsi pria menikah yang tidak dapat memiliki anak meningkat dari 2,5 persen pada 2007 menjadi 3,8 persen pada 2012.
Menariknya, tingkat keinginan untuk memiliki anak (desire for children) di Indonesia tergolong tinggi. Pada kelompok laki-laki dan perempuan yang sudah menikah dan tidak memiliki anak tetapi ingin segera memiliki anak, memperlihatkan persentase yang tinggi. Khususnya pada kelompok perempuan, dari tahun 2007 hingga 2012, angka tersebut meningkat dari 83,2% menjadi 83,9%. Bahkan keinginan perempuan untuk memiliki anak lagi juga meningkat sebesar 2,4%. Demikian juga dengan kelompok laki-laki yang telah memiliki satu anak, keinginan untuk memiliki anak dengan segera meningkat dari 21,7% menjadi 24,0%.
SDKI juga mencatat keinginan pasangan untuk memiliki anak lagi dalam rentang waktu 2 tahun tergolong tinggi. Baik pada kelompok laki-laki dan perempuan yang telah memiliki satu anak, tingkat keinginan untuk menambah anak masih di atas 50 persen. Bahkan, pada pasangan yang telah memiliki dua anak pun, tingkat keinginan untuk menambah anak rata-rata masih berada di atas 20 persen.
Meskipun demikian, terlihat tren penurunan dari pasangan yang memiliki keinginan untuk menambah anak. Salah satu penyebabnya adalah ketidakpastian keadaan ekonomi, dengan biaya membesarkan anak cukup besar.
Tingginya keinginan untuk memiliki anak membuat teknologi bayi tabung menjadi opsi alternatif. Bayi tabung atau in vitro fertilization (IVF) merupakan salah satu prosedur bantuan teknologi untuk mencapai kehamilan yang termasuk dalam Assisted Reproduction Technology (ART). Selain bayi tabung, yang termasuk ART adalah fertility medication (pengobatan kesuburan) dan surrogacy (ibu pengganti).
Di Indonesia, teknik bayi tabung mulai dikenal sejak tahun 1980an. Teknik ini pertama kali berhasil dilakukan pada 1988 yang ditandai dengan kelahiran Nugroho Karyanto, hasil bayi tabung pertama, pada 2 Mei 1988. Rumah Sakit pertama yang menggunakan teknik bayi tabung adalah RS Anak dan Bersalin Harapan Kita, Jakarta.
Setiap tahunnya, tren bayi tabung semakin meningkat. Berdasarkan data PERFITRI, pada 2009, siklus bayi tabung di Indonesia masih di bawah 1.000 dan meningkat hingga mencapai 2.627 siklus pada 2010. Pada 2015, siklus penggunaan bayi tabung tumbuh 21,98 persen dari 4.827 siklus pada 2014 menjadi 5.888 siklus pada 2015. Tren ini semakin menunjukkan bahwa bayi tabung merupakan pilihan yang paling diminati pasangan menikah di Indonesia untuk memiliki anak.
Berdasarkan usia penggunanya, kelompok usia di bawah 35 tahun merupakan yang paling banyak menggunakan ART di Indonesia (48,85 persen). Sedangkan, kelompok usia di atas 40 tahun yang menggunakan ART untuk kehamilan hanya 13,15 persen.
Secara umum, tingkat keberhasilan ART di Indonesia pada 2015 adalah sebesar 30,17 persen. Tingkat keberhasilan tertinggi berada pada kelompok usia di bawah 35 tahun dengan proporsi sebesar 36,9 persen yang berhasil mengandung. Sedangkan, tingkat keberhasilan terendah berada pada usia lebih dari 42 tahun yaitu sebesar 6,4 persen yang berhasil mengandung. Hal ini menunjukkan bahwa salah satu yang memengaruhi keberhasilan teknik ART adalah usia.
Melalui prosedur ART, kemungkinan memiliki anak kembar dua atau lebih juga lebih tinggi. Pada 2015, sebanyak 14,29 persen dari keberhasilan kehamilan melalui ART berhasil mendapatkan anak kembar dua. Peserta ART yang berusia di bawah 35 tahun menjadi kelompok dengan keberhasilan mengandung anak kembar 2 tertinggi (16,8 persen).
Masih tingginya keinginan memiliki anak di Indonesia merupakan salah satu indikasi program bayi tabung masih akan menjadi pilihan penduduk yang memiliki masalah kesuburan. Karenanya, pemerintah maupun pengelola rumah sakit perlu untuk memberikan perhatian bagi ketersediaan klinik bayi tabung. Sehingga, masyarakat tak perlu sampai keluar negeri untuk melakukan program bayi tabung.
Penulis: Scholastica Gerintya
Editor: Nurul Qomariyah Pramisti