Menuju konten utama
Periksa Fakta

Investasi Emas, Tetap Berkilau atau Meredup di 2025?

Kenaikan harga emas dunia pada tahun 2025 diprediksi tidak akan setinggi seperti yang terjadi pada tahun ini. Apa sebabnya?

Investasi Emas, Tetap Berkilau atau Meredup di 2025?
Header Periksa Data Menerka Peluang Investasi Emas, Setelah Meroket pada Tahun 2024. tirto.id/Fuad

tirto.id - Senyum besar terpancar di wajah Fery (39), melihat harga emas yang terus menanjak. Lebih-lebih, harga emas juga beberapa kali pecah rekor tertinggi pada tahun 2024.

“(Saya pertama beli emas) pada tahun 2010, itu harga per gram-nya masih Rp400 ribu-an. Bayangkan sekarang sudah Rp1,5 (juta). Naiknya lumayan kan,” ceritanya kepada Tirto, Rabu (6/11/2024).

Fery, yang hampir 15 tahun terakhir selalu mengalokasikan dana untuk membeli logam mulia, menilai tren harga emas cenderung selalu positif. Sehingga, dia tidak ragu untuk mengalokasikan dana setiap tahunnya untuk menambah tabungan emasnya.

Dia juga menyebut, dibanding instrumen investasi lain yang dia miliki, seperti saham dan reksa dana, emas juga memberi jaminan keamanan finansial yang lebih baik. “Harga emas kan selalu naik, tuh, jadi menjaga nilai uang kita juga dari inflasi,” tuturnya.

Menariknya, meski perdagangan emas sedang menunjukkan kenaikan signifikan, Fery mengaku tidak punya rencana untuk menjual asetnya tersebut. Sebab, alokasi investasi emas Fery lakukan sebagai “pertahanan” terakhir keuangannya.

“Kalau (menabung) logam mulia ini saya cuman menjaga apabila suatu saat, seperti sekarang ini, masa-masa sulit, emas bisa saya pakai. Apalagi prediksi 2025, ekonomi itu agak suram 'kan. Jadi emas buat pegangan saja,” ceritanya.

Sedikit berbeda, Kevin (29) telah menikmati langsung buah manis dari investasi emas yang dia lakukan sejak tahun 2019. Karyawan di salah satu pabrik kertas di Cikarang ini menyebut, ia telah berinvestasi emas sejak tahun 2019, sebelum akhirnya menjual semuanya pada tahun 2023 untuk kebutuhan terkait pernikahannya.

"Gue tuh merasanya (kenaikan harga emas) pas dari Rp700 ribu ke Rp1 juta –saat Covid-19, sekitar 2020. Wah, nih naiknya gak pakai aturan nih, ibaratnya gitu ya. Kayak ugal-ugalan banget naiknya,” ceritanya kepada Tirto, Selasa (8/11/2024).

Dia bercerita, awalnya ia sebetulnya tidak memiliki banyak pengetahuan soal investasi.

"Awalnya lihat orang tua, mereka kan (investasi) dalam bentuk emas, walaupun perhiasan ya bentuknya. Nah, yang gue lihat dari mereka sih, kalau butuh duit cepat, jual pasti ada yang mau beli," ungkapnya.

Seiring berjalannya waktu, dia juga merasakan tabungan emasnya ini cenderung stabil dari segi harga. "Jadi sempat itu turun di 1-2 bulan pertama, tapi 3 bulan ke depan tuh sudah kembali, sudah break even lagi, jadi (waktu itu) gak kepikiran nambah investasi lagi," tambah Kevin.

Dengan memanfaatkan aplikasi jual-beli emas digital, dia pun kemudian tergoda untuk menambah investasi lantaran fleksibilitas yang ditawarkan.

“Awalnya beli-beli aja sih, karena gue awalnya beli tuh dari aplikasi, kayak cuman Rp100 ribu-Rp200 ribu, jadi gak sampai 1 gram. Itu sih enaknya juga beli pakai aplikasi, lu beli nominal berapapun bisa, jadi kayak benar-benar nabung, kayak sampai akhirnya dapat 1 gram,” terang Kevin.

Belum lagi opsi-opsi di aplikasi belanja e-commerce yang biasa menawarkan pembulatan transaksi dengan investasi emas. Hal ini turut mendukung investasinya untuk emas. Dari investasi yang awalnya tanpa target dan sekadar ingin punya, Kevin kemudian menjadi rajin menabung emas. Dia pun berencana memulai kembali tabungan emasnya, melihat tren harga emas yang pada tahun 2024 sangat baik prospeknya.

“Cuman emang harus pintar-pintar kapan belinya saja sih ini sekarang,” ucapnya.

Orang Indonesia Senang Investasi Emas

Berinvestasi emas, seperti yang dilakukan oleh Fery dan Kevin, juga menjadi pilihan banyak masyarakat Indonesia. Hal ini setidaknya tergambar dari survei yang dilakukan oleh Tirto bersama Jakpat pada tahun 2023 lalu.

Dari survei terhadap 1.500 responden, sekitar 53 persen mengakui memiliki investasi dalam bentuk emas. Komoditas ini menjadi instrumen investasi paling banyak dimiliki. Senada, survei Jakpat sebelumnya, pada tahun 2021, juga menunjukkan emas sebagai instrumen investasi yang paling banyak dimiliki (46 persen), unggul di atas reksa dana (32 persen) dan deposito bank (30 persen).

Sementara survei yang dilakukan Katadata Insight Center (KIC) pada akhir 2021 lalu, punya pendekatan yang sedikit berbeda, namun hasil yang serupa. Dengan responden yang lebih besar, mencapai 5.204 responden, perusahaan ini menelusuri minat responden terhadap instrumen investasi. Hasilnya, emas dipilih oleh mayoritas, sebanyak 58,5 persen, responden.

Dari semua survei yang ada, terlihat dominannya emas sebagai instrumen investasi pilihan masyarakat. Adanya pasar perdagangan emas digital juga memberi pengaruh positif.

Berdasar rangkuman Badan Pengawas Perdagangan Berjangka Komoditi (Bappebti), selama Januari 2024 - September 2024, nilai transaksi emas fisik secara digital mencapai Rp41,3 triliun. Peningkatannya mencapai 1.181 persen dibanding periode yang sama tahun 2023, sebesar Rp3,22 triliun.

Peneliti Center of Macroeconomics and Finance INDEF, Abdul Manap Pulungan, menilai, ada beberapa faktor yang membuat masyarakat Indonesia lebih memilih emas sebagai instrumen investasi pilihan.

Pertama, dari sisi likuiditas emas cenderung lebih mudah dicairkan dibandingkan instrumen investasi lain. Kedua, literasi masyarakat terhadap instrumen investasi lain selain emas dianggap masih rendah.

“Sebenarnya selain emas ada pilihan lain di saham atau surat berharga negara (SBN). Tapi kalau saham ini lagi-lagi kita bicara soal literasi dan sebagian masyarakat itu tidak paham. Kalau SBN itu yield-nya cukup baik, 6-7 persen, cuma tidak bisa dicairkan saat butuh uang,” ujarnya saat dihubungi Tirto, Rabu (6/11/2024).

Meroketnya Harga Emas: Dari Perang, Pemotongan Suku Bunga Hingga Pilpres AS

Besarnya minat masyarakat untuk berinvestasi emas bukan tanpa alasan. Pada tahun 2024, harga emas beberapa kali memecahkan rekor harga tertinggi.

Mengutip data dari World Gold Council, yang mencatat harga emas dari tahun 1970, harga emas memang mengalami lonjakan signifikan di penghujung tahun 2023, tepatnya 28 Desember 2023. Nilai emas mencapai harga tertinggi sepanjang sejarah, 2.078,4 dolar Amerika Serikat (AS) per ons kala itu.

Sebelumnya, harga emas juga pernah mencapai 2.067,15 dolar AS per ons pada 6 Agustus 2020, di awal pandemi Covid-19. Setelah itu, harga emas cenderung stabil di kisaran 1.800 dolar hingga 1.900 dolar AS, sebelum kembali menyentuh angka 2.000 dolar AS pada akhir November 2023.

Memasuki tahun 2024, kenaikan harga emas mulai "ugal-ugalan". Di pembukaan tahun, 1 Januari 2024 saja, nilai emas sudah menyamai rekor harga tertinggi tahun 2023, sebesar 2.078,4 dolar AS per ons. Pada 4 Maret 2024, baru rekor harga emas kembali pecah, meroket hingga 2.098,05 dolar AS per ons.

Dari situ, harga emas terus menanjak. Pada 28 Agustus 2024, nilainya tembus ke 2.505,25 dolar AS per ons. Terakhir, nilai tertinggi sepanjang sejarah emas menyentuh angka 2.777,8 dolar AS per ons pada 30 Oktober 2024.

"Ada begitu banyak hal yang dapat mendorong emas naik, dan semua berita negatif di luar sana adalah apa yang sebenarnya dicari emas. Titik lebih tinggi selanjutnya mungkin mencapai 2.850 dolar AS," ujar Ahli Strategi Pasar Senior RJO Futures, Daniel Pavilonis, dikutip dari Reuters pada 31 Oktober 2024.

Sementara World Gold Council menyebut permintaan emas hingga Q3 2024 naik sekitar 5 persen secara tahunan atau year-on-year. Analis Pasar Senior World Gold Council, Louise Street, mengatakan, permintaan dan harga emas kemungkinan akan tetap tinggi. Menurut catatan organisasi tersebut, setidaknya ada lebih dari 30 rekor harga tertinggi emas pada tahun 2024.

"Faktor FOMO [Fear of Missing Out] di tengah investor telah menjadi pendorong utama peningkatan permintaan pada kuartal ini. Investor telah menunjukkan minat untuk membeli momentum harga, didorong oleh prospek penurunan suku bunga di masa mendatang, dan juga mempertimbangkan peran emas sebagai tempat berlindung yang aman dalam menghadapi ketidakpastian politik AS dan meningkatnya konflik di Timur Tengah,” ujar Street, dikutip dari keterangan resmi World Gold Council pada 30 Oktober 2024.

Di dalam negeri, tren emas dunia juga berdampak langsung. Melansir data historis Antam, perusahaan pelat merah yang bergerak di pertambangan dan jual beli emas, menunjukkan tren kenaikan harga emas dari tahun 2010.

Menurut catatan Antam, pada Agustus 2020, harga logam mulia sempat mencapai titik tertinggi di angka Rp1,047 juta per gram. Harga ini sempat turun dan stabil di kisaran Rp900 ribuan per gram. Kemudian, memasuki Desember 2022, harga logam mulia kembali tembus ke kisaran Rp1 juta.

Akhirnya, pada 4 Desember 2023, harga emas Antam 24 karat mencapai rekor tertinggi baru di angka Rp1,14 juta per gram. Masuk tahun 2024, pada 2 Februari, harga emas kembali pecah rekor di harga Rp1,15 juta per gram, kemudian kembali berlanjut menembus rekor baru, Rp1,56 juta per gram, pada 31 Oktober 2024.

Analis pasar uang, sekaligus Direktur PT Laba Forexindo Berjangka, Ibrahim Assuaibi, mengungkap, ada sejumlah faktor yang menyebabkan harga emas tembus ke rekor tertinggi pada akhir Oktober lalu.

Pertama, faktor geopolitik yang dipengaruhi oleh situasi politik dan ketegangan di wilayah Timur Tengah dan Eropa yang terjadi saat ini. Ia mencontohkan, perang antara Israel dan Hamas yang tak kunjung usai, serta kondisi saling serang antara Israel dan Iran, memicu para investor untuk beralih ke aset safe haven (investasi risiko rendah) seperti emas.

“Tensi geopolitik yang tinggi ini membuat masyarakat itu ketakutan kalau seandainya terjadi perang dunia ketiga, ini akan membuat harga-harga itu melonjak tinggi dan akan terjadi inflasi. Kalau inflasinya tinggi, berarti orang akan mengalihkan dana di safe haven. Nah, itu yang sedang terjadi,” katanya saat dihubungi Tirto, Selasa (5/11/2024).

Kedua, faktor spekulasi penurunan suku bunga. Ibrahim mengungkap penurunan suku bunga diprediksi akan kembali terjadi pekan depan saat Bank Sentral Amerika Serikat (AS)/The Federal Reserve System (The Fed) kemungkinan akan menurunkan suku bunga sebesar 25 basis point (bps).

“Bank Sentral akan menurunkan suku bunga dan itu salah satu penopang penguatan harga emas dunia. Hal ini membuat pembelian emas fisik di negara-negara berkembang itu akan meningkat terutama adalah India dan Tiongkok yang akan mengoleksi logam mulia emas batangan sebagai cadangan devisanya,” ujarnya.

Ketiga, tensi politik tinggi yang terjadi di dalam negeri AS berkaitan dengan penyelenggaraan Pemilihan Presiden (Pilpres). Soal ini, Ibrahim menjelaskan hasil Pilpres AS, yang menentukan siapa pemimpin baru di negara Paman Sam tersebut, akan sangat berpengaruh terhadap kondisi politik dan ekonomi global.

Perlu diketahui, berdasarkan perhitungan, Donald Trump telah terpilih kembali sebagai presiden AS, setelah mendapatkan lebih dari 270 suara Electoral College yang diperlukan untuk memenangkan kursi kepresidenan, seperti dilansir dari Reuters.

Sementara itu, Abdul Manap dari INDEF menyebut, kenaikan harga emas hingga menyentuh level tertinggi pada akhir Oktober lalu, salah satunya disebabkan oleh situasi pasar keuangan yang tidak memberikan ekspektasi return baik bagi para investor global. Hal ini tercermin dari koreksi suku bunga acuan bank sentral sebesar 50 bps.

Ia menjelaskan, pada umumnya, investor global memiliki dua pilihan investasi, yakni investasi di pasar keuangan dan pasar komoditas. Kedua pilihan investasi ini saling bertolak belakang dalam hal harga. Maka, jika kondisi pasar keuangan sedang tidak sedang baik, para investor global itu akan beralih ke komoditas.

“Tapi secara keseluruhan, faktor fundamentalnya itu satu karena pemotongan suku bunga. Investor melihat akan ada penurunan keuntungan di masa depan, maka mereka bergerak dari pasar keuangan, seperti obligasi dan instrumen lainnya, ke pasar komoditas, dan salah satu yang paling menarik itu adalah emas,” kata Abdul saat dihubungi Tirto, Rabu (6/11/2024).

Lebih lanjut, Abdul mengungkap, AS saat ini masih berstatus negara dengan perekonomian terbesar di dunia. Maka, segala kebijakan ekonomi yang dilahirkan di negara Paman Sam itu akan direspon oleh negara-negara lain.

Senada dengan Ibrahim, Abdul sepakat bahwa siapapun presiden AS yang terpilih, akan sangat mempengaruhi kondisi perekonomian global kedepannya, tak terkecuali bagi perkembangan harga komoditas emas.

“Kebijakan Kamala tidak akan jauh beda dengan presiden sekarang (Joe Biden). Tantangan lebih berat itu ketika Trump menang, karena kita sudah paham kebijakan dia di project sebelumnya ada trade war dan segala macam. Akan semakin berat ketika kebijakan-kebijakan Trump itu diikuti dengan gejolak harga komoditas,” katanya.

Outlook Harga Emas 2025: Bergantung Pada Pilpres AS?

Ibrahim memprediksi harga emas di tahun depan akan bergantung kepada hasil Pilpres AS. Secara simulasi, ia menjelaskan, jika Donald Trump yang terpilih maka harga emas akan jatuh. Sebabnya, rencana kebijakan Trump untuk menghentikan perang yang sedang bergejolak di Timur Tengah dan Eropa, akan membuat tensi geopolitik dunia menurun.

Sebagai informasi, dalam pidatonya saat dinominasikan oleh Partai Republik presiden dari Partai Republik, Kamis (18/7/2024), Trump berjanji akan mengakhiri perang, konflik, atau krisis internasional. Negara-negara yang disinggung Trump dalam pidatonya adalah Ukraina, Rusia, Korea Utara, China, Taiwan, Afghanistan, Timur Tengah, dan Filipina.

Dari sisi kebijakan ekonomi, Trump juga diprediksi akan melakukan intervensi terhadap Bank Sentral AS untuk mempertahankan suku bunga tinggi. Selain itu, rencana Trump yang akan kembali melakukan perang dagang dengan Tiongkok, juga diprediksi akan memperkuat nilai mata uang dollar AS.

“Kalau Trump menang, kemungkinan akan terjadi inflasi tinggi dan dia akan melakukan intervensi untuk mempertahankan suku bunga tinggi. Kalau itu terjadi harga emas akan berguguran karena tanpa dibarengi konflik geopolitik yang begitu besar di Timur Tengah dan Eropa, emas ini akan jatuh,” katanya.

Lebih lanjut, Ibrahim mengungkap, sebenarnya pasar lebih menginginkan Kamala Harris untuk terpilih menjadi Presiden AS, sebabnya harga emas diprediksi akan terus melonjak naik. Berbeda dengan Trump, konflik di Timur Tengah dan Eropa diprediksi akan terus berlanjut di bawah masa kepemimpinan Kamala.

Selain itu, dari sisi kebijakan ekonomi, calon presiden yang diusung Partai Demokrat AS itu juga diprediksi akan kembali menurunkan suku bunga Bank Sentral AS yang akan berdampak pada penguatan harga emas dunia.

Meski begitu, kenaikan harga emas dunia pada tahun 2025 juga diprediksi tidak akan setinggi seperti yang terjadi pada tahun ini.

“Kemungkinan besar selisih kenaikan itu sangat kecil anggaplah di tahun 2024 di 2.800 dolar AS per ons lalu di tahun 2025 walaupun naik akan terjadi koreksi kemungkinan hanya di 2.850 dolar AS per ons. Artinya apa? Tidak begitu besar dibanding kenaikan 2024,” katanya.

Angka 2.850 dolar AS itupun dengan syarat Kamala Harris yang terpilih menjadi presiden, sedangkan, ternyata Donald Trumplah yang menang.

Tips Investasi Emas: Jangan Beli Saat Harga Tinggi

Sementara itu, Ibrahim dari PT Laba Forexindo Berjangka, memberikan sejumlah masukan bagi masyarakat, khususnya investor pemula, yang tertarik untuk menjadikan emas sebagai salah satu instrumen investasi.

Pertama, ia menyarankan masyarakat untuk tidak membeli emas saat harganya sedang mencapai titik tertinggi, seperti yang terjadi baru-baru ini. Menurutnya, justru momen melonjaknya harga emas, karena kondisi tertentu, seperti adanya ketegangan geopolitik, adalah waktu yang paling bagus untuk menjual emas.

“Pada saat harga sekarang itu sudah terlalu tinggi, jangan berani untuk melakukan pembelian. Kalau seandainya dipaksakan membeli, kemungkinan untuk menuju break even point (BEP) itu sangat lama. Karena spread-nya (selisih harga beli) bisa Rp100.000 dan itu cukup luar biasa,” katanya.

Lebih lanjut, ia menekankan bahwa investasi di logam mulia itu idealnya dilakukan secara jangka menengah dan panjang untuk mendapatkan keuntungan. Soal ini, ia menyarankan masyarakat untuk tidak membeli emas dengan menggunakan dana operasional sehari-hari, melainkan menggunakan dana abadi atau dana yang tak terpakai.

“Kalau misal dana yang dipakai adalah dana hidup, untuk operasional, pasti akan berpikir, saya kekurangan duit dijual, itu pasti mengalami kerugian. Investasi di logam mulia itu harus jangka menengah, jangka panjang 5-10 tahun baru akan mendapatkan cuan. Kecuali mungkin ada gejolak geopolitik yang akan mempengaruhi harga emas melonjak tinggi seperti sekarang ini,” pungkasnya.

==

Bila pembaca memiliki saran, ide, tanggapan, maupun bantahan terhadap klaim Periksa Fakta dan Decode, pembaca dapat mengirimkannya ke email factcheck@tirto.id.

Baca juga artikel terkait PERIKSA DATA atau tulisan lainnya dari Alfitra Akbar & Alfons Yoshio Hartanto

tirto.id - Ekonomi
Penulis: Alfitra Akbar & Alfons Yoshio Hartanto
Editor: Farida Susanty