Menuju konten utama

Apa Hukum Bayi Tabung dalam Islam dan Dalilnya

Hukum bayi tabung dalam Islam dikenal dengan istilah tifl al-anabib. Apa saja dalil tentang bayi tabung? Berikut penjelasannya.

Apa Hukum Bayi Tabung dalam Islam dan Dalilnya
Doktor Katarzyna Koziol menginjeksi sperma ke sel telur dalam prosedur bayi tabung atau in vitro fertilization (IVF) yang disebut Intracytoplasmic Sperm Injection (ICSI) di klinik Novum, Warsawa, Polandia. REUTERS/Kacper Pempel

tirto.id - Hukum bayi tabung dalam Islam diperbolehkan sekaligus diharamkan bergantung tata cara pelaksanaanya.

Apabila cara-cara bayi tabung dilakukan salah satunya antara suami istri sah menggunakan perilaku syara, tentu Islam memperbolehkan. Berikut ini hukum bayi tabung dalam Islam dan dalilnya serta keadaan yang dilarang.

Bayi tabung atau Fertilisasi in vitro embrio transfer (Fiv-Et) merupakan program inseminasi buatan dalam dunia medis guna membantu suami istri yang mengalami masalah kesuburan sehingga mendapatkan kehamilan.

Lebih jelas, program bayi tabung dimulai dengan pengambilan sel telur dari folikel matang dalam rahim.

Sel telur tersebut kemudian dipertemukan dengan sel sperma melalui medium kultur di luar tubuh. Setelah terjadi proses pembuahan hingga stadium morula, embrio dipindahkan ke dalam rahim.

Membahas terkait bayi tabung, program ini memerlukan penanganan dan laboratorium khusus hingga biaya yang relatif mahal.

Maka dari itu, sebelum menjalankan program bayi tabung, pasien harus melakukan berbagai pertimbangan dengan dokter maupun orang-orang terdekat terutama pasangan.

Di Indonesia, pasien yang menginginkan program bayi tabung harus memenuhi beberapa syarat. Ketentuan tersebut diberikan guna menghindari berbagai hal yang dapat mengganggu proses pelaksanaan program.

Bambang Wasito dan Taufik Hidayat dalam jurnal Apa dan Bagaimana Fertilisasi dengan Bantuan (2005) menuliskan beberapa persyaratan mengikuti program bayi tabung sebagai berikut:

  • Suami istri berasal dari perkawinan yang sah secara agama dan negara.
  • Istri sebaiknya berusia kurang dari 40 tahun.
  • Pasien mengetahui bahwa program bayi tabung memiliki resiko kegagalan.
  • Suami istri melakukan pemeriksaan lengkap.
  • Suami istri telah melakukan proses pembuahan secara konvensional namun tidak terjadi kehamilan.
  • Sel-sel sperma suami memiliki jumlah 5 – 20 juta/cc serta pergerakan dan bentuknya mencukupi.

Apa Hukum Bayi Tabung dalam Islam dan Dalilnya

BAYI TABUNG

Ilustrasi. Bayi Tabung.

Bayi tabung dalam khazanah hukum Islam dikenal dengan istilah tifl al-anabib. Hukum program bayi tabung mengikuti bentuk pelaksanaan.

Rohmansyah selaku Anggota Majelis Tarjih dan Tajdid PWM Yogyakarta menjelaskan bahwa program bayi tabung dibenarkan dalam Islam selagi sperma suami diletakan ke rahim istri nan telah kawin dengan akan yang sah.

Kemudian, laman NU Online “Bahtsul Masail: Hukum Bayi Tabung” (2020) oleh Alhafiz Kurniawan memaparkan bahwa ulama NU pernah membahas perihal bayi tabung dalam Munas NU di Yogyakarta pada 1981 silam.

Dalam pembahasan tersebut, ulama NU tidak menghukumi program bayi tabung dengan hukum tunggal yakni mubah atau haram.

Akan tetapi, ulama NU merincikan hukum bayi tabung dalam 3 rincian kasus. Sebelum membahas lebih jauh, Salim H.S. dalam buku Bayi Tabung, Tinjauan Aspek Hukum (1993) menjelaskan bahwa terdapat 8 jenis program bayi tabung dilihat dari pemilik sperma, ovum, dan rahim sebagai berikut:

  1. Memakai sperma dan ovum pasangan suami istri, kemudian embrio ditransplantasikan ke rahim istri.
  2. Memakai sperma dan ovum pasangan suami istri, embrio kemudian ditransplantasikan ke rahim ibu pengganti (surrogate mother).
  3. Memakai sperma suami dan ovum dari donor, kemudian ditransplantasikan ke rahim istri
  4. Memakai sperma donor dan ovum dari istri, kemudian ditransplantasikan ke rahim istri.
  5. Memakai sperma donor dan ovum dari istri, kemudian embrio disemai di rahim ibu pengganti.
  6. Memakai sperma suami dan ovum dari donor, kemudian embrio disemai ke rahim ibu pengganti.
  7. Memakai sperma dan ovum donor, kemudian embrio disemai ke rahim istri.
  8. Memakai sperma dan ovum dari donor, kemudian embrio disemai ke rahim ibu pengganti
Sebanyak 8 jenis program bayi tabung di atas kemudian diringkas menjadi 3 dalam kajian Islam.

Kembali ke pembahasan Munas NU di Yogyakarta pada 1981, ulama NU juga mengklasifikasikan jenis bayi tabung menjadi 3 dalam kajiannya. Para ulama NU kemudian merincikan hukum 3 jenis bayi tabung.

Pertama, mani yang berasal dari orang lain, kemudian ditabung ke dalam rahim istri pasien. Ulama NU mengharamkan jenis bayi tabung pertama tersebut.

Kedua, mani yang ditabung ke rahim istri berasal dari suami sah dikeluarkan dengan cara tidak muhtaram (mani dikeluarkan melalui cara-cara yang dilarang syara' atau hukum Islam). Ulama NU menghukumi jenis program bayi tabung kedua dengan haram.

Terakhir, mani yang dikeluarkan suami dari dengan cara muhtarom kemudian ditabung ke rahim istri. Ulama NU melihat program bayi tabung ketiga tersebut dengan hukum mubah atau diperbolehkan.

Ulama NU dalam mengategorikan 3 jenis bayi tabung merujuk kepada 2 sumber utama. Pertama dari kitab Tafsir Ibnu Katsir, bahwa terdapat hadis kutipan sebagai berikut:

Dari Ibnu Abbas, ia berkata, “Rasulullah SAW bersabda, ‘Tidak ada dosa yang lebih besar setelah syirik daripada mani yang ditempatkan seorang laki-laki [berzina] di dalam rahim perempuan yang tidak halal baginya,” (Ibnu Katsir, Tafsir Al-Qur’an Al-‘Azhim, [Kairo, Darul Hadits: 2003), Juz III, halaman 50).

Kedua, kitab Hikmatut Tasyri' wa Falsafatuh karangan Ali Ahmad Al Jurjawi dijelaskan sebagai berikut:

Siapa saja yang beriman kepada Allah SWT dan hari kiamat, maka janganlah sekali-kali berzina dengan istri sesamanya,’” (Ali Ahmad Al-Jurjawi, Hikmatut Tasyri’ wa Falsafatuh, [Beirut, Darul Fikr: 1998), juz II, halaman 25).

Baca juga artikel terkait HUKUM BAYI TABUNG DALAM ISLAM atau tulisan lainnya dari Syamsul Dwi Maarif

Penulis: Syamsul Dwi Maarif
Editor: Dhita Koesno