tirto.id - Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika (BMKG) menyarankan pemerintah daerah segera mempersiapkan lingkungannya untuk waspada dampak La Nina. Sebab nilai anomali iklim global di Samudera Pasifik telah melewati ambang batas La Nina yakni mencapai -0,61°C. Ambang batas kategori La Nina hanya -0,5°C. Berkaca pada tahun lalu, ancaman La Nina menjadi 70 persen.
BMKG memprediksi La Nina akan terjadi dalam intensitas lemah hingga moderat hingga Februari 2022. Kajian BMKG menunjukkan curah hujan meningkat di beberapa daerah seperti Jawa, Bali, NTT, Kalimantan bagian selatan, Sulawesi bagian selatan.
Hampir 20 persen zona musim di wilayah Indonesia sudah memasuki musim hujan, antara lain: Aceh, Sumatera Utara, Riau, Sumatera Barat, Jambi, Sumatera Selatan, Lampung, Banten, Jawa Barat, Jawa Timur, Jawa Tengah, Kalimantan Timur, Kalimantan Selatan, dan Pulau Seram.
Fenomena La Nina akan meningkatkan curah hujan yang mendorong juga naiknya potensi bencana hidrometeorologi seperti banjir dan longsor, kata Kepala BMKG Dwikorita Karnawati seperti dilansir Antara, Jumat (29/10/2021).
Pentingnya Peringatan Dini
Kepala Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) Ganip Warsito menegaskan pentingnya peringatan dini dalam menghadapi potensi bencana hidrometeorologi yang meningkat akibat fenomen La Nina yang diprakirakan akan bertahan sampai Februari 2022.
“Demikian pentingnya peringatan dini sehingga saya bermohon kepada Kepala BMKG untuk bisa memberikan informasi, syukur-syukur bisa lebih detial untuk bisa dijadikan pedoman kita dalam mengambil langkah tindakan yang cepat dan tepat,” kata Ganip dalam Rapat Koordinasi Antisipasi La Nina yang diadakan BMKG, dipantau secara virtual pada Jumat (29/10/2021).
Ganip menyebut peringatan dini yang dikeluarkan oleh BMKG menjadi salah satu referensi untuk ditindaklanjuti di lapangan. Meski demikian, masih terdapat "missing link" atau sambungan yang hilang antara informasi yang disampaikan terkait peringatan dini dan respons oleh masyarakat.
“Ini memang perlu kita carikan solusi ke depannya sehingga kita bisa betul-betul antara informasi dari BMKG bisa diperoleh serinci mungkin, sehingga nanti responsnya juga bisa lebih tepat," kata Ganip.
Ganip menjelaskan bahwa informasi yang rinci akan memungkinkan diambilnya langkah-langkah di lapangan yang dapat menjadi model untuk penyelamatan dari ancaman bencana.
Kepala BMKG Dwikorita Karnawati juga mengingatkan putusnya rantai informasi peringatan dini sampai ke masyarakat harus segera diantisipasi saat menghadapi dampak La Nina. Terputusnya rantai informasi, kata dia, dapat menghambat kesiapsiagaan masyarakat untuk menghadapi bencana.
“Berdasarkan pengalaman beberapa kali terputusnya rantai informasi dari Pusdalops yang tidak bisa dilanjutkan dari pemda ke desa-desa terdampak atau rawan bencana hidrometeorologi,” kata Dwikorita.
BPBD se Indonesia Siaga Dampak La Nina
Karena itu, pemerintah daerah dan masyarakat diminta siaga bencana hidrometeorologi basah seperti banjir, banjir bandang, tanah longsor dan angin kencang. Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) di 34 provinsi juga diminta siaga.
“Catatan historis menunjukkan bahwa La Nina tahun 2020 menyebabkan terjadinya peningkatan akumulasi curah hujan bulanan di Indonesia hingga 20 persen sampai dengan 70 persen dari kondisi normalnya,” ujar Deputi Bidang Pencegahan BNPB Prasinta Dewi, Jumat (29/10/2021).
Prasinta menekankan bahwa peningkatan curah hujan itu berpotensi memicu terjadinya bencana hidrometeorologi. Menyikapi hal itu, ia mengimbau BPBD provinsi untuk mewaspadai dan menginstruksikan BPBD di tingkat kabupaten/kota melakukan langkah-langkah kesiapsiagaan.
Upaya dini yang dapat dilakukan yaitu meningkatkan koordinasi dengan BMKG di daerah serta pemantauan secara berkala informasi iklim dan perkembangan cuaca maupun peringatan dini cuaca ekstrem.
Selain itu, BPBD meningkatkan koordinasi antar dinas terkait untuk melakukan langkah-langkah kesiapsiagaan sesuai tugas pokok fungsi dan kewenangannya. Kesiapsiagaan tidak hanya pada sisi pemerintah atau aparatur di tingkat kecamatan dan desa, tetapi juga masyarakat.
Prasinta menekankan perlunya dukungan BPBD untuk meningkatkan kesiapsiagaan masyarakat, khususnya mereka yang tinggal di lokasi rawan bencana. BNPB mengharapkan BPBD menginformasikan sejak dini kepada warga untuk menjauh dari lembah sungai, lereng rawan longsor, pohon mudah tumbang atau pun tepi pantai.
Di sisi lain, Prasinta mengharapkan BPBD untuk melibatkan masyarakat dalam pengaktifan tim siaga bencana. Tim tersebut bertugas salah satunya memantau kondisi sekitar atau pun gejala awal terjadinya banjir, banjir bandang, tanah longsor dan angin kencang, maupun berkoordinasi antar tim siaga di wilayah hulu dan hilir.
Editor: Maya Saputri