tirto.id - Baru sehari dilantik, pemerintahan Presiden dan Wakil Presiden RI, Prabowo Subianto-Gibran Rakabuming Raka, telah membuat publik bertanya-tanya. Salah satu penyebabnya adalah langkah kontroversial Prabowo yang menunjuk dan melantik sang ajudan, Mayor Teddy Indra Wijaya sebagai Sekretaris Kabinet (Seskab).
Prabowo dan Mayor Teddy tak mengindahkan UU TNI Nomor 34 Tahun 2004, terutama Pasal 47 Ayat 1. Pasal itu menyebut anggota TNI hanya dapat menduduki jabatan sipil setelah mengundurkan diri atau pensiun dari dinas aktif keprajuritan.
"Prajurit hanya dapat menduduki jabatan sipil setelah mengundurkan diri atau pensiun dari dinas aktif keprajuritan," bunyi Pasal 47 Ayat 1 UU TNI.
Berdasarkan beleid ini, Mayor Teddy seharusnya mundur dari prajurit aktif sebelum menduduki jabatan sipil. Memang, DPR RI periode 2019-2024 melakukan revisi atas beleid itu untuk mengakomodasi anggota TNI aktif boleh menduduki jabatan sipil. Namun, belum disahkan menjadi UU.
Salah satu poin yang direvisi ialah Pasal 47 yang isinya prajurit TNI bisa menduduki jabatan di Kementerian Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan (Kemenko Polhukam), Kementerian Pertahanan, Sekretariat Militer Presiden, Badan Intelijen Negara (BIN), Badan Siber dan Sandi Negara (BSSN), Badan Nasional Pencarian dan Pertolongan, Badan Narkotika Nasional, dan Mahkamah Agung.
Dalam usulan perubahan beleid tersebut, wewenang prajurit TNI aktif lebih luas karena bisa menjabat di Kementerian Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi, Kementerian Kelautan dan Perikanan, Staf Kepresidenan, BNPT, BNPB, Badan Nasional Pengamanan Perbatasan, Kejaksaan Agung, dan kementerian atau lembaga yang membutuhkan tenaga dan keahlian prajurit aktif sesuai kebijakan presiden. Sekali lagi, Revisi UU TNI yang digodok DPR RI periode lalu, belum sah menjadi UU.
Pada Senin (21/10/2024) Mayor Teddy dilantik Prabowo berbarengan dengan pelantikan sejumlah wakil menteri di Istana Negara. Pelantikan Mayor Teddy dilakukan lewat Keputusan Presiden nomor 143P/2024 tentang pengangkatan Sekretaris Kabinet.
Mayor Teddy ditugaskan menjadi penanggung jawab atas kinerja utusan khusus dan staf khusus presiden berdasarkan Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 13 Tahun 2024 Tentang Penasihat Khusus Presiden, Utusan Khusus Presiden, Staf Khusus Presiden, dan Staf Khusus Wakil Presiden.
Berdasarkan Peraturan Presiden Nomor 139 Tahun 2024 Tentang Penataan Tugas dan Fungsi Kementerian Negara Kabinet Merah Putih Periode 2024-2029 Pasal 2 Ayat 1 Sekretaris Kabinet dibubarkan. Lalu pada Ayat 2 dijelaskan jabatan tersebut diintegrasikan dengan Kementerian Sekretariat Negara.
“Dengan pembubaran sebagaimana dimaksud pada ayat (1), untuk selanjutnya pelaksanaan tugas dan fungsi dari Sekretariat Kabinet diintegrasikan ke dalam kementerian yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang kesekretariatan negara,” dikutip dari Pasal 2 Ayat 2.
Aturan ini sejalan dengan pernyataan Ketua Harian DPP Gerindra, Sufmi Dasco Ahmad, yang mengatakan Mayor Teddy tak perlu pensiun dari TNI karena ada perubahan nomenklatur.
"Dengan perubahan nomenklatur ini dapat diisi oleh Saudara Teddy tanpa harus pensiun dari TNI karena bukan setingkat menteri," kata Dasco saat dikonfirmasi, Senin.
Dasco menjelaskan, Seskab nantinya di bawah Kementerian Sekretaris Negara (Kemensesneg). Jabatan yang diemban Mayor Teddy saat ini sama seperti posisi yang boleh diisi oleh perwira TNI aktif lainnya dalam suatu kementerian/lembaga.
TB Hasanuddin, anggota DPR RI Komisi I periode 2019-2024, meminta Mayor Teddy mundur sebagai anggota TNI agar bisa menjabat sebagai Sekretaris Kabinet (Seskab) pada pemerintahan Prabowo Subianto.
Menurutnya, jabatan Mayor Teddy bukan persoalan Seskab yang kini di bawah Menteri Sekretaris Negara. Namun, anggota TNI hanya bisa mengisi 10 lembaga atau kementerian yang bukan Kementerian Sekretaris Kabinet atau Kementerian Sekretaris Negara. Maka itu, kata Hasanuddin, Mayor Teddy harus mundur dari prajurit TNI agar tidak melanggar Undang-Undang TNI.
Mayor Teddy Langgar UU TNI
Peneliti Reformasi sektor Keamanan dan Human Security SETARA Institute, Ikhsan Yosari, menegaskan pengangkatan Mayor Teddy sebagai Sekretaris Kabinet melanggar Undang-Undang TNI.
Menurutnya, justifikasi perubahan struktur Seskab dari semula setingkat menteri menjadi di bawah Mensesneg tidak serta-merta membuat posisi tersebut masuk ke dalam jabatan sipil yang dapat diduduki prajurit TNI aktif.
Sebab, tambahnya, posisi Seskab maupun Mensesneg tidak termasuk ke dalam jabatan sipil sebagaimana ketentuan Pasal 47 Ayat (2) UU TNI. Artinya, ketentuan yang berlaku seharusnya kembali ke Ayat 1, yakni menduduki jabatan sipil setelah mengundurkan diri atau pensiun dari dinas aktif keprajuritan.
Dalam Pasal Ayat 2 UU TNI dijelaskan bahwa prajurit aktif dapat menduduki jabatan pada kantor yang membidangi koordinator bidang Politik dan Keamanan Negara, Pertahanan Negara, Sekretaris Militer Presiden, Intelijen Negara, Sandi Negara, Lembaga Ketahanan Nasional, Dewan Pertahanan Nasional, Search and Rescue (SAR) Nasional, Narkotika Nasional, dan Mahkamah Agung.
"Menyamakan ketentuan yang berlaku, seperti terhadap Sekretaris Militer Presiden, sebagai justifikasi pembenaran Seskab diduduki prajurit aktif adalah hal keliru," kata Ikhsan saat dihubungi Tirto, Selasa (22/10/2024).
Secara eksplisit, posisi Sekretaris Militer Presiden masuk dalam ketentuan Pasal 47 Ayat (2) UU TNI, yakni jabatan sipil yang dapat diduduki prajurit TNI tanpa perlu melakukan pensiun dini. Ketentuan Pasal 47 Ayat (2) UU TNI mengatur dengan spesifik perihal jabatan sipil yang dapat diduduki prajurit TNI tanpa pensiun dini. Dengan ketentuan yang rinci tersebut, kata Ikhsan, semestinya mudah bagi Presiden Prabowo untuk meninjau ulang pengangkatan Mayor Teddy sebagai Seskab atau memerintahkan yang bersangkutan untuk mundur dari dinas kemiliteran.
Ikhsan mengatakan, menjadikan perubahan struktur Seskab sebagai justifikasi penempatan Mayor Teddy hanya memperlihatkan kebijakan yang tidak berbasis pada ketentuan UU TNI serta mengingkari semangat reformasi TNI.
Transisi kepemimpinan nasional yang semestinya membawa asa reformasi TNI sebagai amanat reformasi 1998 untuk mewujudkan TNI yang kuat dan profesional pada bidang pertahanan negara, ternoda dengan kebijakan penempatan Mayor Teddy sebagai Seskab.
"Jika kemudian Revisi UU TNI dilakukan hanya untuk mengakomodasi pilihan presiden atas Seskab yang dia kehendaki, maka semakin sempurnalah penilaian banyak ahli mengenai autocratic legalism yang semakin mendorong kemunduran demokrasi Indonesia," tutur Ikhsan.
Presiden, para menteri dan pimpinan lembaga, semestinya tetap mendukung dan memperkuat profesionalitas TNI, dengan tidak memberikan jabatan-jabatan tertentu dan/atau memberikan tugas dan kewenangan di luar tugas pertahanan dan tugas perbantuan sesuai dengan peraturan perundang-undangan. Ikhsan mengatakan, reformasi TNI harus berjalan dua arah atau timbal balik.
"TNI fokus melakukan reformasi dan presiden/DPR/politikus sipil wajib menjaga proses reformasi itu berjalan sesuai mandat konstitusi dan peraturan perundang-undangan," kata Ikhsan.
Pembangkangan Rule of Law
Koordinator Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (KontraS), Dimas Bagus Arya, memandang penunjukkan Mayor Teddy oleh Prabowo sebagai Seskab merupakan pembangkangan rule of law karena tak mengindahkan UU TNI yang masih berlaku saat ini, terutama Pasal 47. Menurut Dimas, tidak ada dasar atau situasi yang mendesak penunjukkan seorang militer aktif sebagai Seskab.
"Ini baru sekali dalam sejarah pasca reformasi," kata Dimas saat dihubungi Tirto, Selasa (20/10/2024).
Ia menilai penunjukkan Mayor Teddy merupakan pengejawantahan favoritisme Prabowo. Alhasil, ada konflik kepentingan karena Mayor Teddy yang cukup aktif selama proses kampanye Prabowo pada Pilpres 2024.
Secara tidak langsung, imbuhnya, penunjukkan Mayor Teddy oleh Prabowo bagian dari bagi-bagi jabatan, terutama orang-orang terdekat Ketua Umum Partai Gerindra itu. Pada akhirnya, merusak iklim baik yang sudah dibangun di militer.
"Ini ada gejala yang tidak sehat untuk prajurit atau perwira lain, karena ada perwira lain yang lebih tinggi dari Mayor Teddy yang bintang satu dan dua, secara pengalaman, kompetensi, mungkin lebih berkompeten meskipun ada larangan militer aktif," tutur Dimas.
Di sisi lain, jelas dia, klaim Dasco yang memandang jabatan Seskab tak lagi setingkat menteri sangat menyesatkan. Dimas berkata, selama Seskab ada dalam jabatan sipil atau koridor pemerintahan eksekutif, jelas merupakan bagian dari jabatan publik.
"Pernyataan itu menurut kami misleading(menyesatkan)," tegasnya.
Dimas mengatakan, pernyataan Dasco memanipulasi masyarakat seolah-olah menormalisasi pelanggaran yang dilakukan oleh penguasa. Ia menegaskan, tidak ada terminologi bahwa Seskab berada di luar institusi sipil sehingga militer aktif boleh masuk. Apalagi, tidak ada aturan bakunya soal militer aktif yang masuk 10 institusi sipil sebagaimana diatur dalam UU TNI yang masih berlaku.
"Ini salah satu, kalau saya bilang puncak gunung es. Masih ada banyak peristiwa yang bisa menunjukkan kualitas penurunan reformasi sektor keamanan, terutama reformasi TNI," pungkasnya.
Penulis: Fransiskus Adryanto Pratama
Editor: Irfan Teguh Pribadi