Menuju konten utama

Soal Penempatan TNI di Kementerian, Menhan: Tak Ada Dwifungsi ABRI

Panglima TNI ingin menyerap surplus tentara dengan cara memberi mereka tugas ke berbagai kementerian dan lembaga.

Soal Penempatan TNI di Kementerian, Menhan: Tak Ada Dwifungsi ABRI
Menteri Pertahanan Ryamizard Ryacudu bersiap mengikuti rapat kerja dengan Komisi I DPR di kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Senin (22/10/2018). ANTARA FOTO/Sigid Kurniawan

tirto.id - Menteri Pertahanan (Menhan) Ryamizard Ryacudu menyoroti adanya ketakutan akan terjadi dwi fungsi ABRI terkait dengan rencana penempatan prajurit aktif di beberapa kementerian. Menurutnya, dwifungsi ABRI sudah diselesaikan setelah reformasi.

"Tidak ada itu dwifungsi ABRI lagi, kan sudah diselesaikan [setelah reformasi]. Masalah ada Purnawirawan mau kemana-kemana [berpolitik] itu hak mereka. Dan hak juga yang punya kementerian, mau diterima mau enggak, enggak ada dipaksa-paksa mau ke sana [kementerian]," ujarnya usai acara “Kembali ke Jati Diri TNI” di Gedung A.H Nasution, Kemhan, Jakarta Pusat, Kamis (21/2/2019).

Ketakutan terjadinya dwifungsi ABRI ini berawal dari rencana Panglima TNI Hadi Tjahjanto yang ingin menyerap surplus tentara. Salah satunya memberi mereka tugas ke berbagai kementerian dan lembaga. Namun, untuk merealisasikan itu, diperlukan untuk merevisi Undang-Undang Nomor 34 Tahun 2004 tentang Tentara Nasional Indonesia.

"Tentunya [penempatan di kementerian] akan berdampak pada pangkat di bawahnya, sehingga pangkat kolonel bisa ditempatkan di sana," kata Hadi di Mabes TNI, Jakarta Timur, Kamis (31/1/2019) kemarin.

Hadi mengatakan, saat ini ada surplus sekitar 500 perwira tinggi. Jika terserap ke kementerian/lembaga, ia berharap ada 150 hingga 200 pati yang tak lagi non-job.

Rencana ini langsung dikritik oleh Pengajar ilmu hukum tata negara dari Sekolah Tinggi Hukum (STH) Jentera, Bivitri Susanti. Jika ini terealisasikan, kata dia, maka itu sama saja mengkhianati cita-cita reformasi.

"Pemisahan militer dari ranah sipil. Semangat itu harus tetap dijaga. Jangan ada mereka [sebagai] pejabat publik dan ranah sipil," kata Bivitri saat dihubungi wartawan Tirto, Jumat (1/2/2019) siang.

Dalam UU TNI sebetulnya disebutkan dengan tegas pos-pos di kementerian mana saja seorang tentara aktif bisa berkontribusi.

Itu tertera pada Pasal 47 ayat (2) yang isinya: "Prajurit aktif dapat menduduki jabatan pada kantor yang membidangi koordinator bidang politik dan keamanan negara, pertahanan negara, sekretaris militer presiden, intelijen, sandi negara, lembaga ketahanan, dewan pertahanan, SAR, narkotika nasional, dan mahkamah agung."

Sementara jabatan sipil lain, seperti pada ayat (1) pasal yang sama, hanya dapat ditempati "setelah mengundurkan diri atau pensiun dari dinas aktif."

Baca juga artikel terkait DWIFUNGSI ABRI atau tulisan lainnya dari Riyan Setiawan

tirto.id - Politik
Reporter: Riyan Setiawan
Penulis: Riyan Setiawan
Editor: Alexander Haryanto