Menuju konten utama
Wacana TNI Isi Pos Sipil

Jelang Pilpres, Jokowi Dinilai Rawan Memulihkan Dwifungsi ABRI

Imparsial mengkritik keras rencana Presiden Jokowi dan Panglima TNI Hadi Tjahjanto mempekerjakan perwira TNI aktif di kementerian dan lembaga negara.

Jelang Pilpres, Jokowi Dinilai Rawan Memulihkan Dwifungsi ABRI
Presiden Joko Widodo memeriksa pasukan ketika menjadi Inspektur Upacara HUT ke-73 TNI di Mabes TNI Cilangkap, Jakarta, Jumat (5/10/2018). ANTARA FOTO/Wahyu Putro A.

tirto.id - Wakil Direktur Imparsial Ghufron Mabruri mengkritik keras rencana Presiden Jokowi dan Panglima TNI Hadi Tjahjanto mempekerjakan perwira TNI aktif di kementerian dan lembaga negara.

Menurut Ghufron, rencana itu bertentangan dengan agenda reformasi yang memangkas habis doktrin Dwifungsi ABRI. Nantinya, perwira TNI akan mudah mencampuri ranah sipil dan politik praktis.

"Itu bukan menyandera ya tapi membelenggu. Kebijakan-kebijakan publik itu akan dipengaruhi oleh TNI aktif," kata Ghufron kepada reporter Tirto, Kamis (7/2/2019).

Restrukturisasi dan reorganisasi TNI, kata Ghufron, sebenarnya bukan sesuatu yang niscaya untuk dilakukan negara manapun. Dasarnya ialah dinamika lingkungan strategis yang memerlukan peningkatan efektivitas organisasi dalam menghadapi ancaman pertahanan.

"Tapi harus dibangun atas dasar suatu kajian yang mendalam sehingga betul-betul didasarkan kebutuhan, efektivitas, dan juga terukur. Yang penting reorganisasi dan restrukturisasi itu tidak menabrak rambu-rambu negara demokrasi dan agenda reformasi TNI," jelasnya.

Selama ini militer aktif menduduki jabatan sesuai UU Nomor 34/2004 tentang TNI. Mereka bisa menduduki jabatan dengan keterkaitan fungsi pertahanan misalnya Kementerian Pertahanan, Kemenko Polhukam, Sekmil Presiden, Intelijen Negara, Sandi Negara, Lemhanas, Dewan Pertahanan Nasional. Namun perluasan di luar itu, kata Ghufron, harus dipertimbangkan ulang.

"Harus ada kajian mendalam tidak serta-merta. Jangan nantinya malah menambah permasalahan baru di kementerian atau lembaga," tuturnya.

Di sisi lain, TNI juga berencana meningkatkan status jabatan dan pangkat di teritorial tertentu, misalnya Korem. Bagi Ghufron, hal itu tidak tepat karena menyalahi restrukturisasi komando teritorial, bagian dari agenda reformasi.

"Menaikkan jabatan Korem juga akan memunculkan masalah. Misalnya dijadikan bintang satu. Itu bertentangan dengan cita-cita reformasi. Itu membangkitkan dwifungsi ABRI," ujarnya.

Bahkan, menurut Ghufron, jika kementerian atau lembaga negara yang meminta ada TNI aktif yang bekerja untuk mereka, tetap tak bisa dilakukan.

"Jangan mencari celahnya. Aturannya mana? Harus melihat aturan organiknya. Kan sudah diatur dalam UU TNI soal mekanismenya," pungkasnya.

Baca juga artikel terkait DWIFUNGSI TNI atau tulisan lainnya dari Dieqy Hasbi Widhana

tirto.id - Politik
Reporter: Dieqy Hasbi Widhana
Penulis: Dieqy Hasbi Widhana
Editor: Maya Saputri