Menuju konten utama

Potret Pekerja di Masa Depan Setelah Lahirnya AI

AI telah mengakibatkan ribuan orang kehilangan pekerjaan. Namun, masyarakat Indonesia malah optimis AI membuka peluang kerja baru.

Potret Pekerja di Masa Depan Setelah Lahirnya AI
Header Insider Masa Depan Setelah Ada AI. tirto.id/Ecun

tirto.id - Kehadiran kecerdasan buatan atau Artificial Intelligence (AI) di dunia kerja bak pisau bermata dua. AI memudahkan pekerjaan sekaligus mengancam eksistensi pekerja. Di Amerika Serikat (AS), sekitar 4.000 pekerja telah kehilangan pekerjaan selama bulan Mei 2023 akibat AI. Menurut Laporan Challenger, Gray and Christmas, tren PHK ini akan terus berlanjut.

Laporan Perusahaan Penempatan Tenaga Kerja itu mengungkapkan, pemutusan hubungan kerja (PHK) dari perusahaan-perusahaan yang berbasis di Amerika Serikat mencapai lebih dari 80.000 pada Mei 2023, melonjak 20% dibandingkan bulan sebelumnya. Dari jumlah tersebut, hampir 4.000 atau 5% dari yang terkena PHK itu disebabkan oleh kehadiran AI, dilansir dari CBS News.

PHK terjadi, karena pelaku usaha mengadopsi teknologi AI yang canggih untuk mengotomatisasi berbagai tugas, termasuk pekerjaan kreatif seperti menulis dan pekerjaan administratif. Kemampuannya dalam mengotomatisasi pekerjaan ini membuat industri AI bakal tumbuh semakin pesat.

Menurut laporan Analis Bloomberg Intellegence, industri AI diperkirakan akan tumbuh hingga lebih dari satu triliun dollar AS di tahun ini. Hal itu didorong oleh kemajuan teknologi besar yang terlihat pada musim gugur lalu dengan peluncuran bot ChatGPT OpenAI.

OpenAI menjadi berita utama setelah merilis ChatGPT dan AI generatif (kecerdasan buatan generatif). AI generatif adalah tipe AI yang dapat membuat konten dan ide baru, termasuk percakapan, cerita, gambar, video, dan musik. AI meniru kecerdasan manusia, tak heran jika banyak yang resah bakal menggeser peran manusia di dunia kerja.

CEO OpenAI Sam Altman sebagaimana dikutip dari situs NikkeiAsia tidak yakin AI bakal mengantikan pekerja manusia. Banyak orang yang mengerjakan AI berpura-pura bahwa AI akan memberikan hasil yang baik. Padahal, kata Altman, kecerdasan buatan hanya akan menjadi pelengkap. Tidak ada seorang pun yang akan tergantikan oleh AI.

Artinya, konsekuensi dari kehadiran teknologi apa pun bergantung pada siapa yang mengambil keputusan penting tentang bagaimana teknologi tersebut berkembang. Hal itu juga berlaku bagi kecerdasan buatan.

Kepala Perusahaan Teknologi BT di Inggris, Harmeen Mehta mengibaratkan kehadiran AI ini seperti ketika kuda dipecat dari pekerjaannya, karena kehadiran mobil. Dia menyarankan para pekerja yang terancam pekerjaannya oleh AI menerima nasib mereka sebagai sebuah evolusi, dan membandingkannya dengan kuda yang digantikan oleh mobil.

”Saya tidak tahu bagaimana perasaan kuda ketika mobil ditemukan, namun mereka tidak mengeluh bahwa mereka dipecat. Mereka tidak melakukan pemogokkan, karena itu adalah bagian dari evolusi. Beberapa pekerjaan akan berubah, beberapa pekerjaan baru akan tercipta dan beberapa lagi tidak diperlukan lagi,” kata Mehta dilansir dari The Guardian.

Anna Thomas, direktur dan salah satu pendiri lembaga pemikir Institute for The Future of Work, menolak analogi Mehta yang menyamakan perasaan manusia dengan kuda. “Jelas, menyamakan ‘binatang beban’ dengan pekerja manusia adalah hal yang salah,” katanya.

Menurut dia, penerapan teknologi baru selalu membawa perubahan dan transisi ke lapangan kerja baru. Namun hasil penelitian telah memberikan bukti kuat bahwa melibatkan keahlian pekerja melalui proses adopsi AI mendukung perolehan pekerjaan bersih dan peningkatan kualitas pekerjaan.

Keluhan dan pemogokkan kerja lebih mungkin terjadi ketika perusahaan gagal memperlakukan pekerja dengan hormat atau bukan disebabkan oleh kehadiran teknologi baru.

AI diyakini tidak akan menggantikan manusia. Tetapi, orang yang menggunakan AI akan menggantikan orang yang tidak menggunakan AI.

Pekerja di Indonesia Optimis Sambut AI

Sementara itu, Pricewaterhouse & Coopers (PwC) dalam survei Harapan dan Ketakutan Pekerja Global di tahun 2023 (Hopes and Fears Workforce Global Survey 2023) terkait teknologi AI menemukan fakta bahwa mayoritas pekerja di Asia Pafisik justru optimis dengan kehadiran kecerdasan buatan.

Survei PwC selama April-Mei 2023 itu dilakukan terhadap 53.912 pekerja di seluruh dunia (46 negara dan wilayah), termasuk 19.502 di seluruh Asia Pasifik yang sedang bekerja atau aktif di pasar tenaga kerja. Kelompok usia dalam survei tersebut dikategorikan sebagai Gen Z (usia 18-26), Milenial (usia 27-42). Gen X (usia 42-58), dan Baby Boomers (usia 59-77).

Berdasarkan survei PwC tersebut, mayoritas pekerja di Asia Pasifik lebih optimis terhadap potensi AI. Pekerja di Vietnam, Indonesia, dan India lebih cenderung melihat AI sebagai peluang untuk memperoleh keterampilan baru, sedangkan pekerja di Selandia Baru, Australia, dan Jepang kurang peduli tentang dampak AI pada prospek pekerjaan mereka.

Pekerja di Indonesia juga optimis tentang potensi AI dalam karir mereka. Hal ini karena mayoritas (71%) pekerja Indonesia menganggap keterampilan digital penting untuk karir mereka.

Pekerja di industri Teknologi, Media, dan Telekomunikasi serta Jasa Keuangan melihat potensi terbesar untuk peningkatan produktivitas melalui AI. Sebaliknya, karyawan di sektor Kesehatan dan Pemerintahan serta Publik mengungkapkan, keyakinan terbesar bahwa AI tidak akan menggantikan peran mereka.

PwC berpendapat bahwa saat tenaga kerja terus berkembang dan sikap karyawan berubah, gaya kepemimpinan baru diperlukan untuk mengarahkan organisasi agar dapat menyesuaikan dengan kondisi baru. Laporan PwC tersebut mencakup beberapa pertimbangan bagi pemberi kerja dan pemimpin untuk lebih memahami pekerja, membuka kemampuan yang lebih besar, dan mencapai tujuan yang lebih berani.

Dampak AI Terhadap Pekerjaan di Masa Depan

Meski masih menjadi kontroversi, pengaruh kecerdasan buatan di pasar tenaga kerja telah menjadi kenyataan yang tidak dapat disangkal lagi. Lantas, apa dampak AI terhadap lapangan kerja manusia di masa depan?

Para Ahli SEO yang bekerja mengoptimasi untuk mesin pencari dalam blog yang berjudul ‘AI replacing jobs statistics: the Impact on employment in 2023 mengungkapkan, sebesar 30% pekerja di seluruh dunia memiliki kekhawatiran bahwa AI akan menggantikan pekerjaan mereka dalam tiga tahun ke depan. Atau di India, secara mengejutkan sebesar 74% pekerjanya mempunyai kekhawatiran yang sama.

AI diperkirakan berpotensi menggantikan sekitar 800 juta pekerjaan di seluruh dunia di tahun 2030 dan proyeksi dampak ekonomi AI mencapai USD15,7 triliun pada tahun yang sama. Tidak mengherankan jika dunia dipenuhi dengan tindakan mengantisipasi AI.

Sebab itu, para pebisnis disarankan mulai mengubah bisnis hari ini dengan alat SEO bertenaga AI. Di AS, sekitar 45 juta pekerjaan akan diambil alih oleh AI di tahun 2030. Sebab itu, kebutuhan pelatihan kerja ulang diperkirakan bakal lebih besar, karena 120 juta pekerja dalam tiga tahun ke depan membutuhkan pelatihan AI.

Survei IBM Institute for Business Value (IBM IBV) baru-baru ini juga menemukan bahwa 4 dari 5 eksekutif mengatakan, AI generatif akan mengubah peran dan keterampilan karyawan atau pekerja. Meskipun pekerja di semua tingkatan akan merasakan dampak AI generatif, karyawan di level bawah diperkirakan akan merasakan perubahan terbesar.

Kecemasan AI bakal menjadi pesaing pekerja manusia telah menjadi kenyataan. Kabar terbaru, kecerdasan buatan telah menggerus pekerjaan para selebgram atau influencer di media sosial. Namanya Lentari Van Lorainne. Selebgram cantik ini bukan manusia, melainkan hasil kecerdasan buatan pertama di Indonesia.

Di profil akun Instagramnya @lentaripagi, dia tertulis sebagai virtual idol pertama yang dirancang oleh Imagine8 Studio, perusahaan teknologi dari Australia. Selebgram yang digambarkan sebagai perempuan blasteran Sunda-Belanda berusia 20-an tahun ini telah membuat banyak warganet kesengsem dengan kecantikannya.

Jumlah follower Instagramnya sejak muncul di media sosial selama kisaran enam bulan (4 Mei 2023-14 November 2023) telah mencapai 104.000. Lentari yang punya nama panggilan Riri ini kerap membagikan beragam aktivitasnya mulai dari jalan-jalan, berolahraga hingga bekerja.

Kendati bukan manusia nyata, perusahaan kecantikan, perabot rumah tangga hingga makanan dan minuman telah memilihnya untuk mempromosikan produk mereka. Selebgram kecerdasan buatan ini tak hanya Riri, ada juga Mia dan Aitana Lopez yang digambarkan berasal dari Barcelona.

Selain Mia yang laris sebagai endorser berpenghasilan puluhan juta rupiah per bulannya, Aitana sebagaimana diungkapkan oleh Konsultan Bisnis Yuswohady dalam akun instagramnya @Yuswohady, juga telah menjadi selebriti endorser.

Sang model AI, Aitana punya 112.000 followers dan laris memasarkan beragam produk fashion dan kecantikan. Penghasilan Aitana saat ini mencapai USD4.000 atau lebih dari Rp60 juta per bulannya.

Mereka, kata Yuswohady, dipekerjakan oleh agensi periklanan dan para kreator AI persona untuk mendulang keuntungan. Menariknya, para pebisnis mulai melirik selebgram AI untuk mempromosikan produknya. Tentu saja, selebgram AI memiliki keunggulan dibandingkan manusia nyata, yaitu harga lebih murah dan tidak pernah ‘ngambek’ atau protes.

Selain selebgram AI, tidak mustahil jika ke depan juga bakal semakin banyak profesi yang tersisih oleh AI. Apakah selebgram AI akan membunuh profesi selebgram manusia nyata? Hanya, waktu yang bisa menjawabnya.

Baca juga artikel terkait INSIDER atau tulisan lainnya dari Suli Murwani

tirto.id - Ekonomi
Kontributor: Suli Murwani
Penulis: Suli Murwani
Editor: Dwi Ayuningtyas