Menuju konten utama

Politik Perumahan ala Jokowi: Gaet Milenial Jelang Pemilu

Jokowi berencana memberikan KPR khusus milenial pada tahun depan, berapapun gajinya.

Politik Perumahan ala Jokowi: Gaet Milenial Jelang Pemilu
Perumahan di Singaparna, Kabupaten Tasikmalaya, Jawa Barat, Jumat (13/7). ANTARA FOTO/Adeng Bustomi

tirto.id - Di tengah ancaman sulitnya generasi milenial memiliki rumah, pemerintah di pengujung tahun ini tiba-tiba memberikan angin segar. Program kredit rumah bersubsidi yang selama ini diarahkan untuk masyarakat berpenghasilan rendah (MBR), ke depannya juga akan menyasar kalangan milenial.

Kabar baik itu disampaikan langsung oleh Menteri Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) Basuki Hadimuljono. “Ya itu masih dipersiapkan. Dihitung dulu,” katanya seperti dilaporkan Tirto.

Selama ini, program kredit rumah bersubsidi memang dibatasi, yakni hanya yang memiliki gaji maksimal Rp4 juta untuk rumah tapak, dan Rp7 juta untuk rumah susun. Namun, pada tahun depan, berapapun gajinya, milenial bisa mengajukan kredit rumah bersubsidi.

Kabar gembira tersebut jelas menjadi kesempatan bagi milenial yang ingin memiliki rumah. Tidak bisa dipungkiri, fasilitas yang diberikan dari kredit rumah bersubsidi ini jauh lebih terjangkau ketimbang kredit rumah nonsubsidi atau komersial.

Untuk rumah subsidi, pemerintah melalui skema fasilitas likuiditas pembiayaan perumahan (FLPP) menawarkan uang muka 1 persen dengan bunga tetap 5 persen. Bunga tetap ini berlaku sampai dengan lunas.

Sementara untuk rumah nonsubsidi, fasilitas kredit yang diberikan lebih tinggi, baik dari uang muka maupun bunga. Program KPR milenial dari BTN misalnya, menawarkan bunga tetap 8,25 persen selama 2 tahun, namun setelah itu suku bunga bergerak fluktuatif.

Dimas, 29 tahun, mengaku baru tahu kabar rencana tersebut. Pria yang bekerja di Jakarta Selatan ini berharap rencana itu bisa terealisasikan lantaran dirinya memang sedang mencari rumah di pinggiran Jakarta. “Mudah-mudahan lancar. Pak Jokowi top,” ujarnya kepada Tirto.

Meski menjadi kabar gembira buat para milenial, rencana itu justru menimbulkan pertanyaan. Kenapa baru sekarang rencana itu diumumkan, di saat Pilpres 2019 akan digelar beberapa bulan lagi?

Pemerintah boleh menepis tudingan itu. Namun jika melihat rekam jejak pilpres selama ini, kebijakan yang populis menjelang pilpres memang kerap dikeluarkan petahana. Politik perumahan dikeluarkan menjelang pilpres.

Politik Perumahan

Presiden Soeharto juga melakukan hal yang sama. Di masa kepemimpinannya, kredit pemilikan rumah (KPR) pertama kali dikenalkan. Tepatnya pada 10 Desember 1976, Bank BTN merealisasikan KPR yang dibangun pengembang swasta bagi 17 debitur yang membeli rumah di Semarang dan Surabaya.

Pada tahun yang sama, Perum Perumnas menyelesaikan pembangunan rumah sederhana (RS) di Depok, Jawa Barat dan Klender, Jakarta Timur. Program ini berjeda beberapa bulan sebelum pemilu digelar pada 1977.

Dalam skala lebih kecil seperti di Jakarta, politik perumahan juga terjadi. Kandidat nonpetahana juga tidak ketinggalan memakai isu kebutuhan rumah rakyat untuk menaikkan elektabilitasnya. Gubernur DKI Anies Baswedan dan wakilnya Sandiaga Uno saat Pilkada 2017 misalnya, membawa gagasan uang (DP) muka nol rupiah.

Sayangnya, realisasi program DP nol rupiah itu sampai dengan saat ini belum ada kemajuan yang berarti. Sejauh ini, Anies baru meresmikan peletakan batu pertama pembangunan rusun DP nol rupiah di Kelapa Village pada Oktober 2018.

Penyediaan rumah bagi rakyat memang menjadi isu yang sensitif bagi masyarakat. Apalagi, rumah adalah kebutuhan utama manusia yang terbilang lebih sulit untuk dipenuhi ketimbang pangan atau sandang.

Oleh karena itu, penyediaan rumah bagi rakyat kerap menjadi topik yang diangkat saat masa-masa pemilu. Baik petahana maupun penantang umumnya selalu siap membawa gagasannya terkait kebutuhan rumah bagi rakyat itu. Di atas kertas, kekurangan pasok atau backlog mencapai 13 juta rumah. Adanya program rumah untuk milenial tentu jadi kesempatan untuk mengurangi masalah kronis itu.

Infografik KPR dari Masa Ke masa

Infografik KPR dari Masa Ke masa

Kepentingan isu rumah rakyat bagi pemerintah tidaklah main-main. Pindo Tutoko, pengajar dari Fakultas Arsitektur Universitas Merdeka Malang dalam paper-nya bahkan menyebutkan keberadaan perumahan adalah kestabilan politik.

“Pemerintah yang berkuasa bisa mengadopsi intervensi perumahan karena para pembuat keputusan percaya kebijakan ini dapat menanggulangi sistem sosial dan politik yang tengah memburuk,” tulisnya.

Jika dikaitkan dalam konteks generasi milenial yang tengah kesulitan memiliki rumah, maka kebijakan perumahan dari Jokowi terbilang tepat, dan bisa jadi mengurangi kegelisahan para milenial yang kesulitan mendapatkan rumah.

Sementara itu, Ketua Umum The Housing and Urban Development Institute atau The HUD Institute Zulfi Syarif Koto menilai sah-sah saja bagi petahana maupun nonpetahana dalam membuat kebijakan populis terkait rumah rakyat.

“Kebutuhan rumah itu isu sensitif bagi masyarakat. Namun, kalau dari saya, yang penting itu adalah realisasinya. Selama ini, saya lihat upaya untuk memenuhi kebutuhan rumah rakyat itu belum cukup baik,” katanya kepada Tirto.

Menurut Zulfi, kemauan politik dari pemerintah mutlak dibutuhkan agar kebutuhan rakyat akan papan bisa terpenuhi. Baginya, memenuhi kebutuhan rumah bukanlah sekadar dari fisik, namun juga dari kebijakannya.

Di sisi lain, rencana Jokowi memberikan kredit rumah bersubsidi bagi milenial agaknya tidak mudah terealisasi. Pasalnya, rencana itu dinilai salah sasaran karena subsidi seharusnya hanya diperuntukkan bagi MBR atau orang tidak mampu.

“Kalau batasan gaji dihilangkan, subsidi pemerintah yang salah sasaran akan semakin terbuka lebar. Lebih baik pemerintah fokus bagi warga yang tidak punya gaji atau pendapatan tetap. Itu jumlahnya lebih banyak daripada milenial,” tutur Zulfi.

Kekhawatiran Zulfi cukup beralasan, belum lagi persoalan risiko kredit macet. Jadi, politik rumah ala Jokowi ini akan berhasil di tahun politik?

Baca juga artikel terkait KREDIT RUMAH atau tulisan lainnya dari Ringkang Gumiwang

tirto.id - Ekonomi
Penulis: Ringkang Gumiwang
Editor: Suhendra