Menuju konten utama

Pola Tanam Food Estate Rugikan Petani di Pulang Pisau Kalteng

Pola tanam sistem food estate justru bikin hasil produksi padi menurun di Desa Blanti Siam, Pulang Pisau, Kalteng.

Pola Tanam Food Estate Rugikan Petani di Pulang Pisau Kalteng
Petani menanam padi di lahan bekas gambut di Desa Belanti Siam, Kabupaten Pulang Pisau, Kalimantan Tengah, Kamis (11/6/2020). ANTARA FOTO/Makna Zaezar/aww.

tirto.id - Kepala Desa Blanti Siam, Kecamatan Pandih Batu, Kabupaten Pulang Pisau, Kalimantan Tengah, Amin Arifin mengeluhkan penurunan hasil produksi padi di wilayahnya yang masuk dalam program lumbung pangan atau food estate yang dicanangkan pemerintah pusat. Bahkan, banyak juga petani yang mengalami gagal panen.

Menurut Amin salah satu penyebabnya adalah perubahan pola tanam yang biasa hanya dua kali tanam dalam setahun menjadi harus tiga kali dalam satu tahun, mengikuti anjuran pemerintah.

"Perubahan pola tanam yang dianjurkan oleh pemerintah menjadi tiga kali dalam satu tahun, sementara kebiasaan petani di desa setempat menerapkan pola dua kali tanam dalam satu tahun," kata Amin di Pulang Pisau, Rabu (27/1/2021) dilansir dari Antara.

Pemerintah, terang Amin, sebelumnya melihat situasi tanah atau lahan yang ada bisa ditanami untuk tiga kali panen, sehingga mempercepat waktu tanam. Padahal, kebiasaan petani di desanya hanya dua kali tanam saja. Alhasil, dari lahan yang dicoba seluas 1.000 hektare, hampir 90 persen petani tidak mendapatkan hasil panen yang memuaskan, meski tidak semua lahan yang gagal.

"Padahal petani sudah menyampaikan dan menegaskan bahwa kebiasaan atau tradisi petani di daerah setempat hanya dua kali tanam saja, namun pemerintah akhirnya memajukan musim tanam dengan membantu saprodi [sarana produksi] kepada petani," terang Amin.

Akibatnya, petani di desanya saat ini hanya memperoleh hasil 1,5 ton dalam lahan seluas satu hektare, bahkan ada yang di bawah angka tersebut. Padahal, biasanya mereka bisa menghasilkan 3,5 sampai 4 ton gabah. Bahkan, apabila menggunakan varietas hibrida dan ditanam secara manual, hasil panen petani bisa mencapai 5-7 ton dalam satu hektare lahan.

Tidak sependapatnya petani dengan anjuran pemerintah itu juga dikuatkan dengan kebiasaan petani yang biasanya menghindari menamam pada November dan Desember karena banyak terjadi serangan tikus dan hama. Ditambah pada Januari saat panen seperti ini masih dalam musim penghujan dan kencangnya angin yang turut membuat banyak tanaman padi roboh.

Untuk itulah, kata Amin para petani di desanya meminta kembali ke pola tanam yang sudah menjadi kebiasaan petani setempat, yakni menolak anjuran tiga kali tanam dalam satu tahun.

"Ada petani yang menyatakan istirahat hingga menunggu musim tanam yang tepat yaitu bulan Maret dan April. Beberapa kelompok lain juga menanam sesuai dengan tradisi petani sebelumnya karena kondisi alam yang tidak bisa dipaksakan seperti kemauan pemerintah memski didukung dengan saprodi yang lengkap," ucap Amin.

Kepala Seksi Pemerintahan Desa Blanti Siam, Sukardi menambahkan sejak hasil panen petani di desanya merosot, kunjungan pejabat kabupaten, provinsi maupun pusat ke desanya juga jauh menurun. Padahal para petani membutuhkan dukungan atas kerugian yang dialami akibat mengikuti anjuran pemerintah yang menerapkan tiga kali tanam dalam setahun.

Sementara itu, Balai Pengkajian Teknologi Pertanian (BPTP) Provinsi Kalimantan Tengah justru sedang menyiapkan panen raya di kawasan pengembangan food estate, khususnya di kawasan Center of Excellent Pulang Pisau. Padahal ada kerugian yang dialami para petani di salah satu desa yang ada di Pulang Pisau akibat berubahnya kebiasaan pola tanam.

"Kami sedang menyiapkan panen raya yang direncanakan pada minggu pertama Februari, sekitar 200-250 hektare," kata Kepala BPTP Kalteng Dr Syamsuddin melalui Koordinator Teknis Kawasan Food Estate Dr Susilawati di Palangka Raya, Jumat dilansir dari Antara.

Terkait rencana panen raya tersebut, pihaknya pun sudah melihat kondisi lahan dan pertanaman, sehingga memang benar-benar siap dilakukan dalam waktu dekat.

Lebih lanjut dijelaskannya, produktivitas dari hasil-hasil yang digali di lapangan sangat beragam, namun pada prinsipnya didapatkan produksi 4-6 ton per hektare.

Baca juga artikel terkait FOOD ESTATE

tirto.id - Sosial budaya
Sumber: Antara
Penulis: Bayu Septianto
Editor: Abdul Aziz