Menuju konten utama

PKL Malioboro Berharap Ada Ruang Dialog dengan Pemerintah Daerah

Ratusan PKL duduk bersila dan dikelilingi pendar lilin sebagai simbol belasungkawa dan keprihatinan atas kejadian ricuh Sabtu malam.

PKL Malioboro Berharap Ada Ruang Dialog dengan Pemerintah Daerah
Ratusan PKL melakukan aksi damai di depan Teras Malioboro. (FOTO/Dina T Wijaya)

tirto.id - Rangkaian aksi protes pedagang kaki lima (PKL) Malioboro masih berlanjut sejak ricuh pada Sabtu malam. Para pedagang yang tergabung dalam Paguyuban Lindungan Pedagang Kaki Lima Malioboro (PLPKM) kembali berkumpul di depan halaman Teras Malioboro 2 dalam agenda doa bersama, Minggu (14/7/2024) malam.

Doa bersama ini digelar sebagai respons kekecewaan para PKL atas kebijakan rencana relokasi lapak mereka. Ratusan PKL duduk bersila dan dikelilingi pendar lilin sebagai simbol belasungkawa dan keprihatinan atas kejadian ricuh Sabtu malam.

Acara yang digelar di tengah lalu lalang wisatawan Malioboro itu menjadi momentum para pedagang mengajak publik turut meperhatikan nasib PKL. Sebelum doa bersama, beberapa perwakilan PKL menyampaikan kembali keresahan mereka akan kebijakan Pemkot Yogyakarta yang dianggap tidak partisipatif.

“Kami tidak serta merta menentang kebijakan, tapi kita hanya ingin ruang dialog pada pemerintah supaya ada komunikasi dua arah,” kata Upik Supriyati, salah satu pengurus paguyuban saat diwawancara kontributor Tirto selepas aksi.

Para PKL meminta kejelasan mekanisme relokasi, termasuk kriteria relokasi pedagang, lokasi dan waktu pelaksanaan relokasi. Selama ini, para PKL mengaku tak mendapat transparansi dan informasi resmi dari pemerintah. Proses pengambilan kebijakan pun tidak melibatkan PKL. Mereka merasa pasca relokasi ke Teras Malioboro 2, kondisi mereka kian terpuruk, berbanding terbalik dengan kondisi saat di selasar.

Menurut Upik, aksi-aksi lanjutan akan terus digelar sampai pemerintah terkait memberikan respons atas tuntutan mereka. Upik mengungkapkan, selama dipindah dari selasar, selain pendapatan mereka anjlok, kondisi lapak juga tidak strategis.

Fasilitas Teras Malioboro 2 dinilai tak layak juga menjadi alasan mereka ingin kembali berdagang di selasar.

“Akan terus kita lakukan sampai pemerintah dari Pemkot sendiri dan Pemda DIY turun mendengar langsung keluhan yang terjadi sebenarnya di sini,” kata dia, Minggu malam.

Dalam aksi malam itu, PKL menyayangkan imbas rencana pembangunan Jogja Planning Gallery di lokasi Teras Malioboro. Para PKL di kawasan tersebut akan dipindahakan secara serentak setelah proses pembangunan tempat relokasi rampung hingga akhir 2024.

Dalam prosesnya, PKL merasa tidak dilibatkan dan hanya mendengar informasi pemindahan secara sepihak. Sementara Detail Engineering Desain (DED) pembangunan relokasi pasar di Beskalan dan Ketandan sudah disiapkan.

“Kepastian luasan lapak, jaminan kesejahteraan dan penghidupannya, apakah di sana ramai atau tidak itu belum ada sama sekali kejelasan,” tutur Upik.

Aksi ini berlangsung tertib dan damai. Di akhir acara, para PKL membacakan deklarasi yang berisi tuntutan mereka kepada pihak pemerintah. PKL mengharapkan permasalahan-permasalahan pedagang yang telah disuarakan dalam aksi tersebut didengar dan menjadi evaluasi atas kebijakan relokasi.

Ratusan PKL malam itu menutup aksi doa bersama dengan menabur bunga di sepanjang halaman Teras Malioboro 2.

Aksi PKL Malioboro

Doa bersama PKL Malioboro. (FOTO/Dina T Wijaya)

Baca juga artikel terkait PKL MALIOBORO atau tulisan lainnya dari Dina T Wijaya

tirto.id - Sosial budaya
Kontributor: Dina T Wijaya
Penulis: Dina T Wijaya
Editor: Abdul Aziz