Menuju konten utama

Pertaruhan Pansel dalam Seleksi Capim demi KPK yang Lebih Baik

Sejarah akan mencatat apakah pansel akan mengulangi kesalahan periode sebelumnya yang meluluskan Firli dkk, atau menghasilkan Pimpinan KPK yang lebih baik.

Pertaruhan Pansel dalam Seleksi Capim demi KPK yang Lebih Baik
Ketua Pansel Calon Pimpinan dan Dewan Pengawas KPK Muhammad Yusuf Ateh (tengah) didampingi anggota (kiri ke kanan) Ahmad Erani Yustika, Rezki Sri Wibowo, Elwi Danil dan Ivan Yustiavandana menyampaikan keterangan pers di kantor Kementerian Sekretariat Negara, Jakarta, Rabu (24/7/2024). ANTARA FOTO/Elsa/sgd/nz

tirto.id - Panitia Seleksi (Pansel) Calon Pimpinan (Capim) Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) telah mengumumkan 236 orang (71 persen) dari 318 pendaftar Capim KPK dinyatakan lulus seleksi administrasi.

Pengumuman nama 236 orang ini tercantum dalam Pengumuman Nomor 37/PANSEL-KPK/07/2024 tentang Hasil Seleksi Administrasi Calon Dewas KPK Masa Jabatan Tahun 2024-2029 sebagaimana diumumkan lewat laman Setneg.

Dari 236 nama tersebut, ada beberapa nama tokoh politik, akademisi, pejabat negara, maupun mantan pegawai hingga pimpinan KPK. Beberapa nama yang lulus di antaranya adalah Johan Budi.

Ia merupakan Anggota DPR RI periode 2019-2024 dari Fraksi PDIP. Johan Budi juga merupakan mantan Pelaksana Tugas Wakil Ketua KPK pada 2015 dan mantan Juru Bicara KPK sejak 2006-2014

Kemudian ada nama Pahala Nainggolan. Ia adalah Deputi Pencegahan dan Monitoring KPK. Pahala sempat menjadi auditor Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) Bali.

Selain Pahala, dua pimpinan KPK, Nurul Ghufron dan Johanis Tanak, juga dinyatakan lulus seleksi tahap awal. Keduanya menjabat sebagai Wakil Ketua KPK periode 2019-2024.

Di luar itu ada Dian Patria, Kepala Satuan Tugas Koordinasi dan Supervisi Wilayah V KPK yang juga dinyatakan lulus. Lalu Agung Setya Effendi yang merupakan Sekretaris Utama Badan Intelijen Negara (BIN). Agung sempat menjabat sebagai Kapolda Riau pada 2019-2021. Selanjutnya ada Sudirman Said, Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) periode 2014-2016.

Nama-nama lainnya juga lulus yakni RZ Panca Putra S, Sekretaris Utama Lembaga Ketahanan Nasional. Ia sebelumnya sempat menjabat sebagai Direktur Penyidikan KPK (2018-2020), Kapolda Sulawesi Utara (2020-2021) dan Kapolda Sumatra Utara (2021-2023). Ada juga Budiman Tanuredjo, pemimpin redaksi Harian Kompas periode 2014-2016 dan Poengky Indarti, Anggota Kompolnas sejak 2016 hingga saat ini.

Di samping itu, juga terdapat empat eks Pegawai KPK korban TWK (Tes Wawasan Kebangsaan) era Firli Bahuri. Mereka adalah Mantan Deputi Pengawasan Internal dan Pengaduan Masyarakat KPK, Herry Muryanto, mantan Direktur Pendidikan dan Pelayanan Masyarakat (Dikyanmas) KPK Giri Suprapdiono. Kemudian mantan Kepala Training Pusat Edukasi Antikorupsi KPK, Hotman Tambunan, dan mantan Kabag Rumah Tangga KPK, Arien Marttanti Koesniar.

Peneliti Pusat Studi Anti-Korupsi (SAKSI) Fakultas Hukum (FH) Universitas Mulawarman, Herdiansyah Hamzah, mengatakan ada beberapa catatan merah dari nama-nama yang berhasil lulus tahap administrasi. Salah satunya karena masih ada nama Nurul Gufron dan Johanis Tanak yang merupakan pimpinan KPK di masa Firli Bahuri.

"Artinya mereka itu adalah yang sebenarnya gagal dalam memulihkan dan mengembalikan KPK di era Firli Bahuri," ujar pria akrab disapa Castro kepada Tirto, Kamis (25/10/2024).

DESAK CORET CAPIM KPK BERMASALAH

Aktivis yang tergabung dalam Koalisi Masyarakat Sipil membentangkan spanduk ketika melakukan aksi saat Hari Bebas Kendaraan Bermotor (HBKB) di kawasan Bundaran HI, Jakarta, Minggu (1/9/2019). ANTARA FOTO/Hafidz Mubarak A/aww.

Tapi, bukankah mereka tidak tersangkut masalah hukum? Memang bukan. Tetapi, kata Castro, dalam beberapa kasus ketika Firli dinyatakan sebagai tersangka oleh Polda Metro Jaya, keduanya seolah pasang badan untuk Firli. Artinya mereka tidak secara langsung melakukan kejahatan, tetapi membela Firli itu sama saja membela kejahatan yang dia lakukan.

"Bagi saya Pimpinan KPK yang mendaftar kembali seperti tidak tahu malu. Dan semestinya diberikan catatan merah oleh pansel," tegasnya.

Kedua, Castro juga memberikan catatan Pansel KPK untuk memberikan label merah kepada mereka yang secara tidak langsung memiliki hubungan dengan partai politik. Misalnya seperti Johan Budi yang merupakan kader PDIP.

"Artinya, kita mesti belajar dari pengalaman bahwa selama ini yang rusak KPK ketika kita tidak secara konsisten membuat semacam garis agar dipotong bagaimana intervensi partai politik. Apalagi Johan Budi yang secara nyata adalah kader partai politik. Jadi semestinya diberikan catatan merah saja," kata dia.

Mantan penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Yudi Purnomo, mengatakan jika dilihat dari nama-nama Capim KPK yang lulus tahap pertama pansel masih bermain aman. Artinya, mereka meluluskan sebagian nama-nama di atas dari berbagai kalangan itu, baru berdasarkan administrasi saja belum kepada hal-hal lainnya.

"Nanti kita lihat bagaimana proses selanjutnya, yaitu uji tertulis. Itu tentu akan semakin mengerucut dan mengecil jumlahnya sampai nanti 10 orang," ujar Yudi kepada Tirto, Kamis (25/7/2024).

Perlu Lihat Rekam Jejak Capim KPK

Yudi mengatakan, dari nama-nama yang beredar dengan latar belakang yang berbeda, masih terlalu dini untuk bisa disimpulkan bagaimana mereka bisa membawa KPK ke depan lebih baik. Tapi setidaknya, ini perlu diwanti-wanti kepada pansel untuk tahapan selanjutnya agar mereka lebih berani coret yang memiliki rekam jejak bermasalah.

Ia menekankan, pansel harus berani menelusuri rekam jejak kandidat secara serius agar didapatkan kandidat yang independen. Penelusuran rekam jejak bukan hanya terkait hukum, tetapi juga menyangkut etika. Sehingga potret suram seleksi 2019 yang meluluskan pelanggar etik seperti Firli Bahuri tidak boleh lagi diulangi.

"[Rekam jejak] bukan hanya berdasarkan laporan dari masyarakat, bukan hanya menunggu dari masyarakat, tetapi juga berdasarkan penelusuran mereka sendiri. Karena sebagai pansel dibentuk presiden, mereka bisa berkoordinasi mulai dari KPK, Kejaksaan, hingga Kepolisian, untuk bisa menelusuri masing-masing dari calon ini," ujar Yudi.

Sementara itu, Peneliti Pusat Kajian Antikorupsi (PUKAT) Fakultas Hukum Universitas Gadjah Mada (UGM), Zaenur Rohman, mengatakan salah satu yang membuat KPK kurang independen karena SDM-nya masih didominasi dari unsur penegak hukum atau lembaga luar KPK.

Oleh karena itu, menurut Zaenur, ke depan KPK harus benar-benar diisi oleh orang-orang yang independen. Artinya bebas dari pengaruh kekuasaan manapun dan dari lembaga manapun.

"Karena KPK itu independen. Sehingga harusnya memang pimpinan dan pegawai KPK itu harus benar benar independen," ujar Zaenur kepada Tirto, Kamis (25/7/2024).

Indeks persepsi korupsi Indonesia

Pekerja membersihkan gedung Merah Putih KPK, Jakarta, Kamis (25/4/2024). Berdasarkan Transparency International skor Indeks Persepsi Korupsi (IPK) Indonesia pada tahun 2023 di angka 43 dengan peringkat 115 atau merosot dari tahun sebelumnya di peringkat 110. ANTARA FOTO/Hafidz Mubarak A/nym.

Walaupun nantinya, kata Zaenur, ada penegak hukum terpilih, mereka harus memutus betul hubungan profesionalnya dengan institusi asal dengan cara dinonaktifkan sementara ketika menjabat di KPK. Sehingga tidak akan timbulkan konflik kepentingan. "Poinnya di situ," imbuh dia.

Ia menambahkan, masa depan KPK akan sangat bergantung bagaimana proses seleksi capim yang dilakukan oleh pansel. Sehingga proses seleksi Pimpinan KPK ini harus dilakukan secara fair play dengan benar-benar adil dan secara transparan.

Kalau di antara mereka berintegritas, kompeten, memiliki track record baik, tidak ada celahnya, mereka menurut Zaenur, layak lulus. Tapi jika di antara mereka cacat integritas, kompetensinya diragukan, ada masalah catatan rekam jejak yang hitam, pidana, maka sebaliknya sangat tidak layak.

"Jangan sampai kejadian Firli Bahuri [sebagai] kegagalan pansel dulu terjadi lagi," katanya.

Maka itu, tambahnya, untuk mencegah hal tersebut pansel tidak boleh membuat sistem kuota kepada polisi atau jaksa dan penegak hukum lain secara khusus. Karena jika memberi kuota kepada polisi dan jaksa secara khusus, artinya sama saja menjadikan KPK sebagai lembaga sekretariat bersama bukan sebagai lembaga negara bersifat independen.

"Oleh karena itu, tidak boleh ada perlakuan khusus kepada aparat penegak hukum ketika mengikuti proses seleksi Pimpinan KPK. Lakukan seleksi secara fair play dan selanjutnya harus terima masukan dari masyarakat seluas-luasnya mengenai rekam jejak semua pendaftar, termasuk aparat penegak hukum," jelas dia.

Selain menerima masukan dari masyarakat, pansel juga punya kewajiban untuk melakukan tracking sendiri. Tentu dengan meminta lembaga yang memiliki kompetensi agar dapat memperoleh calon bebas dari cacat etik apalagi cacat pidana.

Tidak kalah penting, pansel tidak boleh tunduk kepada tekanan pihak manapun. Baik tekanan dari pejabat politik seperti pemerintah atau kolega penegak hukum.

"Tekanan pasti ada, tetapi pansel harus lawan karena akan tercatat dalam sejarah apakah mengulangi kesalahan kemarin yang kemudian menghadirkan Firli dkk, atau akan menghasilkan Capim KPK baik. Ini akan dicatat oleh sejarah," ungkapnya.

Pansel ini, kata Zaenur, akan menentukan KPK lima tahun ke depan karena pimpinan yang terpilih sangat berpengaruh. Meskipun UU 19/2019 sangat berpengaruh terhadap independensi kinerja KPK, setidaknya kalau pimpinan KPK berkualitas dan independen, berintegritas, kompeten, maka setidaknya dengan nahkoda baik bisa mengarungi samudra ke depan yang lebih banyak ombaknya.

Baca juga artikel terkait PANSEL KPK atau tulisan lainnya dari Dwi Aditya Putra

tirto.id - News
Reporter: Dwi Aditya Putra
Penulis: Dwi Aditya Putra
Editor: Irfan Teguh Pribadi