Menuju konten utama

ICW Minta Pansel KPK Tidak Sinis saat Dikritik Masyarakat Sipil

Peneliti ICW, Kurnia Ramadhana, meminta Pansel KPK 2024 tidak sinis ketika dikritik atau ditanggapi oleh masyarakat sipil.

ICW Minta Pansel KPK Tidak Sinis saat Dikritik Masyarakat Sipil
Wakil Ketua Pansel KPK, Arief Satria dan pemimpin redaksi media memberikan keterangan pers mengenai skeptis dengan kinerja panitia seleksi (Pansel) KPK di Kementerian Sekretaris Negara, Rabu (5/6/2024). tirto.id/M. Irfan Al Amin

tirto.id - Peneliti Indonesia Corruption Watch (ICW), Kurnia Ramadhana, berharap Panitia Seleksi (Pansel) Calon Pimpiman (Capim) dan Calon Dewan Pengawas (Cadewas) Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) 2024-2029 untuk tidak sinis saat menerima tanggapan atau dikritik masyarakat sipil saat proses seleksi berlangsung.

"Kalau masyarakat memberikan tanggapan, jangan dianggap sinis jangan dituding politik," kata Kurnia dalam diskusi publik ‘Daftar Capim KPK, Kuatkan Harapan Indonesia’ melalui zoom meeting, Jumat (12/7/2024).

Kurnia lantas menyinggung kritik masyarakat sipil yang diabaikan oleh Pansel KPK 2019 lalu. Kala itu, publik sudah mengritik lewat penelusuran rekam jejak kandidat pimpinan KPK saat seleksi 2019. Waktu itu, masyarakat sipil mengritik Pansel KPK yang meloloskan mantan Deputi Penindakan KPK, Firli Bahuri, sebagai pimpinan KPK.

Pada akhirnya, Firli terpilih sebagai pimpinan. Akan tetapi, mantan Kapolda NTB itu malah menimbulkan permasalahan bagi lembaga antirasuah. Purnawirawan Polri bintang 3 itu akhirnya mundur karena tersangkut kasus pemerasan dan pernah melanggar etik.

Selain itu, Kurnia mengatakan, Pansel KPK 2019 malah menuduh masyarakat sipil berpolitik saat menyampaikan aspirasi. Masyarakat sipil juga mengritik tentang potensi konflik kepentingan pansel dengan institusi tertentu. Akan tetapi, kritik tersebut tidak direspon dan digubris hingga berujung kekacauan.

"Ada mitos yang selalu berkembang ketika proses seleksi pimpinan KPK misalnya pimpinan KPK harus diisi oleh aparat penegak hukum itu kan asumsi itu kan pendapatnya sebenarnya itu tidak ada landasan hukumnya," ujar Kurnia.

"Namun, kita bukan pada posisi menolak aparat penegak hukum. Akan tetapi, tidak boleh ada perlakuan khusus kepada aparat penegak hukum ketika mendaftar sebagai Calon Komisioner dan Calon Dewan KPK," tutur Kurnia.

Di saat yang sama, mantan Wakil Ketua KPK periode 2003-2007, Erry Riyana Hardjapamekas, mengingatkan kembali pentingnya penelusuran rekam jejak. Ia menilai, penelusuran rekam jejak harus menjadi satu variabel demi kepentingan masa depan KPK.

“Penelusuran rekam jejak memang menjadi sangat penting , tentu yang lain sama pentingnya, tapi penelusuran jejak sangat penting dan itu bisa diperoleh dari banyak pihak dari Kepolisian bisa dari BIN bisa dari KPK sendiri bisa,” kata Erry.

Oleh karena itu, Kurnia mengatakan bahwa ICW bersama Koalisi Masyarakat Sipil akan kembali menelusuri rekam jejak dari para pendaftar capim dan cadewas KPK periode 2024-2029. Ia mengatakan, mereka sudah membangun laman bernama rekamjejak.net untuk menelusuri latar belakang para pendaftar baik pimpinan maupun dewas.

“Kebetulan kami memiliki website namanya rekamjejak.net kami akan bantu kerja pansel untuk memberitahukan siapa saja latar belakang para pendaftar jadi masyarakat bisa berpartisipasi aktif untuk mengawal seleksi ini," ujar Kurnia.

“Tentu kemudian dari masyarakat itu semua kita campur, kita masak sampai ada keyakinan orang itu memiliki kredibilitas dan integritas yang cukup,” tutup Kurnia.

Baca juga artikel terkait PANSEL KPK 2024-2029 atau tulisan lainnya dari Auliya Umayna Andani

tirto.id - Hukum
Reporter: Auliya Umayna Andani
Penulis: Auliya Umayna Andani
Editor: Andrian Pratama Taher