tirto.id - Alat utama sistem senjata (alutsista) sebagai bagian dari pertahanan negara menjadi perbincangan publik menjelang debat capres yang akan digelar pada Minggu (7/1/2024) malam. Tema debat ketiga Pilpres 2024 ini akan membahas isu pertahanan, keamanan, hubungan internasional, globalisasi, geopolitik, dan politik luar negeri.
Hal tersebut tidak lepas dari kritik yang dilontarkan cawapres nomor urut 1, Muhaimin Iskandar, terhadap kebijakan pemerintah Presiden Joko Widodo. Pria yang akrab disapa Cak Imin ini mempersoalkan penambahan utang hingga 4,25 miliar dolar AS atau Rp61,7 triliun untuk keperluan alutsista. Ia sebut lebih baik bujet sebesar itu dipergunakan untuk kebutuhan pangan.
Kritik Cak Imin tentu tidak hanya diarahkan ke Jokowi, tapi juga terhadap kementerian teknis, yaitu Prabowo Subianto sebagai menteri pertahanan sekaligus salah satu capres.
“Buat apa kita utang ratusan triliun, tapi untuk sesuatu yang nyatanya tak dibutuhkan. Nyatanya yang kita butuh adalah pangan,” kata Cak Imin di Kabupaten Bandung, Jawa Barat, Rabu (3/1/2024).
Cak Imin menilai pemerintah lebih baik menggunakan anggaran utang untuk pengadaan alat pertanian daripada pertahanan. Menurut dia, pemerintah terlalu besar menganggarkan utang untuk alutsista padahal Indonesia masih ketergantungan pangan.
“Yang bahaya sekali, bahaya yang pertama adalah kalau mengandalkan impor, sementara negara lain juga sudah mulai menghentikan ekspor karena kebutuhannya sudah sangat besar,” kata Cak Imin yang pada Pilpres 2024 ini berpasangan dengan Anies Baswedan.
Wakil Ketua Tim Kampanye Nasional (TKN) Prabowo-Gibran, Meutya Hafidz, menilai Cak Imin yang juga Wakil Ketua DPR RI seharusnya paham masalah pengadaan alutsista, apalagi ia pernah menjadi anggota Komisi I. Akan tetapi, Meutya menduga kritik Cak Imin tersebut berkaitan dengan posisi Prabowo yang saat ini maju sebagai kandidat pada Pilpres 2024.
“Saya menilai pernyataan beliau bukan karena tidak paham, namun memiliki intensi lain terhadap menhan yang saat ini menjadi calon presiden,” ucap Meutya saat dihubungi Tirto, Kamis (4/1/2024).
Meutya mengatakan, Cak imin tahu persis Indonesia membutuhkan alutsista. Oleh karena itu, politikus Golkar ini yakin kritikan Cak Imin itu bentuk inkonsistensi sejak perhelatan pilpres, setelah mengkritik Ibu Kota Nusantara (IKN).
“Mungkin ini adalah jalan politik yang harus ditempuh Cak Imin setelah mengusung perubahan di Pilpres 2024. Masyarakat bisa menilai sendiri,” kata Meutya.
Visi Misi Paslon soal Pertahanan dan Alutsista
Persoalan alutsista tentu akan menjadi bagian dari pembahasan debat yang akan diikuti oleh tiga capres, yaitu Anies Baswedan, Prabowo, dan Ganjar Pranowo. Terlepas dari perdebatan di atas, ketiga paslon sudah memasukkan isu ini dalam visi misi mereka, khususnya terkait pertahanan negara.
Di kubu Anies-Muhaimin atau AMIN misalnya, pengembangan TNI dilakukan dengan cara merumuskan strategi pengembangan sistem pertahanan Indonesia yang relevan dengan situasi nasional dan internasional.
Paslon nomor urut 1 ini akan mendorong gerakan gelar kekuatan strategis dari Sabang sampai Merauke dengan dukungan Angkatan Darat yang fleksibel dan adaptif, Angkatan Laut yang menjadi blue water navy, serta Angkatan Udara yang terotomatisasi dan mampu meraih supremasi udara.
Dalam proses pengadaan alutsista, pasangan AMIN akan mendorong ketersediaan alutsista temporer dan adaptif usai pengadaan Minimum Essential Force (MEF) tahap ketiga.
“Mendorong ketersediaan alutsista kontemporer dan adaptif terhadap kapabilitas lawan melalui penuntasan program Minimum Essential Force, peningkatan dan pelaksanaan program Essential Force pasca-2024, dan pengadaan alutsista network-centric,” demikian bunyi paparan halaman 79 dalam visi misi AMIN.
Selain itu, AMIN juga berupaya mendorong inovasi, produksi dan teknologi pertahanan alutsista lewat transfer teknologi, akuisisi alutsista teknologi tinggi, serta memperkuat industri pertahanan dalam negeri.
Paslon ini juga berupaya mengembangkan teknologi pertahnaan antariksa serta mendorong TNI perempuan untuk mengisi jabatan tinggi TNI.
Sementara itu, pasangan calon nomor urut 2, Prabowo-Gibran, juga memaparkan upaya mereka dalam pengembangan sistem pertahanan dan keamanan negara. Beberapa langkah yang dilakukan adalah meningkatkan anggaran pertahanan secara bertahap untuk memodernisasi alutsista.
“Meningkatkan jumlah anggaran pertahanan secara bertahap untuk memenuhi kekuatan optimal dan melakukan modernisasi alat utama sistem senjata TNI,” demikian bunyi visi misi Prabowo-Gibran halaman 41 tentang sistem pertahanan dan keamanan negara.
Paslon ini juga akan mendorong peningkatan kemampuan industri strategis nasional dalam pemenuhan alutsista TNI-Polri. Mereka memperkuat juga wawasan Nusantara dengan penguatan komponen cadangan.
Prabowo-Gibran juga akan mendorong agar penguatan postur pertahanan dengan konsep optimum essential forces, mencegah aksi terorisme lewat reformasi sektor keamanan, pembenahan regulasi keamanan, reorientasi pendidikan penegak hukum, memperkuat sinergi antar-instrumen pertahanan dan keamanan dalam penanganan terorisme hingga penguatan kehadiran TNI di perbatasan.
Sedangkan paslon nomor urut 3, Ganjar-Mahfud MD, menawarkan sistem pertahanan 5.0. Dalam gagasan tersebut, Ganjar-Mahfud menawarkan sejumlah hal, mulai dari modernisasi pertahanan SAKTI, yakni memperkuat pertahanan Indonesia dengan daya gentar dan alutsista SAKTI atau perkasa dengan teknologi 5.0.
Ganjar-Mahfud juga akan memperkuat pertahanan dengan modernisasi alutsista dan memperkuat kemampuan dalam menghadapi ancaman dan tantangan.
Selain pemenuhan kesejahteraan prajurit, Ganjar-Mahfud juga menawarkan kemandirian industri pertahanan Indonesia dan membawa ke tingkat dunia.
“Mendorong kemandirian sebagai bagian dari rantai pasok global untuk memenuhi kebutuhan pertahanan dan keamanan yang akan memperkuat proses alih teknologi, pembangunan kekuatan pertahanan, konektivitas nasional dan penguatan daya gentar,” demikian bunyi poin 8.2.3 dalam visi-misi Ganjar-Mahfud halaman 58.
Persiapan dan Gagasan Paslon Jelang Debat
Sekretaris TKN Prabowo-Gibran, Nusron Wahid, memastikan persiapan capres nomor urut 2 menjelang debat ketiga Pilpres 2024, hanya tidur nyenyak hingga makan enak. Tema debat ketiga ini memang akan membahas isu yang menjadi “makanan” Prabowo karena berkaitan dengan tugas dia sebagai menteri pertahanan.
“Pak Prabowo sudah mempersiapkan diri, sudah persiapan, persiapannya apa kalau debat, seperti biasa tidur nyenyak, makan enak, ketawa ngakak,” kata Nusron kepada wartawan, Rabu (3/1/2024).
Nusron mengatakan, Prabowo juga beristirahat yang cukup hingga baca buku sebagai persiapan debat. “Kalau bisa syukur-syukur, ya, istirahat yang cukup, baca buku yang to the point, yang enak itu namanya persiapan debatnya,” tutur Nusron.
Sementara itu, Juru Bicara AMIN, Billy David, yakin Anies bisa memberikan kejutan dan membahas materi-materi penting seperti isu anggaran belanja alutsista Kementerian Pertahanan yang naik signifikan.
Billy juga yakin Anies akan bisa menjawab masalah militer karena kubu AMIN didukung oleh para purnawirawan TNI.
“Kalau elemennya TNI, kami punya juga. Kapten juga dari unsur [TNI] dari kami juga ada forum purnawirawan yang mendukung AMIN di mana kapten Timnas, kemudian Bang Sutiyoso ada di dalam situ, tentu mereka punya perspektif untuk memberikan masukan,” kata Billy di Jakarta, Kamis (4/12/2024).
Billy juga mengklarifikasi pernyataan Cak Imin soal alutsista banyak-banyak. Ia menekankan Muhaimin melihat dari sisi ekonomis dalam pengelolaan anggaran. Ia juga mengklaim pernyataan Cak Imin bukan menyudutkan, melainkan kritik semata.
Berbeda dengan kubu Ganjar-Mahfud. Juru Bicara TPN Ganjar Mahfud, Cyril Raoul Hakim atau Cicho Hakim, menegaskan paslon nomor urut 3 tidak mempersoalkan utang, melainkan mempersoalkan pengelolaan penggunaan anggarannya.
“Pada prinsipnya masalah utang pembelian alutsista atau proyek lainnya di luar Kementerian Pertahanan, memang tidak bisa dihindari dari sebuah negara, tetapi yang menjadi permasalahan, yang belum sempat mungkin dijelaskan secara detail adalah harga-harga yang cukup fantastis dari nilai yang diajukan untuk pembelian alutsista,” kata Cicho kepada Tirto, Kamis (4/1/2024).
Ia mencontohkan saat pemerintah ingin membeli 12 pesawat Mirage dengan harga 800 juta dolar AS. Angka tersebut mencapai sekitar 70 juta dolar AS per pesawat, padahal harga baru hanya 50 juta dolar AS.
Oleh karena itu, kata dia, Ganjar-Mahfud lebih mendorong pembelian alutsista sesuai kebutuhan. Ia juga menegaskan Ganjar-Mahfud tidak ingin pembelian alusista dilakukan secara sembrono atau serampangan.
“Kedua kami ingin juga menggencarkan produksi dalam negeri dalam alutsista yang kita masih mampu memproduksi. Ketiga, kami juga ingin merevitalisasi apa-apa yang ada di kita yang dalam keadaan rusak atau dalam keadaan kalau bicara pesawat istilahnya bisa di-refurbish, atau diservis sehingga jam terbang bisa di-nol-kan lagi," kata Cicho.
Cicho menambahkan, “Apakah itu lebih murah daripada membeli pesawat yang juga bekas, akhirnya itu juga betul-betul dihitung, jadi jangan hanya ingin bela-beli.”
Hal senada diungkapkan Juru Bicara TPN Ganjar-Mahfud lainnya, Noto Suenoto. Ia mengatakan, mereka lebih mengedepankan pengadaan produk pertahanan dalam negeri dengan pendekatan kebutuhan.
“Ganjar-Mahfud mengutamakan pembelian produk pertahanan dalam negeri guna mendorong adanya peningkatan kualitas dan kuantitasnya di Indonesia. Ganjar-Mahfud berpandangan bahwa peningkatan ini bisa terwujud apabila pemerintah Indonesia melakukan inovasi secara demand-driven,” kata Noto kepada Tirto, Kamis (4/1/2024).
Noto menekankan, kepercayaan produsen alutsista perlu didukung dengan investasi dan pendanaan yang efektif dan memadai. Ia menilai, konsep tersebut tidak hanya mendorong pembiayaan sekali pakai, melainkan berkelanjutan, mendorong penyerapan alih teknologi di Indonesia.
Selain itu, kata dia, Ganjar-Mahfud juga akan melihat efisiensi budget dengan memprioritaskan produk pertahanan dengan teknologi baru dan advanced.
“Dengan konsep ini, publik juga dapat menilai bahwa alokasi angggaran pertahanan keamanan minimal 1% dari PDB yang sifatnya lebih produktif, kiranya lebih dapat diterima," kata Noto.
Ia yakin kebijakan ini akan menawarkan peningkatan produktivitas. Menurut Noto, Ganjar-Mahfud juga menekankan kunci menjalankan kebijakan ini adalah transparansi, reprioritas, dan kalkulasi yang efisien.
Permasalahan Alutsista & Pentingnya Pertahanan
Kepala Center for Intermestic and Diplomatic Engagement (CIDE), Anton Aliabbas, menilai permasalahan alutsista Indonesia dalam 4 tahun pemerintahan Jokowi memang dalam posisi tidak jelas.
Sebab, kata dia, pemerintah tidak pernah membuka kepada publik daftar ancaman Indonesia di masa depan atau dikenal sebagai buku putih panduan pengembangan pertahanan. Hal ini yang memicu pertanyaan pengembangan pertahanan hingga alasan peningkatan anggaran pertahanan.
“Maka kita sudah tahu ada justifikasi, kenapa? Misalnya anggaran pertahanan harus naik terus. Kenapa kita beli senjata A B C. Nah, kekosongan inilah yang memang kemudian menjadi loop atau gap kenapa kemudian statement dari cawapres nomor 1 itu keluar,” kata Anton.
Anton menilai, pernyataan Cak Imin tentang tidak ada perang juga tidak beralasan. Sebab, kata dia, Indonesia tetap perlu mengembangkan pertahanan tanpa harus berpatokan dengan perang.
“Jadi sekalipun kita tidak ada perang, maka yang namanya membangun kekuatan pertahanan tetap dibutuhkan,” kata Anton.
Anton juga menekankan bahwa pembangunan alutsista dari industri dalam negeri memang penting. Akan tetapi, Anton menilai pengadaan alutsista tetap tidak bisa menggunakan uang dalam negeri. Alasannya, kata dia, pemerintah tidak memiliki ruang fiskal yang cukup untuk pengadaan tanpa utang.
“Kalau bicara tentang apakah Indonesia mampu melakukan pengadaan tanpa utang? Kelihatannya sulit karena fiskal kita tidak cukup untuk membayar itu semua, sementara modernisasi alutsista itu jelas membutuhkan dana yang sangat-sangat besar. Jadi mau tidak mau utang merupakan solusi,” kata dia.
Akan tetapi, Anton menilai, pemerintahan masa depan perlu melakukan pengadaan yang tidak menggunakan pendekatan pengeluaran semata, melainkan pengeluaran yang bersifat investasi. Dengan demikian, pembelian bisa ikut membantu pertumbuhan ekonomi.
Menurut Anto, secara garis besar, pemerintahan saat ini masih belum mampu memenuhi kebutuhan alutsista sebagaimana minimum essential forces (MEF) 2019-2024 atau pembangunan MEF tahap 3. Ia menilai, pembangunan tahap ketiga ini gagal karena belum mencapai target.
“Jadi kalau kita bicara pembangunan matra darat, laut, udara, pastinya kita akan merujuk dulu pada rencana MEF di tahap ketiga dan ini juga meleset,” kata Anton.
Anton juga menekankan, pengembangan saat ini juga masih menimbulkan pertanyaan dalam penanganan ancaman. Sebagai contoh, ia masih belum melihat kebutuhan yang memadai untuk TNI AL dalam menghadapi ancaman maritim dalam berbagai masalah, mulai dari ancaman Laut Cina Selatan hingga ancaman konflik Indo-Pasifik.
Jika melihat para kandidat, kata Anton, ketiga capres punya pendekatan berbeda dalam penyelesaian alutsista. Ia mencontohkan AMIN yang membangun TNI AD adaptif, TNI AL yang blue water navy hingga supremasi udara; kubu Prabowo-Gibran akan melanjutkan Pembangunan alutsista dan ingin memenuhi minimum essential forces; sementara Ganjar-Mahfud ingin membangun keperkasaan dalam negeri dan Pembangunan industri dalam negeri.
Namun demikian, ia menilai upaya pembangunan visi pertahanan para capres masih belum jelas.
“Misalnya kita ingin merespons lingkungan strategis yang volatile, uncertain, complexity, dan ambiguity karakter perang masa depan yang lintas domain, dan lintas dimensi atau apa. Jadi seringkali penjelasan tidak utuh,” kata Anton.
Sementara itu, pengamat militer dari ISESS, Khairul Fahmi, menilai bahwa strategi para calon sudah menjawab tantangan dalam pengadaan alutsista dengan pandangan masing-masing. Hal itu dapat dilihat dari dokumen visi-misi yang ditawarkan ke publik dan publik tingal memilih mana yang paling realistis, baik, dan bermanfaat untuk dijalankan.
Jika ditilik lebih jauh, Fahmi melihat, semua paslon berbicara soal desain postur dan sistem pertahanan yang akan dibangun. Mereka bicara soal modernisasi alutsista, soal profesionalisme dan kompetensi SDM, pengembangan teknologi dan industri pertahanan dalam negeri hingga soal kesejahteraan prajurit.
“Sayangnya, hampir semua paslon tampaknya melewatkan satu pertanyaan mendasar, ‘mau bangun ini itu, belanja ini itu, tapi dari mana duitnya?’ Kebetulan, hanya paslon 2 yang mencantumkan komitmen peningkatan anggaran pertahanan secara bertahap sebagai salah satu prioritas,” kata Fahmi, Kamis (4/1/2024).
Fahmi menilai hal itu bukan tanpa alasan. Menurut Fahmi, Prabowo belajar dari pengalaman sebagai menteri pertahanan dalam penundaan rencana pembangunan postur dan belanja alutsista. Di sisi lain, tidak ada satu pun paslon yang belajar pekerjaan rumah dalam reformasi sektor pertahanan, seperti soal reformasi peradilan militer, evaluasi kelembagaan TNI, maupun agenda peningkatan transparansi dan akuntabilitas sektor pertahanan.
“Bahkan ironisnya, tidak ada satu pun paslon yang secara eksplisit membahas keberlanjutan visi poros maritim dunia yang diusung oleh pemerintahan Presiden Joko Widodo saat ini. Padahal ini sebuah visi strategis yang jelas didasarkan pada geopolitik Indonesia. Karena itu, saya berharap nasib visi ini juga bisa dielaborasi dan dievaluasi dalam tanya jawab saat debat nanti,” kata Fahmi.
Fahmi meyakni bahwa kondisi pembangunan saat ini memang belum memadai. Hal ini bisa dilihat dari tantangan dalam upaya menyelesaikan rencana masalah pertahanan akibat keterbatasan anggaran. Padahal, kata Fahmi, pemerintah tengah dikejar tenggat waktu pencapaian MEF 2024.
Di sisi lain, kata dia, di situasi nyata, pemerintah dihadapkan pada kesenjangan antara kondisi kekuatan faktual dengan kebutuhan penambahan dan peremajaan alutsista, termasuk untuk meningkatkan kemampuan pemeliharaan alutsista yang sudah ada. Namun, ia melihat pengadaan renstra kali ini berupaya tidak hanya mengejar target capaian, melainkan menghindari risiko insiden kecelakaan.
“Pembangunan sektor pertahanan itu ibarat lari marathon dan estafet sekaligus. Dia butuh proyeksi jangka panjang, butuh penahapan, juga butuh perencanaan yang komprehensif, berkelanjutan serta didasarkan pada skala prioritas yang jelas dan terukur. Termasuk juga soal dari mana duitnya," kata Fahmi.
Karena itu, kata Fahmi, visi-misi capres itu harus tetap berpijak pada apa yang telah dilakukan dan dicapai sebelumnya. “Agar kemudian ketika pengelola pemerintahan berganti dan orientasi kebijakan sektor pertahanan harus mengalami penyesuaian, mestinya arah pembangunan kekuatan pertahanan tak boleh mengalami perubahan yang drastis tanpa kejelasan,” kata dia.
Fahmi juga ikut menyoroti soal pembelian alutsista dengan utang yang dikritik Cak Imin. Fahmi mengingatkan pada pasangan AMIN bahwa perang harus diasumsikan selalu terjadi. Oleh karena itu, upaya pembangunan postur pertahanan ideal perlu bertumpu pada pemenuhan standar efek deteren, menuntut terwujudnya modernisasi alutsista, serta pengembangan dan pemanfaatan potensi sumber daya nasional secara efektif dan efisien.
“Kita juga membutuhkan postur pertahanan yang kokoh untuk mengantisipasi adanya eskalasi ancaman, termasuk antisipasi terhadap bentuk peperangan di masa depan yang cenderung nonkonvensional dan ditandai dengan kaburnya garis antara perang dan politik, kombatan dan warga sipil, di mana salah satu partisipan utamanya bukanlah negara, melainkan aktor non-negara," kata Fahmi.
Di sisi lain, paslon nomor urut 3 juga menyampaikan penguatan industri dalam negeri dan penguatan kelautan daripada utang. Ia menilai sistem tersebut masih tergolong naif karena lupa proses akuisisi alutsista secara impor dan selalu menggunakan pendekatan skema pinjaman luar negeri, bahkan kadangkala imbal dagang.
“Idealnya tentu tidak berutang, tapi pembangunan kekuatan pertahanan tidak mungkin diabaikan. Kesenjangan antara kondisi faktual dan kebutuhan harus diatasi, celah rawan, kerentanan pertahanan harus diatasi, risiko insiden karena penggunaan alutsista tua, using, dan kurang terpelihara harus dihindari,” kata Fahmi.
Penulis: Andrian Pratama Taher
Editor: Abdul Aziz