Menuju konten utama

Ketika Kemhan Dapat Tambahan Anggaran dari Utang Luar Negeri

Fahmi sebut tambahan pinjaman luar negeri akan membuat Kemhan merealisasikan belanja anggaran demi kepentingan pemenuhan MEF.

Ketika Kemhan Dapat Tambahan Anggaran dari Utang Luar Negeri
Presiden Joko Widodo (tengah) bersama Menteri Pertahanan Prabowo Subianto (kiri) dan Direktur Utama PT Pindad Abraham Mose (kanan) meninjau alutsista saat melakukan kunjungan ke PT Pindad di Bandung, Jawa Barat, Selasa (19/9/2023). Dalam kunjungannya ke Bandung, Presiden Joko Widodo berkesempatan untuk meninjau fasilitas produksi alutsista milik PT Pindad yang merupakan salah satu bentuk atensi dan apresiasi presiden terhadap PT Pindad sebagai industri pertahanan dalam negeri. ANTARA FOTO/Raisan Al Farisi/foc.

tirto.id - Presiden Joko Widodo menyetujui penambahan anggaran Kementerian Pertahanan (Kemhan) lewat pinjaman luar negeri. Dengan demikian, anggaran pinjaman luar negeri Kemhan naik dari 20,75 miliar dolar AS menjadi 25 miliar dolar AS. Jumlah tersebut naik sekitar 4 miliar dolar AS lebih atau sekitar Rp65 triliun (kurs Rp15.479 per Kamis 30 November 2023).

Menteri Keuangan Sri Mulyani menjelaskan, keputusan penambahan anggaran pinjaman luar negeri untuk Kemhan disetujui saat pembahasan pemenuhan anggaran sistem pertahanan 2024 yang digelar pada Selasa (28/11/2023).

“Terjadi kenaikan yang cukup signifikan dari 20,75 miliar dolar AS ke 25 miliar dolar AS. Itu yang kemarin disepakati,” kata Sri Mulyani, Rabu (29/11/2023).

Sri Mulyani menambahkan, pemerintah juga menyepakati pembangunan renstra TNI hingga 2034 dalam tiga tahap. Ia menyebut anggaran renstra tetap sebesar 55 miliar dolar AS untuk 3 renstra yakni 2019-2024, 2024-2029, dan 2029-2034.

“Sementara untuk sampai 2034 yaitu 3 renstra tetap sesuai dengan keputusan Bapak Presiden sebelumnya yaitu 55 miliar dolar AS untuk memenuhi berbagai belanja alutsista dari pinjaman luar negeri selama 3 renstra. Jadi dalam hal ini, 2024 sampai 2029 nanti kemudian 2029 sampai 2034,” kata Sri Mulyani.

Sri Mulyani menjelaskan penambahan anggaran tersebut diajukan Kementerian Pertahanan dengan sejumlah pertimbangan, mulai dari kondisi alutsista, mitigasi ancaman, serta dinamika politik global dan keamanan.

“Di sisi lain masih sesuai dengan rencana kita dari sisi perencanaan penganggaran jangka panjang,” kata Sri Mulyani.

Pemerhati militer dari Lembaga Studi Pertahanan dan Studi Strategis Indonesia (LESPERSSI), Beni Sukadis, beranggapan kenaikan anggaran ini tidak lepas dari pendanaan proyek kontrak pengadaan alutsista yang berjalan. Sebagai informasi, Kemhan di bawah kepemimpinan Prabowo Subianto memang tengah melirik alutsista dengan teklogoi tinggi seperti pesawat Mirage yang dimilii Qatar, pesawat Rafale pabrikan Perancis hingga F-15EX dari Amerika Serikat.

“Utang luar negeri yang biasanya berjangka panjang agar dapat membayar beberapa alutsista lainnya yang sudah ada kontrak. Termasuk soal isu pendanaan jet tempur KF21, artinya apakah kenaikan ini akan dialokasikan untuk pelunasan utang RI dalam proyek yang sudah berjalan lebih dari 10 tahun terakhir ini,” kata Beni kepada Tirto, Kamis (30/11/2023).

Beni menilai, postur pertahanan Indonesia saat ini memang belum optimal dalam upaya memenuhi rencana strategis (renstra) pemerintah dalam pemenuhan kekuatan pokok minimum atau minimum essential force (MEF) 2024. Ia mengatakan, MEF Indonesia pada 2023 baru tembus 65 persen dengan situasi keterbatasan anggaran.

“Dengan kenaikan alokasi anggaran pembelian alutsista tersebut, maka proses pendanaan secara multiyears menjadi tersusun lebih baik,” kata Beni.

Beni menilai, ada implikasi positif dan negatif dari penambahan anggaran ini. Dari sisi positif, kata dia, Indonesia bisa meningkatkan kemampuan pertahanan karena bisa membeli alutsista tambahan dari segi kualitas dan kuantitas. Hal itu penting demi menjaga kedaulatan dan keamanan negara di tengah situasi geopolitik yang kompleks dan tidak menentu.

Akan tetapi, Beni mengatakan, ada implikasi buruk yang perlu diperhatikan. Implikasi tersebut adalah beban utang negara akan meningkat. Pemerintah tentu harus membayar beban bunga utang ketika mendapat pinjaman tersebut.

Di sisi lain, Beni tidak memungkiri bahwa kenaikan anggaran Kemhan akan dikaitkan dengan Pemilu 2024. Hal ini tidak lepas dari posisi Menhan Prabowo yang juga sebagai calon presiden pada Pilpres 2024.

“Adalah wajar ketika masyarakat mencurigai kenaikan ini, kok seperti dinaikkan secara tiba-tiba. Memang seharusnya Kemhan dan Kemenkeu perlu menjelaskan secara lebih transparan soal alokasi dana tersebut untuk alutsista apa saja,” kata Beni.

Sementara itu, analis militer Institute for Security and Strategic Studies (ISESS), Khairul Fahmi, mengatakan bahwa penyetujuan penambahan pinjaman luar negeri oleh Presiden Jokowi akan membuat Kemhan merealisasikan belanja anggaran demi kepentingan pemenuhan MEF.

Fahmi menilai, wajar bila anggaran dinaikkan pada 2024. Ia mengingatkan, posisi Indonesia saat ini sudah mendekati tenggat waktu pencapaian target MEF sehingga wajar penambahan anggaran dilakukan demi pemenuhan anggaran.

Akan tetapi, Fahmi juga mengingatkan bahwa Indonesia kerap melakukan pembelian alutsista impor dengan skema pendekatan pinjaman luar negeri. Hal ini, dalam kacamata Fahmi, tidak baik karena berpotensi beban jangka panjang bagi keuangan engara.

“Ini ibarat buah simalakama. Di satu sisi, kondisi geopolitik yang sangat dinamis dan fluktuatif membutuhkan postur pertahanan yang kokoh. Di sisi lain, selalu ada risiko yang terkait perubahan peta ancaman dan kemampuan keuangan negara yang harus diwaspadai,” kata Fahmi.

Fahmi mengingatkan bahwa perubahan postur anggaran tidak lepas dari dampak stagnasi renstra 2015-2019 dan pandemi COVID-19 pada paruh pertama renstra 2020-2024 yang berakibat refocussing anggaran.

Menurut Fahmi, pengadaan hingga 2034 sudah berada di luar rezim 2024. Oleh karena itu, pemerintah sebaiknya tidak hanya merilis penambahan anggaran, melainkan juga skenario dan postur pertahanan untuk 2 renstra berikutnya, yakni 2025-2029 dan 2030-2034.

“Selain itu, harus diakui juga bahwa peningkatan anggaran pertahanan, apalagi dengan skema utang, bukanlah isu populis. Pemerintah mestinya jauh-jauh hari bisa lebih terbuka dan informatif pada masyarakat agar memahami adanya kebutuhan untuk membangun postur pertahanan yang memadai," kata Fahmi.

Fahmi juga tidak memungkiri bahwa penambahan anggaran berimplikasi pada status Prabowo sebagai capres. Namun, ia mengingatkan bahwa Indonesia juga dikejar target pemenuhan MEF sehingga wajar ada penambahan anggaran.

“Perlu diingat, saat ini kita bukan hanya sedang berada di tahun politik. Di sektor pertahanan, kita juga sedang menuju tenggat waktu pencapaian target kekuatan pokok minimum (MEF),” kata Fahmi.

Fahmi mengingatkan, Indonesia menghadapi tantangan secara faktual bahwa ada gap kondisi kekuatan saat ini dengan kebutuhan penambahan maupun peremajaan alutsista. Kebijakan Jokowi menandakan bahwa pemerintah memiliki concern untuk mengejar target capaian dan menghindari potensi kegagalan operasional dan risiko insiden alutsista.

“Nah soal Menhan yang saat ini juga berstatus capres, jika setelah penambahan anggaran ini kemudian sejumlah rencana belanja bisa direalisasikan di awal 2024, harus diakui bahwa hal itu akan sangat potensial menambah kredibilitas dan popularitasnya. Tapi itu memang tidak terelakkan," kata Fahmi.

Hal senada diungkapkan peneliti Imparsial, Ardi Marto Putra. Ia menilai utang tersebut berguna untuk pembelian alutsista. Namun demikian, ia mengingatkan pembelian alutsista dengan skema utang luar negeri berpotensi ada kemahalan hingga korupsi. Karena itu, ia mendorong agar pembelian tidak melibatkan pihak ketiga.

Ardi juga mengingatkan belanja pertahanan besar secara signifikan dikhawatirkan akan memicu penyalahgunaan. Selain itu, kata dia, pembelian dengan utang juga akan membebani pemerintahan berikutnya.

Di isis lain, kata Ardi, pembelian alutsista saat tahun politik juga memicu potensi penyalahgunaan anggaran untuk kepentingan politik.

"Mengingat saat ini tahun politik, maka sebaiknya peningkatan anggaran belanja alutsista dengan skema utang luar negeri itu tidak dilakukan di tahun politik karena menimbulkan kecurigaan-kecurigaan publik terkait potensi penyalahgunaan," ujar Ardi kepada Tirto, Kamis (30/11/2023).

Respons Kemhan

Juru Bicara Menhan, Dahnil Anzar Simanjuntak, menegaskan penambahan anggaran berkaitan dengan alutsista. Ia juga mengaku besaran anggaran yang disampaikan belum semua.

“Belanja alutsista kita mendesak, dan harus di tengah dinamika geopolitik dan geo-strategik yang kita hadapi. Dan yang disampaikan menkeu, sebenarnya baru sebagian yang bisa dipenuhi dari rencana yang diterbitkan oleh Bappenas, dan nilai itu adalah komitmen bersama pemerintah yakni Bappenas, Kemenkeu dan Kemhan yang dituangkan dalam Penetapan Sumber Pembiayaan (PSP) 2021, 2022 dan 2023 oleh Kemenkeu,” kata Dahnil kepada Tirto, Kamis (30/11/2023).

Dahnil pun menjamin bahwa penambahan anggaran fokus untuk kepentingan alutsista. “Tentu, semua terkait alutsista,” kata Dahnil menegaskan.

Baca juga artikel terkait ANGGARAN PERTAHANAN atau tulisan lainnya dari Andrian Pratama Taher

tirto.id - Politik
Reporter: Andrian Pratama Taher
Penulis: Andrian Pratama Taher
Editor: Abdul Aziz