Menuju konten utama

Penyakit yang Rajin Menghinggapi Pegawai Kantoran

Punggung dan leher pegawai kantoran yang nyeri akibat duduk terlalu lama di depan laptop adalah gejala Musculosketel disorders. Bisa atasi dengan teknik peregangan yang tepat.

Penyakit yang Rajin Menghinggapi Pegawai Kantoran
Ilustrasi. Musculoskeletal.

tirto.id - Duduk seharian selama minimal 6-8 jam sambil menatap layar laptop/komputer menjadi rutinitas harian mayoritas pegawai kantoran. Dalam posisi yang demikian, meski menempati kursi dan meja paling nyaman sekalipun, akan muncul gangguan pada otot, tendon, saraf, dan persendian yang menimbulkan rasa nyeri dan tak nyaman, terutama di punggung dan leher. Para ahli kesehatan menamakan gejala ini sebagai Musculosketel disorders atau MSDs.

Merujuk Occupational Health and Safety Council of Ontario (OHSCO) tahun 2007, MSDs bisa muncul bahkan dari gaya ringan atau postur kerja yang nyaman bagi tubuh. Faktor kuncinya adalah karena aktivitas tersebut dilakukan secara kontinyu, konsisten, dan dalam jangka waktu yang lama.

Pegal-pegal di area leher hingga punggung menunjukkan otot, saraf, tendon, ligament, persendian, kartilago, dan discus invertebralis kita sedang mengalami gangguan. Gangguan tersebut dapat berupa ketegangan otot, inflamasi (peradangan), degenerasi (penuaan). Kadang MSDs juga disebabkan oleh tulang yang terpelintir, mikro faktur, memar, atau patah.

Khusus untuk pegawai kantor, MDSs juga bisa diakibatkan berada di ruangan bersuhu dingin. Istilah kesehatannya mikrolimat. Paparan suhu dingin yang berasal dari pendingin ruangan (AC) memang membuat pegawai kantoran merasa nyaman, tetapi bisa jadi bumerang sebab dapat menurunkan kelincahan, kepekaan, dan kekuatan pekerja. Pergerakan mereka menjadi lamban dan mengakibatkan menurunnya kekuatan otot.

Perbedaan suhu yang besar antara lingkungan dan suhu tubuh berdampak teralihnya energi di dalam tubuh untuk beradaptasi dengan suhu ruangan. Jika tubuh tak diberi asupan energi yang cukup, suplai energi di otot juga berkurang drastis.

Ketika terjadi penegangan pada otot-otot akibat kegiatan yang berlebihan dan dilakukan secara terus-menerus, nadi akan tertekan. Peredaran darah ke jaringan akan terhambat termasuk transportasi oksigen dan nutrisi, sehingga akan terjadi mekanisme anaerob yang menghasilkan asam laktat. Penimbunan asam laktat ini akan menyebabkan keletihan otot yang menjadi salah satu penyebab Musculoskeletal disorders.

Dalam sejumlah catatan statistik, MDSs banyak dirasakan oleh orang usia produktif (25-65 tahun). Namun, keluhan atas rasa nyeri di sepanjang leher hingga punggung rata-rata muncul makin sering di usia 35 tahun dan makin meningkat intensitas rasa sakit maupun kemunculannya seiring bertambahnya usia.

MDSs juga akan mudah muncul bagi orang dengan ukuran tubuh dan kemampuan fisik kecil namun diberi beban kerja yang tinggi. Ini dikarenakan kebiasaan tersebut dapat menurunkan kapasitas paru-paru sehingga mengurangi kemampuannya mengelola oksigen. Oksigen yang berkurang dalam tubuh berkontribusi besar untuk membuat otot gampang nyeri, terutama jika seorang pekerja melakukan kerja berat atau dalam waktu yang lama/lembur.

Regangkan Otot yang Tegang

Untuk mencegah munculnya nyeri otot, Badan Kesehatan Dunia (WHO) dalam rilisnya menekankan pentingnya keseimbangan antara aktivitas bekerja dan istirahat. Jika pegawai kantor hanya duduk diam saat bekerja, maka cara istirahatnya dengan bergerak secukupnya. Begitu juga sebaliknya. Jika pekerjaan di kantor menuntut Anda bergerak banyak, istirahat di saat lelah dan pada jam-jam yang teratur bisa bermanfaat bagi kesehatan tubuh Anda dalam jangka panjang.

Jika mulai muncul tanda-tanda punggung lelah, leher kaku, atau pundak berat, bangkitlah dari kursi Anda. Lakukan peregangan secara pelan-pelan tanpa perlu kejutan. Kunci dari peregangan yang baik adalah dengan merasakan betul regangan pada otot sampai sedikit melewati titik rasa sakit (ingat, bukan sampai terasa sakit yang ekstrem). Lakukan beberapa kali dengan fokus peregangan pada otot leher, pundak, dan perut bagian samping kanan-kiri selama 20-25 detik. Jangan lupa bernafas secara normal.

Dalam riset untuk skripsi tentang pengaruh peregangan untuk menanggulangi keluhan muskuloskeletal, akademisi Universitas Udayana Ni Luh Putu Susi Mardi Lestari menekankan faktor kenyamanan dalam aktivitas peregangan otot. Ia mengingatkan agar tak usah melakukan peregangan yang terlalu ekstrem yang justru membuat otot makin nyeri. Peregangan-peregangan tipe ini biasanya tidak dilakukan dengan pelan, namun dalam gerakan-gerakan yang drastis dan tiba-tiba.

Jika peregangan dilakukan secara benar, lanjut Ni Luh, gerakan yang dilakukan dan dipertahankan selama beberapa detik itu justru akan meredakan otot yang tegang. Kuncinya adalah menikmati proses peregangan, bukan dilaksanakan seperti orang sedang lomba. Setiap orang memiliki ketegangan dan titik regang yang berbeda, maka lakukan sesuai kebutuhan masing-masing. Jangan lupa pula untuk mengatur nafas secara perlahan dan teratur (di bawah kendali) agar kegiatan peregangan makin manjur.

Peregangan dalam penelitian lain yang dirujuk Ni Luh mampu meningkatkan range of motion (ROM) atau rentang gerak sebesar 17 persen dan berkurangnya kekakuan muskuloskeletal unit (MTU) sebanyak 47 persen.

MDSs juga berkaitan dengan pendingin ruangan. Karena itu, atur suhu ruangan dengan tidak terlalu ekstrem. Sesuaikan dengan suhu tubuh sehingga nyaman untuk bekerja tanpa Anda perlu menggigil dan mempertahankan jaket di tubuh. Jika perlu, pindah ke ruangan tanpa AC namun memiliki sirkulasi udara yang lancar. Berhenti merokok adalah solusi preventif yang baik. Akan lebih baik lagi jika bekerja di ruangan tanpa AC tapi juga tanpa perokok lain.

Infografik Muskuloskeletal di Kantor

Jadi Masalah Serius Global

Sejak lama MSDs telah menjadi perhatian serius di banyak perusahaan dan banyak negara. Dalam penelitian Rajinder Kumar Moom yang dipublikasikan di Jurnal Procedia Manufacturing dua tahun lalu, misalnya, diketahui bahwa dalam 12 bulan terakhir, sebanyak 60 responden pekerja bank di distrik Nawanshahr Punjab yang disurvei telah menderita MSDs.

Persentase mereka yang mengalami masalah punggung bagian bawah yakni sebanyak 40,4 persen. Sementara itu mereka yang menderita nyeri di bagian punggung atas sebesar 39,5 persen, leher sebanyak 386 persen, tangan dan pergelangan 36,8 persen, dan bahu 15,2 persen.

Penelitian ini mengungkap bahwa faktor yang berkontribusi pada maraknya kasus masalah muskuloskeletal di antara para pekerja adalah kebiasaan merokok dan minum-minuman beralkohol, postur atau posisi saat kerja yang buruk/tak ideal, kondisi tak aman di lingkungan kerja, dan kondisi tak sehat lain selama bekerja. Tak lupa juga faktor usia, bahwa mereka yang telah bekerja lama umumnya lebih sering mengalami nyeri otot di sepanjang leher hingga punggung.

Kondisi serupa dialami pekerja kantoran di Inggris. Awal Maret lalu The Telegraph melaporkan ulang data dari Kepala Dinas Kesehatan Inggris Dame Sally Davies yang menyampaikan bahwa pada 2015 ada lebih dari 23 juta absensi pekerja akibat sakit. Kondisi ini menelan biaya ekonomi yang tinggi, yakni mencapai 100 miliar poundsterling per tahun.

Di antara isu-isu yang disorot, diketahui bahwa ada 553.000 kasus yang membuat para pekerja tak berangkat adalah karena mengalami gangguan muskuloskeletal. Tensi yang tinggi berkumpul di punggung, membuat otot-ototnya cepat lelah. Oksigen tak mengalir dengan baik jika terus-menerus duduk. Sesekali berdiri tiap satu jam, bisa jadi cara preventif yang cukup jika memang tak memungkinkan untuk melakukan teknik peregangan di kantor.

Data Organisasi Buruh Internasional (ILO) pada 2003 mengungkapkan bahwa anggaran untuk kecelakaan dan penyakit akibat kerja yang terbanyak yaitu untuk penyakit muskuloskeletal sebanyak 40 persen. Setelahnya yakni anggaran penyakit jantung (16 persen), kecelakaan (16 persen), dan (19 persen) penyakit saluran pernafasan.

Kurang lebih 70 persen manusia menderita sakit punggung, baik kronis maupun sporadis. Di Inggris ada 17,3 juta orang yang pernah mengalami nyeri punggung pada suatu waktu dan dari jumlah tersebut 1,1 juta mengalami kelumpuhan akibat nyeri punggung. Sementara itu di Indonesia diperkirakan angka prevalensinya mencapai 7,6-37 persen. Masalah nyeri punggung pada pekerja pada umumnya dimulai pada usia dewasa muda dengan puncak prevalensi pada kelompok usia 25-60.

Jenkin Au, manajer produk furnitur asal AS Steelcase, berkata pada The Telegraph bahwa evolusi teknologi telah mengubah gaya kerja sekaligus menempatkan beban yang lebih berat kepada tubuh manusia. Duduk statis sepanjang hari dapat meningkatkan resiko penyakit kardiovaskular dan diabetes.

“Berkaitan dengan isu ini, salah satu persoalan di banyak tempat juga kursi yang tidak didesain untuk kenyamanan bekerja si pegawai kantor. Ketidaknyamanan, selain berdampak pada gangguan muskuloskeletal, juga berujung pada kurangnya fokus saat bekerja,” jelasnya.

Baca juga artikel terkait KANTOR atau tulisan lainnya dari Akhmad Muawal Hasan

tirto.id - Kesehatan
Reporter: Akhmad Muawal Hasan
Penulis: Akhmad Muawal Hasan
Editor: Nurul Qomariyah Pramisti