tirto.id - Dua orang Aparatur Sipil Negara (ASN) dari Kementerian Perindustrian dan Ditjen Bea Cukai terlibat dalam jaringan kasus mafia International Mobile Equipment Identity (IMEI). Modus operandi pelaku adalah tidak melakukan proses permohonan IMEI hingga mendapat persetujuan dari Kementerian Komunikasi dan Informasi (Kemenkominfo) atau secara tanpa hak.
Mereka langsung memasukkan data IMEI tersebut ke dalam aplikasi Centralized Equipment Identity Register (CEIR). CEIR merupakan basis data yang menyimpan nomor IMEI dari ponsel yang beredar di Indonesia.
Selain dua ASN berinisial F dan A, kepolisian juga menangkap empat tersangka lain berinisial P, D, E, dan P. Keempat pelaku tersebut berasal dari pihak swasta yang menjadi pemasok alat komunikasi elektronik.
Kepala Badan Reserse Kriminal (Kabareskrim) Polri Komjen Pol Wahyu Widada dalam konferensi pers, Jumat (28/7/2023) menyampaikan, pengungkapan kasus ini berdasarkan pada laporan polisi nomor LP/B/0099/II/2023 SPKT Bareskrim Polri 14 Februari 2023. Tindak pidana tersebut dilakukan tersangka dalam kurun waktu 10 hari dari 10 sampai dengan 20 Oktober 2022.
Selama 10 hari itu terjadi pengunggahan IMEI ke dalam aplikasi untuk mengaktifkan IMEI di CEIR yang dimiliki oleh Kementerian Perindustrian. “Terjadi pengunggahan IMEI ke dalam sistem CEIR milik Kemenperin sejumlah 191.995 buah IMEI,” kata Wahyu.
Adapun kerugian negara akibat kejahatan ini ditaksir mencapai Rp353,75 juta. Ini menghitung jumlah IMEI ilegal yang diproses sebanyak 191.995 dikalikan dengan besaran pajak penghasilan (PPh) sebesar 11,5 persen.
Dari kejadian itu, Menteri Perindustrian, Agus Gumiwang Kartasasmita meminta, kepada kepolisian untuk melakukan penyelidikan terhadap hal ini secara menyeluruh dan adil, juga terhadap pihak-pihak terkait yang memiliki akses ke CEIR.
Sebab, selain Kemenperin, pihak yang dapat mengakses CEIR adalah Kementerian Komunikasi dan Informatika, Direktorat Jenderal Bea dan Cukai Kementerian Keuangan, serta para operator ponsel.
Dalam program pengendalian IMEI dengan CEIR, berdasarkan Peraturan Menteri Komunikasi dan Informatika Nomor 1 Tahun 2020, Kemenperin bertugas melakukan pendaftaran IMEI yang berasal dari produsen handphone, komputer, dan tablet (HKT) maupun importir terdaftar HKT.
Untuk menjalankan tugas ini dengan baik, Kemenperin juga telah mengeluarkan Keputusan Menteri Perindustrian Nomor 1870 Tahun 2023 tentang Satuan Tugas Pengawasan dan Pengendalian IMEI Nasional.
“Satuan tugas (satgas) ini terdiri dari perwakilan banyak instansi yang bertugas menangani pengawasan dan pengendalian alat/perangkat telekomunikasi yang terhubung ke jaringan bergerak seluler melalui identifikasi IMEI sesuai dengan kewenangan masing-masing,” kata Menperin Agus.
Tercium Sejak Lama
Jaringan kasus mafia IMEI ini sebenarnya sudah terendus sejak lama. Agus sendiri mengakui sempat ditawari untuk 'bermain' IMEI secara ilegal oleh beberapa pihak.
Mendengar tawaran tersebut, Agus lantas mengetes pihak yang tak bertangung jawab dan berpura-pura menanyakan akses di beberapa tempat lembaga. Mereka, kata Agus, menjawab sudah punya dan hanya tinggal Kementerian Perindustrian saja yang belum.
“Saya pernah dihubungi oleh beberapa pihak yang mengajak saya untuk ‘bermain’ IMEI. Jadi saya digoda, diajak untuk bermain HP ilegal oleh beberapa pihak. Kira-kira kejadiannya satu tahun yang lalu," ungkapnya.
Dari pengalaman tersebut, Agus lantas menugaskan Direktur Jenderal Industri Logam, Mesin, Alat Transportasi, dan Elektronika (Dirjen ILMATE) Kementerian Perindustrian untuk membongkar praktik-praktik ilegal tersebut.
“Kami telah mengetahui dan sejak kira-kira setahun lalu telah memerintahkan untuk membongkar praktik-praktik tersebut. Sehingga saat ini merasa senang karena memang telah memberikan arahan terkait itu,” kata Agus.
Direktur Eksekutif ICT Institute, Heru Sutadi menilai, kejadian kasus ini merupakan fenomena gunung es. Di mana kasus yang terlihat hanya sedikit, sedangkan kenyataannya ada banyak sekali masalah di bawahnya.
“Sekarang saja kita tidak tahu apakah peristiwa ini baru saja atau sejak lama. Artinya bahwa peristiwa lama terjadi dan banyak juga ponsel yang diselundupkan dengan melakukan ilegal akses dengan sistem pendaftaran IMEI," ujar dia kepada reporter Tirto, Selasa (1/8/2023)
Dalam kasus ini, Heru ragu apakah hanya dua orang ASN saja yang terlibat dalam perkara ini. Karena tidak menutup kemungkinan juga banyak pihak yang terlibat dalam perkara IMEI ini.
“Kalau kita lihat mungkin juga melibatkan banyak orang dan setorannya bisa ke mana-mana," ujarnya.
Karena itu, dia mendorong agar pihak kepolisian harus menyelidiki masalah ini sampai tuntas dan mendalam. Sebab yang dirugikan itu utamanya adalah negara dengan nilai amat sangat besar.
Kesalahan Pemerintah?
Di sisi lain, Heru yang juga sebagai pengamat teknologi melihat, akar masalah daripada kasus ini tidak lepas dari kesalahan pemerintah. Awalnya, kata dia, registrasi atau aturan IMEI itu diimplementasikan karena ingin mendukung para pabrikan ponsel untuk membangun pabrik di Indonesia.
Saat itu, pemerintah beranggapan dengan adanya pabrik, maka artinya akan membuka lapangan kerja dan meningkatkan ekonomi Indonesia. Namun kesalahannya adalah tidak semua pabrikan ponsel mendapatkan atau dikenakan kewajiban yang sama.
“Terutama Apple dan iPhone. Jadi produk-produk iPhone tersebut memang produk-produk yang tidak dibuat di Indonesia, karena kewajiban pengenaanya berbeda. Ini yang memang perlu disayangkan. Itu dulu pertama harus ada antara kewajiban satu merek dengan merek lainnya," ujarnya.
Data Bareskrim Polri sendiri menunjukan bahwa kasus IMEI ilegal pada aplikasi CEIR yang melibatkan dua ASN tersebut paling banyak adalah iPhone. Adapun totalnya adalah mencapai 176.874 iPhone.
“Sehingga kalau kita lihat dari banyak merek yang bermasalah ini, kan, mereknya iPhone gitu ya. Karena mereka tidak memproduksi di Indonesia. Sehingga harus impor. Nah, impor ini yang kemudian menjadi bagian dari bagaimana dilakukan ilegal akses ke sistem CEIR untuk sistem registrasi IMEI," jelasnya.
Heru menuturkan dengan tidak adanya pengaturan tersebut, maka membuka celah bagi orang yang tak bertanggung jawab untuk mengotak atik sistem CEIR secara ilegal. Sehingga tata kelola registrasi menjadi penting dilakukan pembenahan di samping juga Sumber Daya Manusianya (SDM).
“Jadi sekuat apa pun tata kelola, sebagus apa pun tata kelola kalau manusianya tidak berintegritas, ini tentu akan jadi masalah di mana peristiwa ini akan terulang kembali,” kata dia.
Menperin Agus sendiri memahami memang perlu adanya penyempurnaan dalam tata kelola registrasi IMEI dari ponsel yang beredar di Indonesia. Hal ini perlu untuk menutup celah kasus penyimpangan yang terjadi dalam upaya mendaftarkan IMEI secara ilegal.
“Dalam perjalanannya, tata kelola registrasi IMEI perlu disempurnakan," kata Menperin Agus.
Agus menjelaskan tujuan pemerintah menerapkan IMEI tentunya yang pertama adalah untuk mempermudah melakukan pengamanan terhadap HP yang akan beredar di Indonesia. Baik itu yang diproduksi di dalam negeri maupun impor semuanya harus mendapatkan validasi IMEI.
“Semua HP yang didaftarkan IMEI ini dikelola melalui sebuah teknologi yang disebut dengan CEIR. CEIR ini dikelola oleh empat lembaga institusi, yang pertama tentu kami, Kemenperin, kedua Kominfo, ketiga Beacukai, dan keempat adalah operator itu sendiri," kata Agus.
PR yang Perlu Dibenahi Pemerintah
Berkaca dari kejadian ini, Ketua Communication & Information System Security Research Centre (Cissrec), Pratama Persadha meminta agar pemerintah memperbaiki SOP serta sistem registrasi yang digunakan. Sebab, dengan sistem sekarang masih ada celah di sana sehingga bisa dimanfaatkan oleh pelaku tersebut.
“Aplikasi registrasi IMEI harus diaudit, untuk memastikan tidak ada backdoor dan lain-lain," ujarnya kepada Tirto.
Pemerintah juga harus menjaga database IMEI resmi supaya tidak ada yang menambahkan secara ilegal. Akses untuk admin ke dalam sistem CEIR harus dari IP internal. Walaupun dari luar, kata dia, harus menggunakan VPN sehingga hal ini berguna untuk menghindari akses ilegal.
Di sistem registrasi nomor IMEI juga seharusnya ada sistem peringatan di sistem laporan IMEI secara real time, sehingga apabila ada anomali tidak wajar langsung mengirimkan alarm.
“Pemerintah juga ada baiknya melakukan penertiban dengan cara mematikan semua IMEI yang ilegal, yang diregistrasikan secara tidak sah oleh oknum ke-4 instansi tersebut,” kata Pratama.
Yang perlu menjadi perhatian, lanjut Pratama, adalah harus waspada terhadap teknologi clonning IMEI. Karena satu yang diregistrasikan bisa dipakai sampai ke 32 clonning-an IMEI.
“Pemerintah dalam hal ini Kementerian Perindustrian perlu punya alat untuk mendeteksi IMEI palsu atau IMEI yang ada cloningan-nya," ujarnya.
Di sisi lain, Pratama juga meminta kepada masyarakat waspada jika membeli HP tidak di konter resmi. Karena bisa jadi HP yang dibeli diregistrasikan dengan cara ilegal, sehingga ada kemungkinan HP tersebut tidak akan dapat digunakan jika dilakukan pemblokiran IMEI.
Masyarakat juga sebaiknya melakukan pengecekan apakah betul IMEI yang dimiliki sudah terdaftar atau belum melalui website Bea Cukai serta Kemenperin. Masyarakat juga perlu berhati-hati jika ada yang menawarkan jasa registrasi IMEI, terlebih bila tidak membutuhkan biaya pajak.
“Karena bisa jadi IMEI dari HP tersebut didaftarkan melalui cara ilegal seperti yang dilakukan oleh komplotan ini, atau mereka hanya mendaftarkan sebagai HP yang dibawa oleh warga asing yang masuk ke Indonesia dan diberikan izin mendaftarkan IMEI secara sementara dengan durasi 90 hari," pungkas dia.
Penulis: Dwi Aditya Putra
Editor: Abdul Aziz