Menuju konten utama

Pengamat: Nasdem Rekrut Artis karena Gagal Jual Nama Jokowi

"Salah satu cara efektif untuk menaikan elektabilitas partai adalah dengan cara merekrut artis sebagai politisi yang sudah populer," kata Ujang.

Pengamat: Nasdem Rekrut Artis karena Gagal Jual Nama Jokowi
Sejumlah artis hadir untuk pendaftaran bakal calon legislatif di KPU Pusat, Jakarta, Senin (16/7/2018). ANTARA FOTO/Puspa Perwitasari

tirto.id - Upaya Partai Nasdem menjual nama Presiden Joko Widodo (Jokowi) dinilai gagal meningkatkan elektabilitas partai. Hal itu disampaikan pengamat politik dari Universitas Al-Azhar Ujang Komarudin saat menanggapi hasil survei LIPI yang menempatkan Nasdem diurutan 10 dengan meraih 2,1 persen.

"Padahal, Partai Nasdem gencar memasang sejumlah reklame yang berupaya mengidentikan partai dengan Jokowi," kata Ujang Komarudin kepada Antara, Jumat (20/7/2018).

Ujang menyampaikan, Jokowi sudah terlanjur diidentikkan dengan PDIP, sehingga ia menilai kampanye Partai Nasdem untuk Jokowi tidak memberikan pengaruh apa-apa.

“Karena itu, tidak ada linieritas antara kampanye Partai Nasdem untuk Jokowi, terhadap elektabilitas Nasdem," kata Ujang.

Menurut dia, citra PDIP dinilai cocok dengan Jokowi yang sama-sama memperjuangkan aspirasi rakyat kecil. "Jokowi juga sering 'blusukan' mendekati wong cilik, sedangkan Nasdem masih terlihat elitis dan tidak identik dengan Jokowi," ujarnya.

Ia mengatakan, Nasdem juga menyadari bahwa strategi yang mereka lakukan dengan memasang baliho "Jokowi Presidenku Nasdem Partaiku", tidak memberikan pengaruh apa-apa terhadap elektabilitas partai.

Untuk itu, kata Ujang, Nasdem mencoba melakukan strategi lain dengan merekrut para artis dan membajak kader partai lain yang sudah menjadi anggota DPR RI.

"Salah satu cara efektif untuk menaikan elektabilitas partai adalah dengan cara merekrut artis sebagai politisi yang sudah populer. Hal itu menjadi wajar karena Nasdem harus lolos lagi ke Senayan," jelasnya.

Menurut Ujang, pembajakan politikus ke partai lain atau merekrut artis adalah hal yang biasa. Pasalnya, menurut dia, proses kaderisasi di partai politik selama ini tidak berjalan dengan baik.

“Di sisi lain, pesta demokrasi di Indonesia, seperti pilkada, pemilu legislatif, dan pemilu presiden berbiaya mahal, maka yang dibutuhkan partai adalah figur yang populer dan banyak uang," kata Ujang.

Untuk diketahui, Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) telah merilis hasil survei elektabilitas 15 partai politik peserta pemilu 2019. Peneliti senior Pusat Penelitian Politik (P2P) LIPI, Wawan Ichwanuddin menjelaskan, survei dilakukan pada 19 April hingga 5 Mei 2018 dengan melibatkan sebanyak 2.100 responden di seluruh Indonesia.

"Margin of Error" (MoE) survei plus-minus 2,14 persen dan tingkat kepercayaan 95 persen.

Berikut hasil survei tersebut:

1. PDI Perjuangan 24,1 persen

2. Golkar 10,2 persen

3. Partai Gerindra 9,1 persen

4. PKB 6 persen

5. PPP 4,9 persen

6. Partai Demokrat 4,4 persen

7. PKS 3,7 persen

8. Perindo 2,6 persen

9. PAN 2,3 persen

10. NasDem 2,1 persen

11. Hanura 1,2 persen

12. PBB 0,7 persen

13. Partai Garuda 0,2 persen

14. PSI 0,2 persen

15. Partai Berkarya 0,2 persen.

Baca juga artikel terkait PILPRES 2019

tirto.id - Politik
Sumber: antara
Penulis: Alexander Haryanto
Editor: Alexander Haryanto