tirto.id - Direktur Eksekutif CORE Indonesia, Mohammad Faisal, menyebut Indonesia memiliki peluang untuk merundingkan ulang tarif resiprokal sebesar 19 persen yang dikenakan pemerintah Amerika Serikat. Sebab, pengadilan banding federal pada Jumat lalu (29/8/2025) telah memutuskan untuk membatalkan keputusan Donald Trump tersebut.
Faisal menekankan bahwa momen ini dapat membuat Indonesia menelaah lebih jauh mengenai tawaran atau kewajiban yang disodorkan RI terhadap pemerintah AS. Sebelumnya, Indonesia dikenakan tarif sebesar 32 persen, namun karena adanya negosiasi tarif itu berkurang menjadi 19 persen.
Faisal kemudian membandingkan dengan Vietnam dan Malaysia, yang juga mendapat potongan tarif oleh Trump, namun kewajiban yang ditawarkan jauh lebih sedikit dari Indonesia. Bahkan, tarif final yang dijatuhkan hampir sama yakni 20 persen untuk Vietnam dan 19 persen untuk Malaysia. Diketahui, Vietnam sebelumnya mendapat tarif 46 persen, sementara Malaysia 25 persen.
"Kalau kita lihat dari tiga negara ini, kurang lebih kan sama (tarif finalnya), tidak banyak berubah sebetulnya. Yang ditakutkan oleh negosiator kita kan bahwa kalau kita kena tarif resif prokal yang lebih tinggi dari kompetitor, tapi ternyata hasil negosiasi terakhir kan tidak jauh lebih rendah atau lebih tinggi (dari negara kompetitor)," kata Faisal pada diskusi publik, dikutip dari akun YouTube INDEF, Selasa (2/9/2025).
Faisal menilai bahwa pengurangan tarif Trump untuk RI tidak sebanding dengan kewajiban yang diberikan pemerintah Indonesia pada Amerika. Kewajiban yang ditawarkan justru dianggap berlebihan, jika dibandingkan dengan Vietnam dan Malaysia.
"Jadi untuk mendapat 19 persen itu harus punya kewajiban, nah ternyata kewajiban yang kita tawarkan ke Amerika itu lebih banyak dibandingkan Vietnam dan Malaysia. Ongkosnya terlalu besar sekali terhadap ekonomi di dalam negeri," ujar Faisal.
Penulis: Natania Longdong
Editor: Hendra Friana
Masuk tirto.id







































