Menuju konten utama
Pilkada Jakarta 2024

Pencatutan KTP untuk Dharma-Kun Masalah Serius & Langgar Hukum

Pencatutan KTP untuk mendukung paslon independen mengindikasikan ada praktik penggelapan dan ketidakjujuran dalam penyelenggaraan Pilkada 2024.

Pencatutan KTP untuk Dharma-Kun Masalah Serius & Langgar Hukum
Bakal pasangan calon independen atau perseorangan Dharma Pongrekun dan Kun Wardana mengantarkan syarat dukungan maju di Pilgub DKI pada Minggu malam pukul 23.12 WIB.ANTARA/Mario Sofia Nasution

tirto.id - Warga Jakarta kebakaran jenggot mengetahui Kartu Tanda Penduduk (KTP) mereka dicatut tanpa izin untuk mendukung bakal calon gubernur dan wakil gubernur Jakarta dari jalur independen, Dharma Pongrekun-Kun Wardana.

Pantauan Tirto, perbincangan terkait dugaan pencatutan NIK dan KTP untuk mendukung paslon independen Dharma-Kun sudah ramai sejak Kamis (15/8/2024) malam.

Untuk diketahui, KTP yang dicatut sebagai pendukung pasangan independen dapat dilihat melalui situs https://infopemilu.kpu.go.id/Pemilihan/cek_pendukung.

Ketika KTP dan NIK dicatut sebagai pendukung, tulisan yang tertera di laman itu menyatakan: mendukung bakal pasangan calon kepala daerah perseorangan yang didukung.

Djati Waluyo (27), warga Jakarta Selatan, mengaku sengaja langsung mengecek nomor induk kependudukan (NIK) KTP miliknya saat mencuat kasus pencatutan tersebut di media sosial (medsos). Bukan main kagetnya Djati ketika ia ternyata salah satu korban pencatutan untuk mendukung Dharma-Kun di Pilkada Jakarta.

“Saya juga kena. Ini ngeceknya barusan, abis itu [pencatutan KTP] viral,” tutur Djati melalui pesan singkat kepada Tirto, Jumat (16/8/2024).

Dia menuturkan, tidak pernah ada tim dari Dharma-Kun yang datang meminta KTP-nya. Pun tidak ada juga petugas Komisi Pemilihan Umum (KPU) DKI Jakarta yang menemuinya untuk memverifikasi pemberian dukungan tersebut.

Djati membagikan tangkapan layar laman infopemilu dari gawainya. Dalam tangkapan layar situs tersebut, tertera tulisan nama lengkapnya, tempat lahir dan tanggal lahir, serta tulisan: mendukung bakal pasangan calon kepala daerah perseorangan yang didukung.

“Kenal [Dharma-Kun] juga enggak, didatangi KPU DKI juga enggak pernah,” ungkapnya.

Farouk (34), warga asal Kembangan, Jakarta Barat juga mengaku kaget ketika mengetahui bahwa NIK dan KTP miliknya ikut tercatut untuk dukungan bakal paslon independen, Dharma-Kun.

Ia sendiri mengaku kesal karena tak pernah ada persetujuan maupun verifikasi dari KPU untuk dukungan yang mencatut dirinya tersebut.

“Kesal lah, kenal pun enggak. Ya tahu aja ada calon independen itu, tapi enggak pernah riset mendalam jadi kaget kena juga,” kata Farouk kepada Tirto.

Farouk hanya ingat pernah didatangi oleh pihak RT/RW tempatnya tinggal untuk melakukan verifikasi data pemilih Pilkada Jakarta 2024. Namun, seingat dia, itu sudah terjadi tiga bulan lalu.

“Jadi kan iseng aja saya ngecek juga di web KPU itu ya karena viral, eh kena juga pas banget siang saya cek," keluh Farouk.

Farouk tadinya ingin melaporkan kejadian ini kepada penyelenggara pemilu. Namun hal itu urung ia lakukan setelah melihat mekanisme pelaporan yang terlalu ribet.

“Harus upload KTP lagi sama apa gitu, yaudah lah gausah. Mau gimana kesel, tapi ya enggak bisa apa-apa," tutur Farouk.

Tak hanya warga biasa, anak dari eks Gubernur DKI Jakarta, Anies Baswedan, juga menjadi korban pengumpulan KTP untuk mendukung Dharma-Kun, yaitu Mikail Azizi Baswedan dan Kaisar Hakam Baswedan.

Hal ini Anies ungkapkan melalui akun X/Twitter-nya @aniesbaswedan, Jumat (16/8/2024). Menurut Anies, KTP yang dicatut tak cuma milik kedua anaknya, melainkan milik adik serta tim yang bekerja dengannya.

“Alhamdulillah, KTP saya aman. Tapi KTP dua anak, adik, juga sebagian tim yang bekerja bersama ikut dicatut masuk daftar pendukung calon independen," demikian bunyi cuitan akun X Anies, dikutip Jumat.

Otoritas Pengakses Data Pribadi Terlibat?

Pengajar hukum tata negara sekaligus pakar kepemiluan dari Universitas Indonesia (UI), Titi Anggraini, menilai pencatutan data pribadi untuk memenuhi dukungan merupakan masalah yang kerap berulang saban tahun penyelenggaraan pilkada.

Bahkan, kata dia, kasus serupa juga terjadi dalam proses verifikasi partai politik peserta Pemilu 2024 yang lalu.

“Hal itu terjadi dalam rangka memenuhi persyaratan pencalonan yang berat, rumit, dan kompleks. Dimungkinkan terjadi karena maraknya kebocoran data akibat pengelolaan dan perlindungan data pribadi yang amat buruk,” kata Titi kepada reporter Tirto, Jumat (16/8/2024).

Titi menduga apabila pencatutan NIK dan KTP warga Jakarta masif, besar kemungkinan hal ini melibatkan pihak-pihak yang memiliki otoritas untuk mengakses data. Oleh karena itu, isu pencatutan untuk mendukung bakal paslon independen, Dharma-Kun harus diproses serius oleh Bawaslu dan aparat penegak hukum.

“Menggunakan UU Pilkada, UU Perlindungan Data Pribadi (PDP) serta UU ITE. Dukungan yang merupakan data hasil pencatutan adalah tidak sah,” tegas Titi.

Titi menyayangkan kasus dugaan pencatutan ini karena merupakan cara-cara yang lancung dalam proses pilkada. Kasus ini juga membuktikan masalah dalam verifikasi yang dilakukan penyelenggara pemilu. Mereka tidak mampu mengidentifikasi akurasi dukungan pada calon perseorangan.

Mengingat masif dan luasnya korban dugaan pencatutan ini, Titi menilai, Bawaslu DKI Jakarta dan Bawaslu RI perlu membuka call center atau pusat pengaduan yang mudah dan responsif.

“Jangan dibiarkan berlarut-larut sebab pertaruhannya adalah kredibilitas Pilkada 2024. KPU dan Bawaslu harus pastikan hanya mereka yang berhak saja lah yang boleh jadi peserta pilkada,” ujar Titi.

ANJUNGAN DUKCAPIL MANDIRI

Warga mencetak KTP elektronik, di mesin Anjungan Dukcapil Mandiri (ADM) di Padang, Sumatera Barat, Rabu (3/2/2021). ANTARA FOTO/Iggoy el Fitra/hp.

Warga Harus Laporkan Kecurangan Ini

Sementara itu, Perhimpunan Bantuan Hukum dan Hak Asasi Manusia Indonesia (PBHI) menyatakan sudah menerima sejumlah pengaduan terkait dugaan pencurian data pribadi untuk mendukung bakal paslon Dharma-Kun. Hal ini sebagaimana penuturan peneliti PBHI, Annisa Azzahra.

“Data KTP warga, setelah diperiksa di portal resmi KPU dan KPUD, diduga digunakan secara ilegal untuk mendukung pencalonan gubernur atas nama Dharma Pongrekun-Kun, Wakil ketua BSSN periode 2019-2021,” kata Annisa lewat keterangan tertulis kepada Tirto, Jumat.

Dugaan ini menunjukkan adanya pelanggaran serius terhadap hak-hak pribadi warga serta kelalaian atau bahkan kesengajaan dalam proses administrasi pemilu. Annisa menegaskan, pencurian data pribadi melanggar ketentuan prosedural Pemilu dan Pilkada.

Aturan tersebut ditegaskan terkait administrasi syarat KTP pendukung yang diatur Pasal 41 dalam Undang-Undang Pilkada, yang menyatakan bahwa syarat minimal dukungan calon perseorangan atau non-partai sebesar 6,5 persen sampai 10 persen yang dibuktikan dengan pengumpulan KTP pendukung.

“Oleh karena itu, KPU Daerah harus membatalkan pencalonan Dharma Pongrekun-Kun dan Bawaslu perlu segera menindak tegas kasus ini,” ujar Annisa.

Ia menegaskan, pencurian data pribadi ini berpotensi menjadi tindak pidana seperti diatur dalam UU Perlindungan Data Pribadi (UU PDP). Dalam pasal 65 di UU PDP dinyatakan larangan soal memperoleh atau mengumpulkan data pribadi demi keuntungan pribadi.

“Berdasarkan Pasal 67 UU PDP, pelanggaran ini dapat dikenai pidana penjara maksimal 5 tahun dan/atau pidana denda maksimal Rp5 miliar,” terang Annisa.

Bawaslu, kata Annisa, diharap melakukan investigasi mendalam terhadap kecerobohan atau pelanggaran yang dilakukan oleh KPU dalam meresmikan bakal paslon independen Pilkada Jakarta, Dharma-Kun.

Langkah penindakan yang tegas juga harus diambil untuk mencegah terulangnya kejadian serupa di masa mendatang.

“PBHI akan melaporkan dugaan tindak pidana pencurian data pribadi ini ke Bareskrim Mabes Polri untuk ditindaklanjuti sesuai hukum yang berlaku. Tindakan hukum yang tegas perlu diambil untuk memberikan efek jera dan menjaga integritas proses pemilu,” katanya.

Penjelasan Penyelenggara Pemilu

Komisioner KPU DKI Dody Wijaya mengatakan warga saat ini mengaku bisa mengetahui KTP-nya dicatut usai memeriksa NIK mereka di situs infopemilu. Menurut Dody, keterangan di situs infopemilu itu merupakan campuran data antara hasil verifikasi administrasi dan hasil verifikasi hasil.

"Datanya [yang tertera di situs infopemilu] itu tergabung ya, data verfikasi administrasi dengan verifikasi faktual," kata Dody dalam acara rapat pleno KPU DKI Jakarta di salah satu hotel di Jakarta Pusat, Jumat (16/8/2024).

Dengan demikian, keterangan di infopemilu hingga saat ini masih menampilkan data yang lolos verifikasi administrasi, tetapi tidak lolos verifikasi faktual.

Keterangan di infopemilu juga masih menampilkan data yang benar-benar lolos verifikasi faktual alias benar mendukung Dharma-Kun.

Karena itu, infopemilu milik KPU RI disebut masih menampilkan data yang seharusnya sudah tak lagi relevan. Untuk mengatasi hal ini, kata Dody, KPU DKI telah mengirimkan surat kepada KPU RI agar keterangan di infopemilu diperbaharui.

"Itu yang kami berikan tadi masukan kepada KPU RI bahwa ini sebenernya data sudah tidak memenuhi syarat," ucapnya.

"Informasinya sudah dilakukan updating data dan mudah-mudahan datanya sudah menjadi data yang lebih baik lagi," imbuh dia.

Dody memberikan contoh, KTP dua anak eks Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan muncul di situs infopemilu sebagai pendukung Dharma-Kun. Padahal, berdasarkan pemeriksaan, data KTP dua anak Anies tidak lolos verifikasi faktual.

Akan tetapi, data KTP dua anak Anies lolos verifikasi administrasi. Yang artinya, Dharma-Kun bisa memperoleh dukungan dari dua anak Anies.

Terkait hal ini, Dody menyebutkan, KPU DKI tidak mempertanyakan dari mana Dharma-Kun memperoleh data dukungan. Sebab, KPU DKI hanya bertindak sebagai pengguna langsung (end user) data yang diserahkan Dharma-Kun.

"Misal datanya anaknya Pak Anies Baswedan. Kami cek, memang yang bersangkutan dari sisi administrasi masuk sebagai data dukungan. Namun, dari verifikasi faktual, statusnya jadi tidak memenuhi syarat," kata Dody.

"Jadi status dari data dukungan yang bersangkutan dalam verifikasi faktual dinyatakan tidak memenuhi syarat. Artinya, proses itu berjalan di lapangan dengan mekanisme sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan," imbuhnya.

Anggota Komisioner Bawaslu DKI, Benny Sabdo, minta masyarakat yang KTP-nya dicatut di laman KPU, tetapi tidak mendukung bakal paslon Dharma-Kun, untuk segera melapor ke Bawaslu DKI. Petugas Bawaslu, klaim Benny, bakal menindaklanjuti laporan tersebut.

“Andai kata ada masyarakat merasa dicatut namanya padahal tidak memberikan dukungan, silakan melapor kepada Bawaslu DKI Jakarta,” ucap dia.

Tirto telah menghubungi Dharma Pongrekun terkait masalah ini, namun tak membalas permintaan konfirmasi atas dugaan kasus pencatutan ini.

Tidak Layak

Sebelumnya, KPU DKI Jakarta rampung melakukan verifikasi faktual kedua data dukungan bakal calon gubernur-wakil gubernur perseorangan atas nama Dharma Pongrekun dan Kun Wardana, Kamis (15/8/2024) lalu.

Data dukungan Dharma-Kun dinyatakan lolos verifikasi dan memenuhi syarat menjadi calon independen Pilkada Jakarta.

Hasil tersebut membuat Dharma-Kun dapat mendaftarkan diri sebagai cagub-cawagub DKI pada 27-29 Agustus 2024.

Dalam kesempatan itu, Ketua Bidang Teknis Penyelenggara KPU DKI Jakarta, Dody Wijaya menyampaikan bahwa pihaknya bukan sengaja meloloskan Dharma-Kun agar Ridwan Kamil tidak melawan kotak kosong.

“Semuanya proses verifikasi faktual di lapangan yang diawasi ketat oleh Bawaslu dan pemantau,” klaim Dody, Kamis (15/8/2024).

Ridwan Kamil didukung Koalisi Indonesia Maju (KIM) untuk maju sebagai bakal cagub DKI Jakarta. KIM adalah koalisi parpol pendukung presiden-wakil presiden terpilih 2024-2029, Prabowo Subianto dan Gibran Rakabuming Raka.

Sejumlah warganet di medsos X banyak mengeluhkan perihal KTP mereka yang dicatut sebagai pendukung bakal paslon independen Pilkada Jakarta, Dharma-Kun.

Ahli komunikasi politik dari Universitas Padjadjaran, Kunto Adi Wibowo, menyatakan kasus ini merupakan tanda adanya kecurangan Pilkada Jakarta 2024.

Modusnya berupa pengumpulan KTP warga secara ilegal digunakan sebagai dukungan calon independen Pilkada Jakarta.

“Bahkan kalau memungkinkan, statusnya Dharma-Kun ini tidak jadi diloloskan verifikasinya atau ditinjau kembali. Kalau benar, mereka tidak layak diloloskan,” kata Kunto kepada reporter Tirto, Jumat (16/8/2024).

Kunto menekankan, ini bukan soal banyak atau sedikit jumlah warga yang menjadi korban pencatutan. Namun, kasus ini mengindikasikan ada praktik penggelapan dan ketidakjujuran dalam penyelenggaraan Pilkada 2024.

“Bagaimana mungkin kita memilih pemimpin yang sudah tidak jujur dari awal,” ujar Kunto.

Secara politik ini, kata Kunto, ada dugaan memang lolosnya Dharma-Kun untuk membuat Ridwan Kamil sebisa mungkin tak melawan kotak kosong di Pilkada Jakarta.

Menurut Kunto, melawan kotak kosong bakal berpotensi membawa persoalan legitimasi serta perlawanan rakyat untuk mencoblos kotak kosong.

“Jadi ya sangat mungkin bukan masalah tidak diloloskan saja, tapi ini sudah jerat hukum. Ini bentuk regresi atau jalan mundur demokrasi ketika pencalonan independen ini malah diwarnai kecurangan,” terang Kunto.

Baca juga artikel terkait PILKADA 2024 atau tulisan lainnya dari Mochammad Fajar Nur

tirto.id - News
Reporter: Mochammad Fajar Nur
Penulis: Mochammad Fajar Nur
Editor: Bayu Septianto