Menuju konten utama

Memilih Kotak Kosong dalam Pilkada dengan Calon Tunggal itu Sah

Pada kurun 2015-2020, ada 53 paslon tunggal dalam pilkada. Ada satu paslon tunggal yang kalah dari kotak kosong.

Memilih Kotak Kosong dalam Pilkada dengan Calon Tunggal itu Sah
Petugas KPPS (kelompok penyelenggara pemungutan suara) menghitung surat suara Pilkada Kota Tangerang yang bergambar Pasangan Arief Rachadiono-Sachrudin dan kolom kosong, Banten, Rabu (27/6/2018). tirto.id/Andrey Gromico

tirto.id - Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) 2024 akan digelar pada 27 November 2024 mendatang. Seperti sebelumnya, pilkada kali ini berpeluang memunculkan pasangan calon (paslon) tunggal melawan kotak kosong.

Sebagian besar orang beranggapan bahwa jika ada paslon tunggal, ia sudah otomatis akan menjadi kepala dan wakil kepala daerah. Namun, Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2016 tentang Pilkada mengatur bahwa paslon tunggal tetap harus menghadapi kotak kosong.

Pasal 54C Ayat 1 UU Pilkada menyatakan bahwa paslon tunggal melawan kotak kosong dilaksanakan bila setelah dilakukan penundaan dan sampai dengan berakhirnya masa perpanjangan pendaftaran, hanya terdapat satu pasangan calon yang mendaftar dan berdasar hasil penelitian pasangan calon tersebut dinyatakan memenuhi syarat.

Atau dalam skenario lain, “Terdapat lebih dari 1 (satu) pasangan calon yang mendaftar dan berdasarkan hasil penelitian hanya terdapat 1 (satu) pasangan calon yang dinyatakan memenuhi syarat dan setelah dilakukan penundaan sampai dengan berakhirnya masa pembukaan kembali pendaftaran tidak terdapat pasangan calon yang mendaftar atau pasangan calon yang mendaftar berdasarkan hasil penelitian dinyatakan tidak memenuhi syarat yang mengakibatkan hanya terdapat 1 (satu) pasangan calon.”

Selain itu, pemilihan paslon tunggal vs kotak kosong juga bisa dilakukan bila sejak penetapan pasangan calon sampai dengan saat dimulainya masa kampanye terdapat paslon yang berhalangan tetap, partai politik atau gabungan partai politik tidak mengusulkan calon/paslon pengganti, atau calon/paslon pengganti yang diusulkan dinyatakan tidak memenuhi syarat.

Pemilihan dengan paslon tunggal juga terjadi ketika pasangan calon lain dikenakan sanksi pembatalan sebagai peserta pilkada.

Pengajar hukum pemilu di Fakultas Hukum Universitas Indonesia, Titi Anggraini, mengatakan bahwa kotak kosong adalah pilihan sah yang diberikan UU Pilkada. Namun, menurutnya, KPU juga perlu memberi perlakuan dan fasilitas yang adil bagi orang-orang yang mendukung kotak kosong.

“Sebabnya, kolom kosong saja oleh MK (Mahkamah Konstitusi) boleh diwakili pemantau pemilu terakreditasi untuk menjadi pemohon atau pihak terkait dalam hal terjadi perselisihan hasil pilkada calon tunggal di MK,” kata Titi, Senin (5/8/2024).

Maka sudah sewajarnya KPU juga mengatur kampanye kotak kosong dalam Peraturan KPU (PKPU). UU Pilkada menyatakan bahwa KPU harus memfasilitasi kampanye untuk tiga metode kampanye, yakni alat peraga, iklan di media massa cetak dan elektronik, serta debat terbuka paslon.

“Untuk menyiapkan materi kampanyenya, KPU bisa bekerja sama dengan pihak-pihak independen yang mendaftar ke KPU sehingga KPU tidak dianggap partisan,” jelas Titi.

Kotak Kosong adalah Pilihan yang Sah

Menurut Titi, kotak kosong mestinya tidak dianggap sebagai pilihan kelas dua. Dia juga khawatir kalau KPU tidak mengatur soal kampanye kotak kosong, seolah-olah publik memang diarahkan untuk memilih si paslon tunggal.

Faktanya dalam kurun 2015-2020, terdapat sebanyak 53 paslon tunggal dalam perhelatan pilkada. Dari 53 paslon tunggal itu, hanya satu yang kalah. Kekalahan itu terjadi pada Pilkada Makassar 2018.

Semula, Pilkada Kota Makassar saat itu diikuti dua paslon, yakni Mohammad Ramdhan Pomanto-Indira Mulyasari dan Munafri Arifuddin-Andi Rachmatika. Pasangan Danny Pomanto-Indira maju dari jalur independen. Sementara itu, pasangan Munafri-Andi diusung koalisi gemuk yang diisi Partai Nasdem, Golkar, PAN, Hanura, PPP, PDIP, Gerindra, PKS, PKPI, dan PBB.

Belakangan, KPU Makassar mencoret Danny Pomanto-Indira lantaran tersandung kasus hukum. Namun, jumlah suara yang diraih paslon Munafri-Andi toh tak bisa menandingi perolehan kotak kosong.

Meski hanya satu contoh, peristiwa itu menjadi preseden bahwa memilih kotak kosong pun adalah pilihan yang relevan.

“Keberimbangan dan keadilan perlakuan sangat dibutuhkan kolom kosong sebagai pilihan sah yang bisa dicoblos pemilih di surat suara,” kata Titi.

Analis politik dari Indonesia Political Opinion, Dedi Kurnia Syah, menilai bahwa adanya paslon tunggal di daerah yang padat pemilih merupakan sesuatu yang memprihatinkan. Pasalnya, hal itu adalah tengara upaya hegemoni oleh partai politik.

“Fenomena semacam itu perlu menjadi kritik dan alasan bagi KPU untuk memudahkan syarat kandidat independen nonparpol. Sejauh ini, syarat kandidat nonparpol sulit dan mendekati mustahil sehingga banyak yang gagal,” kata Dedi, Senin (5/8/2014).

Menurut Dedi, mengampanyekan kotak kosong merupakan hak publik. Pun tidak ada larangan terkait kampanye antikandidat terusung.

“Boleh saja publik lakukan propaganda agar tidak memilih seseorang kandidat,” imbuhnya.

Bagaimana Respons KPU?

Anggota sekaligus Komisioner KPU, Idham Holik, mengatakan bahwa tugas KPU daerah selaku penyelenggara pilkada adalah memberi sosialisasi dan pendidikan kepada pemilih. Sehingga, pemilih memiliki pengetahuan yang cukup untuk secara bebas mengambil keputusan elektoral.

"Keputusan tersebut tentunya akan berdampak pada jalannya pemerintahan daerah selama lima tahun mendatang," kata Idham, Senin (5/8/2023).

Alih-alih memfasilitasi kampanye kotak kosong, KPU justru melempar bola kepada para aktivis NGO atau masyakarat sipil. Menurut Idham, merekalah yang sebenarnya memiliki peran strategis dalam mengembangkan literasi politik atau literasi elektoral pemilih.

Lebih lanjut, Idham menjelaskan bahwa pemilihan dengan paslon tunggal memiliki landasan hukum yang kuat. Aturan-aturan hukum yang menjadi dasarnya di antaranya Putusan MK Nomor 100/PUU-XIII/2015, Pasal 54C dan 54D UU Pilkada, sampai Pasal 136 PKPU Nomor 8 Tahun 2024.

Putusan MK Nomor 100/PUU-XIII /2015, misalnya, mengatur bahwa pilkada yang hanya diikuti oleh satu paslon baru dapat dilaksanakan apabila pemenuhan syarat paling sedikit dua paslon telah diusahakan dengan sungguh-sungguh, tapi tidak tercapai.

PKPU Nomor 8 Tahun 2024 pun demikian. Secara garis besar, ada tiga kondisi yang memengaruhi potensi terjadinya pemilihan paslon tunggal dalam pilkada. Titik tumpu proses tersebut berada dalam lingkup teknis pencalonan bakal paslon.

Tiga kondisi tersebut bisa terbagi dalam fase pendaftaran, penelitian, dan setelah penetapan. Itu semua diatur dalam Pasal 134, 135, dan 136.

Pertama, dalam fase pendaftaran, hanya terdapat satu pasangan calon yang melakukan pendaftaran. Setelah masa perpanjangan pendaftaran ditutup tetap tidak ada calon baru yang mendaftar, pemilihan paslon tunggal melawan kotak kosong pun dapat dipastikan.

Kedua, jika terdapat lebih dari satu paslon yang mendaftar, tapi hanya satu paslon yang memenuhi syarat dan berhasil lolos seleksi administrasi.

Ketiga, jika di fase setelah penetapan calon terdapat paslon yang dikenakan sanksi pembatalan atau terdapat paslon yang berhalangan tetap sehingga hanya menyisakan satu paslon. Kondisi ini juga mengakibatkan pilkada dilakukan dengan pemilihan calon tunggal melawan kotak kosong.

"Jadi dengan demikian, calon tunggal dalam pilkada adalah legal," tegas Idham.

Meski pemilihan dengan calon tunggal adalah legal, peneliti Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem), Annisa Alfath, tetap meminta KPU memberikan pendidikan politik kepada masyarakat. Ini termasuk tentang bagaimana cara memilih, aturan-aturan terkait pilkada, dan bagaimana cara menentukan pemenang dalam pilkada calon tunggal.

"Apakah berbeda atau sama dengan pilkada dengan yang bukan calon tunggal, yakni menggunakan sistem majority first past the post," jelas Annisa, Senin (5/8/2024).

KPU juga harus menyosialisasikan bagaimana teknis pencoblosan. Masyarakat harus tahu bahwa jika tidak menghendaki paslon tunggal, mereka boleh memilih kotak kosong. Pengetahuan-pengetahuan elektoral semacam itu penting untuk mencegah hilangnya hak pilih masyarakat.

Merespons Annisa, Idham mengatakan bahwa pemilih kini sudah semakin literat atau memiliki pengetahuan yang cukup untuk mengambil keputusan elektoralnya. Apalagi, jika calon tunggal di pilkada tidak memperoleh suara sah lebih dari 50 persen, akan diadakan pemilihan di pilkada selanjutnya lima tahun mendatang.

KPU tentunya menginginkan adanya pilkada memiliki lebih dari satu paslon. Dengan begitu, kata Idham, pemilih memiliki alternatif dan bisa membanding paslon mana yang lebih baik dalam hal visi, misi, dan program serta citra diri yang ditawarkan.

"Sebab, Pilkada tidak sekedar kontestasi politik elektoral semata, tetapi juga kontestasi gagasan pembangunan," terang dia.

KPU, kata Idham, juga akan terus melakukan sosialisasi ketentuan Pasal 54C Ayat 2 UU Pilkada yang berbunyi, “Pemilihan satu pasangan calon dilaksanakan dengan menggunakan surat suara yang memuat dua kolom yang terdiri atas satu kolom yang memuat foto pasangan calon dan satu kolom kosong yang tidak bergambar.”

Baca juga artikel terkait PILKADA 2024 atau tulisan lainnya dari Dwi Aditya Putra

tirto.id - News
Reporter: Dwi Aditya Putra
Penulis: Dwi Aditya Putra
Editor: Fadrik Aziz Firdausi