tirto.id - Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) tengah mempertimbangkan teknologi asal Cina atau Rusia untuk mengembangkan pembangkit listrik tenaga nuklir (PLTN) di Indonesia.
Pasalnya, dua negara tersebut sudah mengajukan penawaran dan Indonesia telah memiliki target untuk membangun PLTN 500 Megawatt (MW) dalam jangka waktu hingga 2034.
Rencananya, 250 MW akan dibangun di Sumatera dan 250 MW sisanya akan dibangun di Kalimantan. Dengan demikian, preferensi pemerintah adalah negara-negara yang menggunakan teknologi reaktor modular kecil (small modular reactor/SMR).
"Jadi, untuk teknologi yang ditawarkan itu ada dari China atau dari Rusia," ujar Wakil Menteri ESDM Yuliot Tanjung, Jumat (20/6/2025), seperti dikutip Antara.
Selain mempertimbangkan teknologi yang akan digunakan untuk membangun PLTN, pemerintah juga tengah menyiapkan regulasi untuk mengolah bahan radioaktif, seperti uranium di Kalimantan Barat, untuk dimanfaatkan dalam memenuhi kebutuhan PLTN.
Potensi uranium tersebut juga telah termaktub dalam Rencana Usaha Penyediaan Tenaga Listrik (RUPTL) PT PLN (Persero) 2025-2034—di samping potensi energi lain di Kalimantan Barat seperti tenaga air, biomassa, biogas, serta batu bara—dengan sumber daya mencapai 24.112 ton di Kabupaten Melawi.
Meski demikian, pemanfaatan nuklir sebagai energi primer masih menunggu adanya kebijakan dari pemerintah yang didukung oleh studi kelayakan pembangunan PLTN.
Penulis: Hendra Friana
Editor: Dwi Aditya Putra
Masuk tirto.id







































