Menuju konten utama

Pemain Asing Muslim dan Mualaf dalam Sepakbola Indonesia

Di balik bermacam kebobrokan yang kadung lekat dengan sepakbola Indonesia, ternyata ada keunikan yang justru menjadi daya tarik sekaligus berkah, yaitu Islam.

Pemain Asing Muslim dan Mualaf dalam Sepakbola Indonesia
Mohamed Sissoko di Mitra Kukar

tirto.id - Entah apa yang ada dalam pikiran Redouane Zerzouri saat ia memilih hengkang dari gemerlapnya industri sepakbola Eropa dan akhirnya hijrah ke Indonesia pada awal 2017. Gelandang berdarah Maroko kelahiran Perancis ini sejatinya masih punya banyak pilihan, dan rasa-rasanya cukup janggal jika pilihan itu jatuh kepada Indonesia.

Bagaimana tidak? Zerzouri sedang menapak usia emas sebagai seorang atlet sepakbola. Pada umur 28 tahun, setidaknya ia masih bisa berbuat sesuatu di Eropa kendati tidak harus berada di klub besar. Saat pertamakali tiba di Indonesia pun, ia digaet oleh tim yang juga belum bisa disebut mapan, PSCS Cilacap.

Padahal, Zerzouri adalah jebolan akademi klub yang cukup punya nama di Perancis, RC Lens, dan sempat membela RC Paris. Zerzouri juga pernah merasakan kesakralan sepakbola Italia bareng Cremonese dan Como pada 2009-2010, lalu merumput di Belgia bersama CS Vise selama 2 musim sebelum pulang ke Maroko untuk memperkuat FAR Rabat sejak musim 2013/2014.

Antara Agama dan Sepakbola Nasional

Jauh-jauh datang dari benua seberang “hanya” untuk merumput di Indonesia –bukan di klub besar pula– tentunya keputusan yang tidak mudah bagi Zerzouri. Namun, ia justru menemukan kebahagiaan di Indonesia yang barangkali juga dianggapnya sebagai berkah. Itu adalah Islam.

“Sepakbola adalah satu hal. Namun, yang lebih penting bagi saya adalah kondisi tempat saya bermain sepakbola. Jadi, adalah hal yang menyenangkan jika saya bisa melanjutkan karier sepakbola di negara yang mayoritas muslim.”

Itulah yang pada akhirnya menjadi alasan kuat bagi Zerzouri sampai mempertaruhkan karier sepakbolanya. Ya, lingkungan yang islami membuatnya kian mantap melanjutkan hidup di Indonesia, negara yang tahun lalu bahkan masih diskorsing FIFA.

Zerzouri tampil cukup apik bersama PSCS Cilacap di turnamen Piala Presiden 2017. Jelang kompetisi Liga 1 2017, ia pun digaet oleh salah satu klub termapan di Indonesia saat ini, Madura United, dan berada satu tim dengan dua pemain yang pernah cukup sukses di Eropa, Peter Odemwingie dan Boubacar Sanogo.

(Baca juga: Akal-akalan Marquee Player di Liga Indonesia)

Nama yang disebut terakhir juga seorang muslim. Sebelumnya, Boubacar Sanogo cukup lama berkiprah di Bundesliga Jerman, sejak 2006 sampai 2014. Mantan striker tim nasional Pantai Gading ini pernah memperkuat Hamburg SV, Werder Bremen, Hoffenheim, hingga Energie Cottbus.

Selain Zerzouri dan Sanogo, masih ada beberapa pemain asing beragama Islam lainnya yang kini beredar di kompetisi Liga 1 2017. Sebut saja marquee player Persiba Balikpapan asal Irak, Anmar Almubaraki, atau Omar El-Din, pemain Libanon yang ada di skuad Perseru Serui.

Sempat terselip juga duo Aboubacar milik PS TNI asal Guinea, Sylla dan Camara, sebelum keduanya dicoret di pekan-pekan pertama Liga 1 2017 seiring didepaknya pelatih Laurent Hatton oleh manajemen The Army.

Kebahagiaan Sissoko di Indonesia

Masih ada satu pemain yang sebetulnya tidak boleh terlupakan. Siapa lagi kalau bukan Mohamed “Momo” Sissoko yang kini membela Mitra Kukar. Pemilik 34 caps di tim nasional Mali ini bukan pesepakbola biasa karena pernah malang-melintang di sejumlah klub elite Eropa, dari Valencia, Liverpool, Juventus, Paris Saint Germain (PSG), hingga Fiorentina.

Merumput di Indonesia pastinya sangat berbeda dengan di Eropa yang jelas lebih unggul segala-galanya. Namun, siapa nyana, Sissoko ternyata bahagia. Sama seperti Zerzouri, Islam adalah salah satu alasan kenyamanan gelandang berusia 32 tahun ini di Indonesia, terlebih pada bulan Ramadan.

(Baca juga: Kebrutalan Para Pesepakbola Kita)

Coba simak antusiasme Sissoko menjalani ibadah puasa sembari bekerja untuk pertamakalinya di Indonesia yang tentunya sangat berbeda dengan apa yang telah bertahun-tahun ia alami semasa berkiprah di liga-liga Eropa.

"Menjalani puasa di Indonesia sangat istimewa. Suasana bulan Ramadan di sini sangat terasa, berbeda dengan tempat-tempat sebelumnya. Saya berharap Ramadan kali ini menjadi berkah buat semua, Insya Allah," sebut Sissoko melalui akun sosial media miliknya.

Sissoko memang seorang muslim yang taat, termasuk tetap menunaikan puasa sekaligus melakoni kewajibannya sebagai seorang pesepakbola profesional, bahkan semasa di Eropa yang “belum mengenal toleransi” untuk para pemain muslim di bulan Ramadan.

Ketika masih membela PSG pada 2012 silam, Sissoko pernah mengungkapkannya. "Saya bangga menjadi seorang muslim. Saya tetap melaksanakan ibadah selama ketatnya kompetisi sepakbola. Saya juga selalu berpuasa setiap bulan Ramadhan," ucapnya kala itu saat diwawancarai oleh Al-Arabiya.

Bagi Sissoko, menjalani Ramadan di Indonesia pastinya lebih “mudah” sekaligus menyenangkan ketimbang di Eropa. Selain lingkungan keislamannya yang lebih terasa, kebijakan klub maupun PSSI untuk kompetisi selama masa puasa ini pun disesuaikan. Latihan tidak seberat pada hari-hari biasa, pertandingan pun digeser waktunya pada malam hari, bahkan ada libur beberapa hari untuk menyambut bulan suci.

Hidayah Lewat Sepakbola

“Berkah” Islam bagi pemain asing di persepakbolaan Indonesia tidak hanya dirasakan oleh atlet muslim saja. Sudah cukup banyak pekerja sepakbola yang akhirnya menjadi mualaf setelah beberapa tahun merumput di Indonesia.

Beberapa di antaranya memang beralih ke Islam karena menikah dengan wanita lokal. Namun, faktor kehangatan Islam di tanah air tentunya juga bisa dimungkiri. Eks bomber Persib Bandung asal Brasil, Marcio Souza da Silva, mengakuinya.

Marcio Souza beralih keyakinan dengan memeluk Islam pada 2010 silam, saat ia memperkuat Semen Padang. Menurut pengakuannya, ia memutuskan untuk menjadi mualaf karena terkesan dengan rekan-rekan setimnya yang tidak pernah melalaikan ibadah.

“Saya senang dan tertarik melihat kawan-kawan lain selalu taat dan rutin beribadah kalau pas tiba waktunya salat. Bahkan dalam perjalanan away, di tengah perjalanan sekali pun kawan-kawan tak lupa beribadah. Mereka seperti menemukan kedamaian saat beribadah,” ucapnya seperti dikutip dari Goal.

(Baca juga: Persib dan Masalah Baru Bernama Carlton Cole)

Infografik Pesepakbola Muslim

Hal serupa juga dirasakan Abanda Herman. Bek jangkung asal Kamerun yang sudah berkiprah di Indonesia sejak tahun 2004 ini ternyata mempelajari Islam terlebih dulu sebelum akhirnya mantap berpindah agama.

“Saya tidak begitu saja memutuskan masuk Islam. Semuanya terjadi dalam sebuah proses yang lumayan lama,” sebut mantan pemain PSM Makassar, Persija Jakarta, Persema Malang, Persib Bandung, dan Barito Putera ini.

“Awalnya saya ingin tahu, kemudian belajar hingga akhirnya benar-benar memutuskan jadi seorang muslim. Saya juga tergugah dengan sejumlah ajaran Islam lainnya yang sangat menekankan bahwa semua manusia itu sama kedudukannya di hadapan Tuhan," tambah Abanda Herman.

Selain mereka, masih banyak pemain asing lainnya yang jadi mualaf lewat perantaraan sepakbola Indonesia. Sebutlah Antonio Claudio, Danilo Fernando, Patricio Jimenez, Javier Rocha, Cristian Lenglolo, Yusuke Sasa, Carlos Raul Sciucatti, dan tentu saja Cristian Gonzales.

(Baca juga: Cara Mematikan Karier Cristian Gonzales)

Bukan cuma pemain sepakbola saja, ada pula pelatih asing yang juga mengambil keputusan serupa, yakni memeluk Islam setelah berkarier di Indonesia, salah satunya adalah pelatih asal Moldova yang pernah menukangi banyak klub di tanah air dan kini membesut Cilegon United di kompetisi Liga 2 2017, Arcan Iurie.

Indonesia adalah negara berpenduduk muslim terbesar di dunia, dan ketika datang orang asing yang ternyata juga beragama Islam, tentu saja akan disambut dengan kehangatan yang lebih kental. Hal serupa juga berlaku untuk mereka yang memutuskan menjadi mualaf. Ada rasa nyaman sekaligus aman dengan memeluk Islam.

Maka, bicara tentang sepakbola Indonesia tak hanya melulu terkait soal mafia pengaturan skor atau penyuapan wasit, kisruhnya federasi, tertunggaknya gaji pemain, keringnya prestasi, aksi brutal di lapangan, politisasi sepakbola, kerusuhan suporter, buruknya infrastruktur, dan hal-hal memalukan lainnya. Ternyata, ada pula berkah Islam di dalamnya.

Baca juga artikel terkait RAMADHAN atau tulisan lainnya dari Iswara N Raditya

tirto.id - Olahraga
Reporter: Iswara N Raditya
Penulis: Iswara N Raditya
Editor: Zen RS