tirto.id - Pertandingan Liga 1 antara tuan rumah Bhayangkara FC melawan PS TNI pada 30 April 2017 lalu memang berlangsung panas. Maklum, ini adalah duel penuh gengsi dan sarat pertaruhan harga diri. Dua tim yang bertarung di lapangan sama-sama berasal dari latar-belakang militer: PS TNI punya tentara, Bhayangkara FC milik polisi.
Sejumlah pertunjukan keras pun tersaji di sepanjang pertandingan yang dihelat di Stadion Patriot Candrabhaga Bekasi itu. Namun, ada satu kejadian yang paling menyorot perhatian. Tindakan negatif yang tidak patut ditiru oleh pesepakbola manapun.
Laga sudah memasuki injury time babak kedua atau akan berakhir beberapa saat lagi. Dalam suatu perebutan bola yang melibatkan Abduh Lestaluhu dan Hong Soon Hak dari PS TNI melawan striker Bhayangkara FC, Thiago Furtuoso, terjadi insiden yang sungguh memalukan.
Furtuoso yang sedang menguasai bola diganggu oleh Soon Hak dan Abduh Lestaluhu yang mencoba menganggu pergerakan striker asal Brasil itu. Tiba-tiba tanpa diduga, Abduh Lestaluhu mengapit leher Furtuoso dengan sikunya dari belakang.
Abduh Lestaluhu seperti hendak menghempaskan lawannya itu ke tanah, persis adegan gulat bebas. Lalu, bek muda asal Tulehu, Maluku, itu terlihat memegang bagian atas kepala Furtuoso dan menghantamnya dengan kepalan tangan. Cukup brutal meski tidak kena telak.
Aksi Memalukan Sang Kapten
Kelakuan tak pantas Abduh Lestaluhu itu tak pelak memantik ricuh para pemain lain. Wasit Aprisman Aranda yang memimpin laga pun langsung mencabut kartu merah dan mengusir si pembuat onar ke luar lapangan. Sesaat berselang, pertandingan selesai. PS TNI menang 2-1 di markas Bhayangkara FC meskipun dicemari oleh ulah kaptennya.
Ya, Abduh Lestaluhu memang dipercaya mengenakan ban kapten dalam duel kontra Bhayangkara FC tersebut oleh pelatih PS TNI saat itu, Laurent Hatton–yang lantas dipecat meskipun PS TNI menang (Tentang pemecatan Laurent Hatton, baca: Karier Prematur Juru Taktik Liga 1).
Sebagai seorang pemimpin, Abduh Lestaluhu semestinya bisa bersikap jauh lebih baik dari apa yang telah dipertontonkannya tersebut. Laurent Hatton pun tidak habis pikir mengapa kapten tim pilihannya lepas kontrol seperti itu.
"Saya tidak tahu soal tindakan Abduh, apalagi dia adalah seorang kapten. Seharusnya dia tidak harus melakukan tindakan seperti itu,” sesal Laurent Hatton usai pertandingan.
Tanggal 4 Mei 2017 kemarin, Komisi Disiplin PSSI bersidang untuk membahas sejumlah pelanggaran yang terjadi di Liga 1 maupun Liga 1 2017 yang belum genap bergulir satu bulan, termasuk terkait ulah Abduh Lestaluhu. Hasilnya, Abduh Lestaluhu dihukum skorsing 5 laga dan denda sebesar 10 juta rupiah.
Kesalahan yang Berulang
Abduh Lestaluhu pun telah menyesali perbuatannya. "Saya khilaf. Apa yang saya lakukan tidak ada maksud sengaja, hanya spontanitas saja karena tensi dan tuntutan ingin menang," dalihnya.
"Saya minta maaf kepada masyarakat Indonesia, saya sangat menyesal. Semoga kejadian ini yang pertama dan terakhir. Semoga kompetisi Indonesia lebih bersih lagi dari hal-hal seperti itu,” lanjut pemain berusia 23 tahun ini.
Kejadian ini yang pertama baginya? Bukan, ini bukan yang pertamakalinya Abduh Lestaluhu tersulut emosi dan bertindak tanpa kendali ketika pertandingan sedang berlangsung. Ia pernah melakukan hal yang nyaris serupa, bahkan di level internasional.
Ingatlah saat Timnas Indonesia menghadapi Thailand dalam laga leg kedua final Piala AFF 2016 lalu di Stadion Rajamangala, Bangkok. Insidennya juga terjadi jelang pertandingan berakhir, sama seperti di laga Bhayangkara FC kontra PS TNI.
Abduh Lestaluhu saat itu sedang mengambil bola. Ia seharusnya melakukan lemparan ke dalam secepatnya karena Indonesia tertinggal dua gol dan butuh satu gol saja untuk memperpanjang asa karena di leg pertama menang 2-1. Tapi, apa yang ia lakukan?
Sekali lagi tanpa diduga, Abduh Lestaluhu dengan emosi tinggi justru menendang bola sekencang-kencangnya ke arah para pemain cadangan Thailand. Beruntung, tidak ada yang terkena bola sambitannya itu. Kartu merah pun diacungkan wasit, Abduh Lestaluhu harus mandi lebih cepat.
Akibatnya, konfederasi sepakbola Asia atau AFC menjatuhkan berupa sanksi larangan tampil di dua pertandingan internasional bagi Abduh Lestaluhu, plus denda sebesar 1.000 dolar AS atau sekitar 13,5 juta rupiah. “Pelanggaran yang sama bisa membuat Abduh Lestaluhu terkena sanksi lebih berat,” imbuh AFC dalam rilisnya waktu itu.
Saat itu, Abduh Lestaluhu juga meminta maaf kepada bangsa Indonesia. Namun publik saat itu terbelah: ada yang menyalahkannya, ada yang membelanya.
Kambuhnya Ferdinand Sinaga
Selain kasus Abduh Lestaluhu, sidang Komisi Disiplin PSSI juga mengumumkan sanksi untuk Ferdinand Sinaga dan sejumlah insiden lainnya. Penyerang nasional yang kini memperkuat PSM Makassar itu dijatuhi skorsing 4 laga dan denda 10 juta rupiah juga karena memukul pemain lawan, yakni Ivan Carlos dari Persela Lamongan.
Tentang Liga 1 2017, Baca juga: Akal-akalan Marquee Player di Liga Indonesia.
Dalam pembelaannya, Ferdinand Sinaga mengaku tidak sengaja melakukan tindakan kurang terpuji itu. “Kejadian kemarin saya hanya refleks, tangan saya begini (menunjukkan seolah mau memukul) tapi saya tidak niat melakukan itu,” elaknya.
Kasus terakhir sebelum aksi pemukulan terhadap Ivan Carlos adalah saat Ferdinand Sinaga masih memperkuat Sriwijaya FC. Di turnamen Piala Jenderal Soedirman kontra Persija Jakarta pada November 2015, ia mengamuk, mengejar wasit lalu menendang mikrofon di tepi lapangan. Ferdinand juga murka karena dicemooh penonton.
Lantaran ulahnya tersebut, Sriwijaya FC terpaksa mencoret Ferdinand Sinaga dari skuat. Beruntung, PSM Makassar berbaik hati menampung striker langganan tim nasional ini.
Terlalu banyak jika membahas kelakuan minor Ferdinand Sinaga, termasuk saat ia marah dan menantang penonton yang menyorakinya usai laga Timnas Indonesia melawan ASEAN All Stars di Jakarta pada Mei 2014 silam. Ia berlari ke arah tribun suporter bahkan menaiki pagar pembatas sampai harus ditahan oleh aparat keamanan.
Liga Baru Masalah Lama
Dan keduanya bukan kasus unik. Dalam laga antara Persegres Gresik United vs Persib Bandung (Rabu, 3 Mei 2017), Dedi Kusnandar harus keluar lapangan karena terjangan I Gusti Rustiawan, pemain Persegres. Rustiawan melompat ke arah Dedi sembari mengayunkan tangan dan memiting Dedi hingga terjengkang.
Lantas, apa yang seharusnya dilakukan oleh PSSI selaku otoritas sepakbola nasional untuk mengatasi “penyakit” kambuhan seperti ini? Abduh Lestaluhu, Ferdinand Sinaga, dan pemain-pemain lain, atau permainan-permainan brutal lainnya, terbukti selalu terulang lagi dan lagi.
Apakah mesti diganjar hukuman yang lebih berat? Tapi, yang namanya tabiat, pastinya susah untuk diubah dalam sekejap. Barangkali hanya bertambahnya usia yang mampu mengantarkan mereka menuju pendewasaan yang hakiki.
Kompetisi baru bergulir tiga pekan, namun berbagai persoalan klasik terus saja berulang. Cita-cita tata kelola persepakbolaan nasional tampaknya masih jauh dari harapan, setali tiga uang dengan klaim reformasi PSSI yang boleh jadi cuma basa-basi.
Penulis: Iswara N Raditya
Editor: Iswara N Raditya