tirto.id - "Ini luar biasa. Jersey ini mengingatkan saya saat bergabung dengan Chelsea dalam karier awal sepakbola saya," kata Carlton Cole sesaat setelah diperkenalkan sebagai pemain Persib, 30 Maret 2017 pagi, di Bandung.
Carlton Cole bakal memakai kostum Persib dengan nomor 12, nomer yang dipakainya saat dipromosikan ke skuat senior Chelsea di Premier League musim 2001/2002. Striker jangkung bertinggi badan 191 cm ini memang pemain asli didikan akademi The Blues.
Di Maung Bandung, Cole akan dipertemukan dengan mantan pemain Chelsea lainnya, Michael Essien. Keduanya sama-sama eks punggawa The Blues dan beredar di kurun waktu yang sama. Namun, justru di Persib, Cole akhirnya bisa bermain dalam satu tim dengan Essien untuk pertamakali dalam karier panjangnya.
Chelsea di Antara Essien dan Cole
Tanggal 19 April 2007 adalah hari bersejarah bagi Carlton Cole. Ia akan meladeni tim yang diidolakannya sejak kecil, Chelsea. Sebagai anak asli London, sebenarnya banyak opsi bagi Cole untuk mengidolakan klub London lainnya. Ada banyak klub yang berbasis London, dari Chelsea, Tottenham Hotspurs dan Arsenal hingga West Ham United, Fulham atau Crystal Palace. Tapi, pilihannya jatuh kepada The Blues.
Cole adalah siswa akademi sepakbola Chelsea dan sempat masuk skuat utama meskipun lebih sering tak terpakai. Selama berstatus sebagai pemain The Blues dalam kurun 4 musim dari 2001/2002 hingga 2005/2006, ia hanya 31 kali tampil dengan sumbangan 8 gol.
Sepanjang periode itu, Cole lebih sering dipinjamkan ke klub lain, dari Wolverhampton Wanderers, Charlton Athletic, sampai Aston Villa. Cole baru menemukan kemantapan dalam karier sepakbolanya saat memperkuat klub London lainnya, West Ham United, yang dibelanya selama 9 musim hingga edisi 2015/2016 lalu.
Setelah 9 bulan bergabung dengan West Ham, Cole akhirnya harus menghadapi klub yang mendidiknya itu itu. West Ham menjamu Chelsea di pekan ke-13 Premier League musim 2006/2007. Sayang, Cole baru dimainkan di menit 72 menggantikan Bobby Zamora.
West Ham pun kalah di kandang sendiri waktu itu, dengan skor telak pula, 1-4. Sepasang gol Shaun Wright Phillips ditambah 2 gol tambahan dari Solomon Kalou dan Didier Drogba hanya mampu dibalas sebiji gol Carlos Tevez untuk The Hammers.
Cole? Durasi 18 menit rupanya tidak cukup baginya untuk menunjukkan sesuatu yang spesial. Terlebih lagi, Cole tidak bisa berbuat banyak di hadapan trio bek Chelsea yang memang susah ditembus, yakni Wayne Bridge, John Terry, dan Ricardo Carvalho, sebagai benteng terakhir di depan sang kiper yang tak kalah tangguh, Peter Cech.
Ada satu lagi pemain yang menjadi kunci kesolidan skuat asuhan Jose Mourinho saat itu, siapa lagi kalau bukan Michael Essien. Inilah batu karang yang harus dibongkar sebelum lawan memasuki lini pertahanan The Blues. Inilah sosok yang terpilih sebagai pemain terbaik klub di musim 2006/2007.
Chelsea memang gagal mempertahankan gelar juara dan harus puas finish di posisi kedua, 6 poin lebih sedikit dari sang kampiun, Manchester United. Namun, itulah masa-masa di mana Essien menikmati karier emasnya di kancah sepakbola Eropa.
Adapun Cole menapaki musim demi musim selanjutnya bersama West Ham hingga menjadi salah satu legenda hidup di klub yang berdiri sejak 5 Juli 1900 itu. Dan kini, keduanya dipertemukan di Persib Bandung dalam umur yang boleh dibilang sebagai usia sisa-sisa.
Penegas Kemapanan Persib?
Saat Persib mengumumkan bergabungnya Essien, publik sepakbola nasional tentu saja heboh. Orang masih ingat bagaimana mantan pemain andalan Ghana ini menjadi salah satu gelandang terbaik yang sempat ada di muka bumi, dan pernah memperkuat klub-klub raksasa Eropa macam Chelsea, Real Madrid, juga AC Milan.
Ketika Persib membuat kejutan lagi dengan mendatangkan Carlton Cole, kehebohan tetap ada, meskipun tidak seramai sebelumnya. Cole tentunya juga punya rekam jejak yang boleh dibanggakan, apalagi ia berstatus sebagai mantan pemain tim nasional Inggris kendati hanya 7 caps yang dikoleksinya.
Yang menjadi pertanyaan, apakah perekrutan Cole memang benar-benar dibutuhkan Persib atau hanya sebagai penegas kemapanan tim Maung Bandung di antara klub-klub Indonesia lainnya?
Essien barangkali masih lebih masuk akal. Ia bisa saja diplot sebagai gelandang serang atau playmaker lantaran Persib sudah punya Hariono, Dedi Kusnandar, Kim Jeffrey Kurniawan, atau Gian Zola Nasrulloh, di sektor gelandang tengah non-playmaker.
Djadjang Nurdjaman selaku pelatih Persib memang sudah lama mengidam-idamkan sosok playmaker mumpuni yang hilang sepeninggal Makan Konate serta Firman Utina. Robertino Pugliara, Marcos Flores, bahkan Erick Weeks Lewis dinilai tidak sanggup mengampu posisi itu.
Pertaruhan Djadjang Nurdjaman
Kehadiran Carlton Cole tak pelak menimbulkan dilema. Peran target man yang selama ini dikuasai oleh Sergio van Dijk tentunya terancam. Bisa saja keduanya tampil bareng, namun Djadjang Nurdjaman tidak biasa menerapkan format kepala kembar alias dua bomber.
Jika tetap dipaksakan, akan sia-sia apa yang telah menjadi ciri khas Persib selama ini: menyerang lewat dua sayap yang bermuara pada satu striker utama, dan itu telah terbukti ampuh dengan Sergio van Dijk sebagai finisher-nya. Lagipula, kompetisi tinggal menghitung hari.
Konsistensi Cole juga patut dipertanyakan karena sudah cukup lama tidak mencetak gol. Ia terakhir kali membobol gawang lawan saat West Ham membenamkan Burnley 3-1 pada 18 Oktober 2014 silam. Di dua klub terkini yang dibelanya, Glasgow Celtic (Skotlandia) dan Sacramento Republic (Amerika Serikat), Cole nihil gol.
Ketakutan akan trauma musim lalu juga membayangi Persib. Juan Belencoso yang didatangkan dengan harga selangit tapi tak kunjung sanggup memberikan kontribusi berarti. Striker asal Spanyol itu akhirnya didepak dengan kesia-siaan.
Jika dicermati, karakter Cole sejatinya mirip dengan Belencoso, sama-sama berpostur tinggi dan lebih maksimal dalam memanfaatkan bola-bola atas yang nantinya dituntaskan dengan aksi kepala, sementara para winger Persib terhitung buruk dalam mengirimkan umpan silang yang matang.
Apabila tetap mempertahankan formasi dengan satu penyerang utama, Djadjang Nurdjaman harus benar-benar jeli merotasi antara Cole atau Sergio van Dijk. Keduanya berstatus sebagai pemain bintang yang tentu saja tidak mau ditepikan.
Carlton Cole memang striker di atas rata-rata untuk ukuran Liga Indonesia, setidaknya dilihat dari portofolio-nya. Tapi boleh jadi kehadirannya justru akan menjadi pertaruhan bagi citra dan kelanjutan karier Djadjang Nurdjaman di Persib.
Dengan memiliki Essien dan Cole, juga van Dijk, dan sederet pemain-pemain kelas atas Indonesia seperti Ahmad Jufriyanto, Made Wirawan, Hariono, Supardi, Kim Kurniawan dan Dedi Kusnandar, hampir tidak ada alasan bagi Persib untuk tidak maksimal. Kondisi finansial yang terhitung sangat baik, nyaris tidak pernah terdengar persoalan tunggakan gaji, juga animo suporter yang tinggi, menjadi faktor-faktor pendukung yang sangat membantu. Apalagi demi mengakomodasi agresifitas Persib berburu pemain ini operator liga yaitu Liga Indonesia Baru sampai mengeluarkan peraturan tentang marquee player.
Semuanya sudah lengkap bagi Persib. Hampir tidak ada alasan bagi Djajang Nurjaman untuk tidak mempersembahkan gelar juara. Ya, tidak ada alasan!
Penulis: Iswara N Raditya