tirto.id - Bank Indonesia (BI) resmi menggelar Pameran Bentengan: Bermain dan Telusuri Uang Lewat Cerita Anak. Pameran ini dihelat dalam rangka memperkenalkan kepada anak-anak bahwa gim yang ada saat ini sebenarnya merupakan evolusi dari permainan yang sudah eksis sejak zaman dulu. Pun, dengan sistem pembayaran yang juga berevolusi seiring waktu.
“Jadi, untuk itu kita mengangkat sebuah tema bagaimana permainan anak-anak berevolusi dari masa ke masa. Tentunya bukan hanya mainannya saja, karena di setiap mainan ada ceritanya, dan salah satu cerita adalah bagaimana sisi pembayaran itu juga berevolusi dari masa ke masa,” ujar Kepala Grup Departemen Komunikasi Bank Indonesia, Junanto Herdiawan, mengatakan, saat ditemui awak media, di sela pembukaan Pameran Bentengan, di Museum Bank Indonesia (MUBI), Jakarta Pusat, Senin (14/7/2025).
Dalam ruang pameran yang disajikan secara interaktif, Bank Indonesia berusaha menyandingkan mainan-mainan tradisional seperti gasing dan egrang, maupun permainan yang populer pada masa awal 2000-an, seperti arcade, mobil tamiya, konsol gim, dan lain sebagainya, dengan pecahan uang yang berlaku pada saat permainan-permainan tersebut eksis.
“Di setiap mainan itu ada uang di sebelahnya. Itu uang yang berlaku pada saat permainan itu berada. Tadi ada Rp100 perak (bergambar) badak, ada Rp100 (bergambar kapal) pinisi, ada Rp500 (bergambar) orang utan. Itu menunjukkan bagaimana permainan berkembang bersama dengan evolusi sisi pembayaran,” tambah Junanto.

Dengan pameran yang digelar selama dua bulan penuh –14 Juli-14 September 2025 ini, ia berharap dapat mengenalkan pecahan-pecahan uang yang ada di Indonesia atau membuat anak-anak semakin cinta terhadap mata uang Garuda.
“Tujuan pameran ini adalah kita mengajak anak-anak untuk pertama bermain, tetap bermain. Bermain itu penting buat anak-anak untuk menjaga integrasi, sinergi, koordinasi bersama kawan-kawan, bergaul, berjejaring. Dan kedua tentunya mengenalkan juga bagaimana sistem pembayaran, tadi dalam permainan tadi ada evolusi sistem pembayaran,” paparnya.
Selain itu, ruang pameran dibagi ke dalam tiga zonasi: zona digital, zona analog dan zona tradisional yang masing-masing merepresentasikan era yang berbeda.
Pembagian zona ruang pameran inipun mencerminkan bagaimana sistem pembayaran berevolusi, dari yang pada mulanya hanya dapat dilakukan melalui transaksi tatap muka, dengan uang berbentuk fisik, saat ini sudah dapat dilakukan secara digital, baik melalui uang digital (e-money) atau kode QR–QRIS.
Pada saat yang sama, pengenalan uang digital juga diharapkan dapat membuat anak-anak lebih paham akan risiko yang mungkin ditimbulkan dari berbagai transaksi digital. Pun, dengan risiko berinvestasi, dari yang sebelumnya mengumpulkan uang hanya dapat dilakukan dengan menabung.
“Anak-anak juga harus tetap memahami risikonya. Jadi dulu menabung, sekarang memahami risiko dengan investasi, tapi juga jangan sampai terjebak ke dalam scamming, phising, judi online, pinjaman online ilegal. Nah, ini yang kita ajarkan kepada anak-anak. Itu salah satu yang kita ingin ingatkan kepada anak-anak di museum ini,” tutup Junanto.
Penulis: Qonita Azzahra
Editor: Dwi Aditya Putra
Masuk tirto.id







































