tirto.id - Dalam sebuah tulisan di CBS, seorang anak laki-laki berusia delapan tahun harus menjalani 323 pemeriksaan dokter dan 13 kali operasi karena ulah ibunya. Kaylene Bowen selalu menganggap anaknya, Christopher Bowen, menderita penyakit langka yang tak bisa disembuhkan. Padahal, Christopher sesungguhnya berada dalam kondisi sehat.
Perempuan asal Dallas, Texas, AS ini mengatakan bahwa anaknya mengalami kelainan genetik dan kanker langka serta membutuhkan transplantasi paru-paru. Selama delapan tahun hidupnya, Christopher jadi harus memakai tabung oksigen, kursi roda, dan tabung pemasok makanan.
Karena mendapat perawatan medis yang tak dibutuhkan, sang anak jadi benar-benar jatuh sakit. Ia menderita infeksi darah sebanyak tiga kali, dan kondisi tersebut membahayakan nyawanya. Namun, staf di Dallas Children's Medical Center mulai mencurigai kejanggalan dalam perawatan Christopher pada kunjungan di bulan November lalu.
Baca juga:
Mereka lalu melaporkan kejanggalan tersebut pada Child Protective Services (CPS). Sebuah organisasi di Amerika Serikat yang fokus memperjuangkan perlindungan kepada anak. Hasilnya, dokter di CPS menduga bahwa Kaylene menderita Munchausen Syndrome by Proxy (MSP). CPS mengatakan orang dengan MSP lazimnya pergi ke beberapa layanan medis yang berbeda. Tujuannya untuk menghindari terbongkarnya skenario dan mengaburkan diagnosis penyakit sang anak.
MSP merupakan penyakit jiwa di mana seorang pengasuh memanipulasi gejala penyakit pada anak asuhnya untuk mendapat simpati dan perhatian. Lazimnya, penyakit jiwa ini diidap oleh para ibu. Ulah memanipulasi penyakit dikategorikan sebagai penganiayaan terhadap anak.
Kini, Kaylene mendekam di prodeo Dallas County dan dikenakan pasal perbuatan yang mengakibatkan cedera pada anak.
“Menggalang dana dan sering datang ke dokter merupakan ciri umumnya. Namun, kasusnya amat jarang terjadi,” kata Matthew Gilbert, direktur investigasi regional CPS.
Baca juga:
Ayahnya, Ryan Crawford, membenarkan kelakuan sang mantan istri yang selalu mengatakan anaknya sakit. Selama bertahun-tahun, Crawford memberikan $600 atau sekitar Rp8 juta per bulan untuk biaya perawatan anaknya. Selama itu pula ia memperjuangkan hak asuh anak agar jatuh padanya. Namun, Kaylene selalu dapat meyakinkan hakim bahwa sang anak lebih pantas berada di tangannya.
Pengidap MSP Suka Cari Perhatian
Tak ada yang mengetahui secara pasti penyebab penyakit MSP. Namun, beberapa dugaan menyebutkan bahwa pengidapnya kemungkinan juga menderita sindrom yang sama pada dirinya sendiri. Mereka sering memanipulasi diri agar terlihat sakit.
Roy Meadow dalam penelitiannya di tahun 1995 mengatakan pengidap MSP lazim menggunakan trik ini untuk menarik perhatian pasangan. Atau memenangkan perselisihan dengan pasangan, misal dalam memperjuangkan hak asuh anak.
Orang dengan MSP dapat melakukan hal ekstrem hingga menimbulkan gejala penyakit pada anaknya. Mereka sangat mungkin menambahkan darah pada air seni atau tinja anaknya. Lalu membatasi makan sang anak agar terlihat kurus, memanaskan termometer seolah anak demam. Atau memberi anak obat agar anaknya muntah dan diare, hingga membikin tes laboratorium palsu.
Baca juga:Obesitas Mengancam Anak Indonesia
Anak-anak yang dirawat oleh pengasuh MSP memiliki beberapa ciri seperti sering mengunjungi rumah sakit, menjalani banyak tes, operasi, atau prosedur medis lainnya. Mereka juga memiliki gejala penyakit aneh yang tak sesuai dengan hasil tes laboratorium. Gejala penyakitnya juga langsung hilang saat sang anak berada di rumah sakit, tapi kambuh ketika mereka pulang ke rumah.
Terkadang ditemukan obat atau bahan kimia di urine, darah, atau tinja anak sebagai manipulator. Namun, karena kebanyakan orang dengan MSP adalah ibu atau pihak yang paling dekat dengan anak. Terkadang ciri-ciri tersebut menjadi bias, antara sang anak benar-benar sakit atau dimanipulasi ibunya.
Karena itulah, John Stirling, Jr, dkk dalam penelitiannya pada 2007 menyatakan para dokter harus memiliki indeks kecurigaan tinggi saat memeriksa pasiennya. Sebab, memanipulasi penyakit anak bukan sekadar gangguan kesehatan mental belaka, melainkan bentuk penganiayaan kepada anak.
Semakin lama anak tinggal bersama pengasuh MSP-nya, maka hidupnya juga makin terancam. Dokter menjadi pihak yang bertanggung jawab untuk memutus rantai masalah tersebut. Para korban MSP perlu dijauhkan dari pengasuhnya dan mendapatkan perawatan medis dan psikis guna menyembuhkan luka fisik dan trauma yang didapat.
Penulis: Aditya Widya Putri
Editor: Maulida Sri Handayani