tirto.id - Otoritas Jasa Keuangan (OJK) masih mendalami potensi dampak yang mungkin ditimbulkan kebijakan tarif resiprokal sebesar 19 persen oleh pemerintah Amerika Serikat (AS) terhadap perbankan yang menyalurkan pembiayaan ke perusahaan-perusahaan yang melakukan ekspor di beberapa komoditas utama. Pendalaman ini dilakukan untuk melihat sejauh mana ruang pembiayaan yang masih bisa dimanfaatkan perbankan.
“Secara khusus, terkait dengan pemberian kredit dari perbankan kepada perusahaan-perusahaan yang melakukan ekspor di beberapa komoditas utama ini, sedang dilakukan pendalaman lebih lanjut oleh Pak Dian (Kepala Eksekutif Pengawas Perbankan, Dian Ediana Rae) dan bidang perbankan, untuk melihat ruang pembiayaan yang bisa dimanfaatkan,” ujar Ketua Dewan Komisioner (DK) OJK, Mahendra Siregar, dalam Konferensi Pers Asesmen Sektor Jasa Keuangan dan Kebijakan OJK Hasil Rapat Dewan Komisioner Bulanan Juli 2025, secara daring, Senin (4/7/2025).
Meski begitu, dengan sudah adanya kepastian tarif resiprokal untuk Indonesia - di mana Indonesia mendapat tarif relatif lebih kecil dibanding banyak negara di dunia, membuat Mahendra lega dan dapat melihat lebih banyak peluang yang bisa dimanfaatkan perbankan dalam menyalurkan kredit kepada perusahaan eksportir. Ini berbeda dari saat awal kebijakan tarif resiprokal diumumkan oleh Presiden AS Donald Trump kepada negara-negara mitra dagangnya, di mana OJK lebih mengantisipasi dampak kebijakan ini dengan menghitung risiko dan menyiapkan mitigasinya.
“Saya rasa begitu perspektif kami terhadap perkembangan terkini dari pembicaraan dan kesepakatan antara pemerintah Indonesia dan Amerika Serikat di bidang perdagangan. Untuk hal-hal lain baik dari aspek keinginan maupun komitmen untuk menyeimbangkan perdagangan, kami juga memandangnya positif,” lanjutnya.
Menurut Mahendra, ketika menjalani hubungan perdagangan dengan AS, disrupsi berpotensi akan terus terjadi. Namun, setidaknya dengan tarif resiprokal cukup rendah, Indonesia masih bisa bernafas dengan lega.
“Hal itu perlu kita lihat dibandingkan dengan ekspor dari negara-negara yang menghasilkan produk serupa ke AS,” kata dia.
Sejumlah komoditas yang masih bisa bersaing dengan negara-negara lain di antaranya adalah ekspor produk listrik, alas kaki, minyak nabati, garmen, karet dan produk karet, serta furnitur.
“Peluang untuk meningkatkan daya saing terbuka lebar, dilihat dari posisi ekspor kita sekarang dan ruang untuk meningkatkannya dibandingkan dengan tingkat tarif yang dialami oleh negara lain yang juga mengekspor produk serupa,” lanjut Mahendra.
Penulis: Qonita Azzahra
Editor: Dwi Aditya Putra
Masuk tirto.id







































