tirto.id - “Inilah ending dari perjalanan panjang yang saya alami selama 8 tahun, 2 tahun di tahanan, 6 tahun di lembaga pemasyarakatan,” ujar Antasari Azhar di kantor Badan Reserse Kriminal Markas Besar Polri, Gedung Kementerian Kelautan dan Perikanan, Gambir, Jakarta Pusat, Selasa siang kemarin (14/2).
Kedatangan mantan Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi era Presiden Susilo Bambang Yudhoyono itu melapor ke Bareskrim Mabes Polri membuat riuh pemberitaan di hari tenang menjelang pemilihan kepala daerah serentak. Ditemani Andi Syamsudin, adik mendiang Nasrudin Zulkarnaen, Antasari membuat laporan mengenai dugaan rekayasa yang menyeret namanya hingga masuk bui. Antasari menyebut ada peran penguasa ikut campur merekayasa kasusnya. Dimulai dari hilangnya baju korban menjadi bukti di persidangan hingga pesan pendek misterius yang dikirim melalui telepon seluler milik Antasari.
“Apa yang saya laporkan, adanya persangkaan palsu, yang media sebut rekayasa dalam kasus saya, sehingga membuat saya terhukum,” ujarnya.
Kedatangan Antasari ke kepolisian adalah kali kedua setelah bebas bersyarat dan mendapat grasi dari Presiden Joko Widodo. Setelah bebas murni, pada 1 Februari, Antasari mendatangi Polda Metro Jaya untuk menanyakan laporan pesan pendek (sandek) misterius yang pernah ia laporkan pada 25 Agustus 2011. Ia mempertanyakan laporannya karena kasus itu tak juga ada perkembangan.
Pada 2011, Antasari melapor ke Polda Metro Jaya mengenai barang bukti berupa isi sandek yang digunakan polisi dan jaksa buat menjeratnya, yang ia duga cuma rekayasa, dalam kasus pembunuhan Nasrudin. Ia meyakini sandek yang diterima oleh Nasrudin Zulkarnaen dikirim oleh orang lain yang mengaku-aku sebagai Antasari. Bunyi sandek misterius yang disebut Antasari itu: “Maaf permasalahan ini hanya kita saja yang tahu. Kalau sampai terbongkar, Anda tahu konsekuensinya.”
Dalam laporan kami sebelumnya, berjudul "Menanti Antasari Bernyanyi", November tahun lalu, Ida Laksiwati, istri Antasari, pernah mengungkapkan rekayasa kasus suaminya kepada reporter Tirto. Ida menyebut dugaan rekayasa kasus yang menjerat suaminya itu, sejatinya, sudah ia ketahui ketika Antasari menjalani hukuman penjara selama tiga tahun.
Saat itu, kata Ida, lima orang suruhan yang merekayasa kasus suaminya datang ke Lapas buat meminta maaf. Ida pun menyebut, kelima orang itu adalah orang suruhan buat meneror Antasari sejak sebelum kejadian hingga persidangan. Sayang, ia enggan menyebut jati diri orang suruhan itu.
“Setelah dia mengungkapkan itu, sebulan kemudian dia meninggal. Dia sakit karena beban, mungkin dia stres ke mana-mana lalu dia minta maaf. Dia masih bersyukur bisa meminta maaf. Saya bilang, saya enggak menyalahkan karena dia suruhan. Saya memaafkan karena disuruh. Dia disuruh, kalau tidak mau maka ada ancaman kepadanya,” tutur Ida.
Pesan Dari Cikeas
Di sela-sela berbicara mengenai dugaan rekayasa kasusnya, Antasari menyebut nama Susilo Bambang Yudhoyono untuk buka suara. Antasari mengatakan presiden ke-6 Indonesia itu orang di balik rekayasa kasus yang menjeratnya.
“Untuk itulah saya mohon, kepada bapak Susilo Bambang Yudhoyono jujur, beliau tahu perkara ini, beliau jujur, beliau cerita apa yang beliau alami, apa yang beliau perbuat, beliau perintahkan siapa, untuk merekayasa dan mengkriminalisasi, saya mohon pada hari ini kepada beliau,” kata Antasari.
Pada Maret 209, demikian cerita Antasari sebelum ditahan, ia mengaku didatangi Hary Tanoesoedibjo di kediamannya, Perumahan Giri Loka II Blok A/13 RT 001/02, Kelurahan Lengkong Wetan, Bumi Serpong Damai. Antasari mengira Hary Tanoe datang buat menjelaskan sistem teknologi informasi Komisi Pemilihan Umum yang kasusnya sedang ditangani KPK.
Namun, Hary Tanoe punya misi dari Cikeas soal kasus yang menjerat besan SBY, Aulia Tantowi Pohan, mantan wakil gubernur Bank Indonesia. Hary Tanoe meminta Antasari untuk tidak menahan Aulia Pohan dalam kasus aliran dana Bank Indonesia.
“Tidak, Pak, saya serius nih, Pak. Saya datang bawa misi dari Cikeas, (di)suruh ke sini. Siapa Cikeas itu, dia sebut nama, dia minta tak menahan Aulia Pohan,” kata Antasari mengingat perkataan Hary Tanoe.
Dalam pertemuan itu, Hary Tanoe mendesak Antasari untuk tidak menahan Pohan.
“Waduh, Pak, kalau saya tidak bisa menuhi target, saya pulang, saya ditunggu nih, Pak, untuk laporannya.”
“Saya bisa ditendang, Pak, dari Cikeas.”
“Itu urusan Anda,” jawab Antasari
“Tapi Bapak harus hati-hati.”
Aulia Pohan adalah ayah dari Annisa Pohan, istri Agus Harimurti, putra sulung Yudhoyono. Agus tengah bertarung dalam pemilihan gubernur DKI Jakarta berpasangan dengan Sylviana Murni. Aulia ditangkap KPK pada 2009 terkait kasus aliran dana Bank Indonesia. Aulia Pohan divonis Pengadilan Tinggi DKI Jakarta dengan hukuman 4,5 tahun penjara. Namun, Mahkamah Agung meringankan hukumannya menjadi 3 tahun.
Tetapi nyanyian Antasari Azhar dibantah Yudhoyono.
Lima jam setelah Antasari menyebut namanya, Yudhoyono menggelar jumpa pers di kediamannya di Kuningan, Jakarta Selatan. Ia mengatakan, tuduhan Antasari tidak berdasar.
"Antasari menuduh saya sebagai inisiator dari kasus hukumnya, seolah-olah dia tidak bersalah dan menjadi korban. Dengan izin Allah, dengan tegas saya sampaikan tuduhan itu sangat tidak benar, tuduhan tanpa dasar, tuduhan liar," kata Yudhoyono.
Ia menegaskan, tidak ada hubungannya antara kejahatan yang dilakukan Antasari dan posisinya dulu sebagai presiden. "Untuk diingat, saudara-saudaraku, saya tidak pernah menggunakan kekuasaan saya untuk mencampuri penegakan hukum untuk kepentingan politik saya. Saya tidak pernah mengintervensi. Sama sekali tidak."
Hal yang sama juga dibantah orang kepercayaan Hary Tanoe juga Sekretaris Jenderal Partai Perindo, Ahmad Rofiq. Menurutnya, tidak ada pertemuan antara Hary Tanoe di kediaman Antasari untuk menyampaikan misi Cikeas mengamankan Aulia Pohan. “Enggak bener. Ini politik sensasional saja. Nabrak sana-nabrak sini, ujungnya politis,” ujar Ahmad melalui telepon, Selasa kemarin (14/2).
Kemarahan Yudhoyono kepada Antasari
Yudhoyono boleh saja membantah nyanyian rekayasa kasus Antasari Azhar dan tak memiliki keterlibatan. Namun, pada 21 Juni 2013, politikus Partai Keadilan Sejahtera, Fahri Hamzah, dalam satu diskusi di Hotel Bumi Wiyata Kota Depok pernah mengisahkan kemarahan Yudhoyono kepada Antasari Azhar karena telah menangkap Aulia Pohan. Fahri saat itu mendebat Yudhoyono yang memarahi Antasari. Ia mengatakan Yudhoyono menggunakan kekuasaannya sebagai presiden untuk menekan kasus menjerat Aulia Pohan.
Apa yang diungkapkan Antasari, dengan menyebut nama Yudhoyono, bukan tanpa alasan. Muaranya pada instruksi Yudhoyono untuk segera menuntaskan kasus Antasari. Instruksi itu dianggap Antasari memunculkan dugaan rekayasa berupa barang bukti pesan pendek misterius, yang baru dihadirkan sesudah ia ditahan di Rutan Polda Metro Jaya. Karena itu juga ia menyebut insiator kriminaliasi kasusnya adalah penguasa yang saat itu menjabat.
“Inisiator untuk saya jadi dikriminalisasi itu dari situ,” tegas Antasari.
Selain itu, yang menguatkan nyanyian Antasari bermuara ke Cikeas adalah kasus dugaan korupsi sistem teknologi informasi KPU pemilu legislatif 2009 yang ditangani KPK. Antasari menyebut nama Edhi Baskoro alias Ibas, putra kedua Yudhoyono, terlibat dalam pengadaan tender. Saat KPK menyelidiki kasus tersebut, Antasari justru dijerat kasus pembunuhan Nasrudin Zulkarnaen.
"Informasi masuk ke kita seperti itu, kita telusuri, tetapi belum sampai ke sana, saya sudah masuk duluan," kata Antasari dalam wawancara khusus dengan Metro TV, 14 Februari lalu. Ia pun menjelaskan, ketika mengusut kasus itu, penghitungan pemilu legislatif 2009 sedang berlangsung.
Tudingan Antasari segera dibantah oleh Ibas melalui akun Twitternya: “Kampungan, Sangat tidak berkelas Fitnah Keji Antasari kepada @SBYudhoyono. Busuk! Sangat terbaca segala motif penzoliman ini #AAGateFitnah.”
“Wahai Rakyatku & Saudara"ku. Janganlah kita larut dalam Demokrasi yang menyesatkan (Fitnah). Masih banyak cara yangg lebih Kesatria menuju satu tujuan", tulis Ibas.
Penulis: Arbi Sumandoyo
Editor: Fahri Salam