Menuju konten utama

Pusaran Besan Yudhoyono dalam Pengakuan Antasari Azhar

Pengakuan Antasari di Bareskrim Polri kembali mengingatkan lagi kasus yang menimpa Aulia Pohan, besan Yudhoyono.

Pusaran Besan Yudhoyono dalam Pengakuan Antasari Azhar
Mantan Deputi Gubernur Bank Indonesia Aulia Pohan dikawal petugas memasuki mobil tahanan usai menjalani pemeriksaan di Komisi Pemberantasan Korupsi, Jakarta, Kamis (27/11/2008). Aulia Pohan bersama tiga mantan pejabat BI lain, Bun Bunan Hutapea, Aslim Tadjuddin, dan Maman Soemantri akhirnya ditahan KPK terkait kasus aliran dana BI. FOTO ANTARA/Prasetyo Utomo/Koz/nz/08.

tirto.id - Belum genap tiga hari masa tenang Pilkada DKI Jakarta sudah kembali gaduh saat Antasari Azhar mengadakan konferensi pers di kantor Bareskrim Polri, Jakarta Pusat, Selasa kemarin (14/2).

Tidak main-main, nama Hary Tanoesoedibjo disebut Antasari menjadi salah satu pihak dalam pusaran kasus kriminalisasi dirinya atas pembunuhan Nasrudin Zulkarnaen. Antasari divonis penjara 18 tahun pada 11 Februari 2010 sewaktu menjalani Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi di bawah Presiden Susilo Bambang Yudhoyono.

Antasari berkata, ada seseorang yang mendatangi kediamannya: “Orang itulah Hary Tanoesoedibjo. Hary Tanoe. Beliau diutus oleh Cikeas waktu itu. Siapa di Cikeas?” Antasari melempar tanya. “Datang minta supaya saya jangan menahan Aulia Pohan,” lanjutnya.

Aulia Tantowi Pohan ialah mantan wakil gubernur Bank Indonesia, besan Presiden Yudhoyono saat itu. Pohan adalah ayah Annisa Pohan, menantu Yudhoyono yang menikah dengan putra sulungnya, Agus Harimurti Yudhoyono. Agus sendiri tengah bertarung dalam pemilihan gubernur DKI Jakarta.

Pohan resmi menjadi tersangka pada 29 Oktober 2008. Pada saat itu ada tiga nama mantan deputi gubernur Bank Indonesia lain yang ditetapkan sebagai tersangka oleh KPK. Aslim Tadjuddin, Maman H. Soemantri, dan terakhir Bun Bunan Hutapea. Penetapan status Pohan tak berselang lama dengan vonis penjara lima tahun Burhanuddin Abdullah, mantan gubernur BI.

Dalam proses persidangan pada 17 Juni 2009, Pohan divonis 4 tahun 6 bulan penjara oleh Pengadilan Tindak Pidana Korupsi dengan denda sebesar Rp200 juta, subsider 6 bulan penjara, untuk keempat terdakwa.

Dua terdakwa, Bun Bunan Hutapea dan Aslim Tadjuddin, dijatuhi vonis lebih ringan 6 bulan ketimbang Pohan. Ketua Majelis Hakim Kresna Menon membacakan vonis bahwa “terdakwa terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana korupsi.”

Aulia beserta tiga nama mantan pejabat BI ini terjerat dugaan penyelewengan dana Yayasan Pengembangan Perbankan Indonesia sebesar Rp100 miliar pada 2003. Dana ini digunakan untuk bantuan hukum kepada para mantan pejabat BI, yaitu Hendro Budianto, Paul Sutopo, dan Heru Supraptomo. Masing-masing nama menerima dana sebesar Rp10 miliar.

Terdakwa juga menyepakati untuk pemberian dana sebesar Rp25 miliar kepada mantan gubernur BI Sudradjad Djiwandono, dan Rp13,5 miliar kepada Iwan R. Prawiranata, mantan deputi gubernur BI. Dana ini dipakai untuk mengatur dukungan Komisi IX dalam penyelesaian Bantuan Likuidasi Bank Indonesia (BLBI), revisi UU BI, serta penyelarasan UU terkait dana BI.

INFOGRAFIK HL Antasari

Belum satu tahun menjalani masa hukuman, Pohan kemudian mendapatkan hadiah remisi pada peringatan 17 Agustus ke-65, pada 2010. Pada saat itu Menteri Hukum dan HAM, Patrialis Akbar—yang kini terjerat kasus suap—memberi keterangan bahwa Pohan mendapat remisi karena telah menjalani sepertiga masa hukumannya. Patrialis memang tidak menyebutkan berapa banyak remisi yang didapatkan Pohan, tapi disebutkan remisi itu bisa menyelesaikan masa hukuman Pohan.

Perlu diketahui, Pohan sudah mendapatkan remisi dari Mahkamah Agung pada Maret 2010 di tingkat kasasi dari empat tahun penjara menjadi tiga tahun penjara. Naiknya Patrialis sebagai menteri hukum dan HAM, kemudian hakim Mahkamah Konstitusi, tak bisa dilepaskan dari peran Yudhoyono semasih presiden. Patrialis adalah hakim konstitusi kedua yang terjerat kasus korupsi setelah Akil Mochtar, ketua MK di era Yudhoyono. Sebelumnya Akil ialah politikus Senayan di Komisi III—membawahi bidang Hukum, perundang-undangan, HAM, dan keamanan—saat pengangkatan Antasari sebagai ketua KPK periode 2007-2011.

Antasari bukan tanpa cela dan kiprahnya diragukan oleh publik, terutama oleh para pemantau hukum di Indonesia. Sewaktu menjabat kepala kejaksaan tinggi Sumatera Barat, Antasari tidak segera mengeksekusi 32 politikus daerah yang sudah divonis bersalah pada tingkat kasasi. Saat menjabat kepala kejaksaan negeri Jakarta Selatan, ia lamban mengeksekusi kasus hukum Tommy Soeharto hingga putra presiden Soeharto itu kabur ke luar negeri.

Karier Antasari di KPK hancur saat divonis bersalah dalam kasus pembunuhan Nasrudin Zulkarnaen. Sebaliknya jerat hukuman 3 tahun penjara terhadap Pohan rupanya hanya dijalani kurang dari setahun usai mendapat pembebasan bersyarat, 18 Agustus 2010. Ia melenggang bersama tiga mantan deputi BI lain dalam kasus yang sama.

Sampai kemudian Antasari kembali menyebut nama besan Yudhoyono itu pada Selasa kemarin dan membuat Yudhoyono harus kembali berkicau dan menggelar konferensi pers untuk merespons kicauan Antasari, sehari menjelang pencoblosan Pilkada Jakarta.

Baca juga artikel terkait ANTASARI AZHAR atau tulisan lainnya dari Ahmad Khadafi

tirto.id - Politik
Reporter: Ahmad Khadafi
Penulis: Ahmad Khadafi
Editor: Fahri Salam