tirto.id - Nasruddin Zulkarnaen mungkin tak pernah menyangka bahwa 14 Maret 2009 akan jadi hari terakhirnya bermain golf. Keluar dari Padang Golf Modern Land, Tangerang, Banten, sekitar pukul 14.00, Direktur Utama PT Putra Rajawali Banjaran (PRB) itu tak terlihat cemas.
Ia duduk di kursi belakang BMW warna perak bernomor polisi B-0191-E miliknya. Mobil itu bergerak lambat di Jalan Hartono Raya karena terhadang polisi tidur. Parmin, sopir Nasrudin, tahu betul majikannya tak suka guncangan.
Jelang polisi tidur ketiga, sekitar 900 meter, Parmin kembali memperlambat mobilnya. Lalu… Dor, dor!
Dua tembakan dilepaskan seorang pria tak dikenal yang memepet mobil dari sisi kiri. Satu peluru mengenai kepala Nasrudin, satu lagi menembus leher.
Parmin melihat majikannya terkulai bersimbah darah.
Esoknya, Nasruddin meninggal setelah dirawat di RSPAD Gatot Subroto, Jakarta Pusat. Ia dimakamkan di pemakaman keluarganya di Makassar pada Senin 16 Maret 2009.
Andi Syamsuddin, adik Nasruddin, berharap kepolisian segera mengungkap aktor di balik aksi keji itu. "Kami tidak ingin kejadian ini berlarut-larut sehingga menimbulkan dugaan ke mana-mana," kata Andi Syamsuddin seperti dikutip Gatra.
Usai penembakan itu, sejumlah motif terkait pembunuhan Nasruddin memang bermunculan. Tapi tak ada yang menyangka hal tersebut bakal menyeret nama Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Antasari Azhar.
Pada 4 Mei 2009 Polda Metro Jaya menetapkan Antasari sebagai tersangka dan langsung menjebloskannya ke tahanan.
Kisah Selingkuh
Semua bermula pada 22 Mei 2008 di Hotel Gran Mahakam, Kebayoran, Jakarta Selatan. Saat itu, Nasruddin memergoki Antasari tengah bersama istri sirinya Rani Juliani. Rani adalah seorang caddy Padang Golf Modernland, dan mengenal Antasari, jauh sebelum dinikahi siri oleh Nasrudin.
Karena tak percaya isterinya itu tak diapa-apakan, Nasruddin memaksa Rani bersumpah di bawah Al-Quran, beberapa hari setelahnya. Bercerita lah Rani bagaimana ia “melayani Anthasari” seperti yang ia ceritakan kepada penyidik dan dipaparkan jaksa dalam persidangan
Cirus Sinaga, Jaksa Penuntut Umum dalam kasus tersebut, mengatakan bahwa sejak perselingkuhan itu terungkap, Nasruddin kerap meneror Antasari dengan berbagai permintaan.
Bahkan, Nasruddin melayangkan ancaman lewat telepon dan sms, termasuk ke istri Antasari.
Seperti ditulis Tempo, Antasari kemudian menceritakan terror Nasruddin kepada Sigid Haryo Wibisono, rekannya, yang merupakan Komisaris Utama PT Pers Indonesia Merdeka.
Sigid lantas mengenalkan Antasari kepada kenalannya, Mantan Kapolres Jakarta Selatan Komisaris Besar Polisi Wiliardi Wizard. Pertemuan ketiganya itu lah yang diduga berujung pada rencana menghabisi Nasrudin.
Dalam pertemuan itu, Williardi menyatakan siap membantu Antasari, Imbalannya, Antasari bersedia membantu mempercepat kenaikan pangkatnya.
Setelah, Williardi bergerak menemui Jerry Hermawan Lo, seorang pengusaha pemilik diskotek di Kedoya Raya, Jakarta Barat, untuk merekrut sejumlah tim penembak Nasruddin.
Lima bulan setelah kematian Nasruddin, jaksa dan polisi mulai bisa menerka peran Antasari hingga Hermawan Lo. Namun dalam pemeriksaan, hampir semua keterangan para tersangka ini berlawanan.
Sigid nampaknya memang telah mengantisipasi jika Antari mengelak atas kesaksiannya. Ia merekam pembicaraannya dengan Antasari pada salah satu kedatangan Eks Ketua KPK itu ke rumahnya. Satu alat rekam ditaruh di bawah meja ruang tamu, satu lainnya di meja ruang kerja Sigid.
Namun, di rekaman satu setengah jam itu, tak ada yang secara eksplisit menyatakan rencana pembunuhan.
Menurut laporan majalah Tempo edisi 24 Agustus 2009, dalam rekaman itu Sigid antara lain terekam menyatakan, ”Ini perampokan, jadi barangnya diambil semua, gitu. Ini yang saya setting, ini sudah dua minggu. Ini nanti dari TKI semua.”
Ketika diperiksa polisi, Sigid menjelaskan, ”perampokan” di situ sesuai dengan permintaan Antasari untuk melukai Nasrudin.
Sementara Antasari, dalam rekaman itu mengatakan, ”Saya terus terang disappointed, rahasia seseorang diberikan ke orang lain itu saya paling anti, Mas.”
Kepada polisi, Sigid mengatakan bahwa yang dimaksud ”rahasia” adalah bahwa ”Antasari sudah mengenal dan pernah jalan dengan Rani”.
Antasari Sebut Kasus Direkayasa
Hakim Pengadilan Negeri Jakarta Selatan akhirnya memvonis Antasari dengan hukuman 18 tahun pada Februari 2010. Sigid Haryo Wibisono divonis 15 tahun penjara sementara Wiliardi Wizard divonis 12 tahun penjara.
Namun, Bersama pengacaranya, Antasari mengajukan upaya peninjauan kembali. Salah satu bukti barunya adalah pendapat berbeda (dissenting opinion) satu dari tiga anggota majelis kasasi yang menyatakan Antasari seharusnya bebas karena tak ada bukti terlibat dalam pembunuhan tersebut.
Ia menilai peradilannya telah direkayasa lantaran hakim mengabaikan fakta sidang dan saksi-saksi yang mementahkan tuduhan ia terlibat dalam pembunuhan Nasruddin Zulkarnaen.
Misalnya, keterangan ahli teknologi informasi Institut Teknologi Bandung yang menyatakan tak menemukan bukti adanya pesan pendek ancaman dari Antasari ke Nasrudin.
Pesan pendek tersebut merupakan kesaksian dari Jeffry Lumempouw dan Etza Imelda Sari, dua orang pengacara yang dekat dengan Nasruddin. Mereka mengaku pernah ditunjuki sms ancaman itu oleh Nasruddin dan nomor pengirimnya adalah Antasari.
Bunyinya: “Maaf mas, permasalahan ini hanya kita saja yang tahu. Kalau sampai terbongkar, Anda tahu konsekuensinya.”
Hingga hari ini Antasari bersikukuh pesan itu tak pernah ada. Jika pun ada, kata dia, pengirimnya bisa dipalsukan. Ia menuduh para saksi telah merekayasa bukti dan fakta untuk menjatuhkannya sejak awal.
Toh, upaya hukum yang dilakukan Antasari selalu mentok. Pengadilan Tinggi Jakarta menolak permohonan bandingnya. Permohonan kasasi ke Mahkamah Agung pun kandas. Upaya hukum luar biasa melalu peninjauan kembali juga dimentahkan MA pada 13 Februari 2012.
Usai pergantian presiden, pada 2014, barulah ia punya harapan baru. Ia mengajukan grasi, meski tak pernah mengaku bersalah atas pembunuhan Nasrudin. Tapi permohonan grasi itu ditolak oleh Jokowi karena dianggap kadaluarsa.
Kendati demikian, Pada November 2015, Antasari mulai menjalani asimilasi. Ia bisa berada di luar penjara pada siang hari dan kembali ke penjara di malam harinya. Antasari mengajukan kembali permohonan grasi pada September 2016. Permohonan itu dikabulkan Jokowi pada 16 Januari 2017.
Usai bebas, Antasari mengaku tak lagi menyimpan dendam atas masa sulitnya selama tujuh tahun di penjara. Meski demikian, ia masih mendesak dugaan rekayasa pembunuhan Nasruddin diusut kepolisian.
Pengusutan kembali atas kasus itu nampaknya memang perlu dilakukan. Kalau pun gagal membuat benderang kasus Nasrudin, pengusutan ulang seperti itu penting untuk wibawa hukum di Indonesia.
Editor: Windu Jusuf