Menuju konten utama

Nestapa Warga Kampung Bayam Terlantar di Emperan & Diintimidasi

Usai menduduki KSB dengan harapan bisa mendapatkan kunci unit haknya, tapi mereka malah mendapat kenyataan yang buruk.

Sejumlah eks warga Kampung Bayam menempati paksa Kampung Susun Bayam (KSB), Jakarta Utara. tirto.id/Riyan Setiawan

tirto.id - Seorang warga eks Kampung Bayam, Muhamad Furkon terlihat duduk sambil menghisap sebatang rokok di emperan Kampung Susun Bayam (KSB), Jakarta Utara. Proyek itu telah rampung dibangun oleh Gubernur DKI Jakarta periode 2017-2022, Anies Baswedan.

Tak sendirian, Furkon ngemper di atas lantai yang dilapisi terpal berwarna oranye bersama puluhan warga eks Kampung Bayam yang digusur untuk pembangunan mega proyek Jakarta Internasional Stadium (JIS) oleh PT Jakarta Propertindo.

“Kami di sini sudah tiga hari terlantar tidak ada kepastian mas. Nggak ada air dan listrik. Pj Gubernur dan Jakpro tidak juga memberikan kunci [KSB] ke kami," kata Furkon saat ditemui di lokasi, Rabu (15/3/2023).

Furkon dan puluhan warga lainnya memerlukan perjuangan yang besar untuk berhasil menerobos masuk dan menduduki pelataran KSB. Hal tersebut dilakukan lantaran bentuk protes dan kekecewaan mereka terhadap Penjabat Gubernur DKI, Heru Budi Hartono dan PT Jakarta Propertindo (Jakpro) yang tidak menuntaskan amanah gubernur sebelumnya, Anies Baswedan yang menjanjikan merelokasi kembali warga Kampung Bayam setelah tergusur pembangunan JIS.

Sekitar pukul 9 pagi, Senin (13/3/2023) mereka telah berkumpul di depan JIS, sepakat untuk menerobos masuk. Namun, dengan dalih menghadiri undangan hajatan yang berada di pemukiman yang letaknya belakang JIS. Lantaran pemukiman tersebut bisa tembus melalui kawasan JIS.

Negosiasi sempat alot antara warga dan sekuriti. Alhasil, warga diberikan izin. Akan tetapi, bukannya lurus mengarah ke hajatan, warga malah belok ke kiri dan selekas mungkin menuju KSB. Mereka tiba di selasar KSB dan langsung menempatinya.

“Pas arah ke sini [KS] ditanya sekuriti, 'Undangan siapa?' Ya kami jawab undangan Jakpro. Akhirnya keamanan terkecoh," ucapnya.

eks warga Kampung Bayam

Sejumlah eks warga Kampung Bayam menempati paksa Kampung Susun Bayam (KSB), Jakarta Utara. tirto.id/Riyan Setiawan

Diintimidasi, Tak Ada Listrik & Air

Setelah berhasil menduduki KSB dengan harapan mereka bisa langsung mendapatkan kunci unit yang merupakan haknya, namun kenyataannya mereka malah mendapat kenyataan yang buruk.

Saat tiba, mereka kerap mendapatkan intimidasi dari sekuriti JIS hingga aparat kepolisian dari Polsek Tanjung Priuk, Jakarta Utara. Mereka datang setiap hari: pagi, siang, sore, hingga malam hari.

"Mereka intinya mau steril. Apalagi kami ngemper-ngemper kaya gini. Sampai kami didatangin Polsek Priuk, kami difoto, dicatat namanya, kami nggak boleh ini itu," ujarnya.

Ketika datang, awalannya terdapat sebuah ruangan seperti aula di lantai 1 yang tak terkunci. Lantaran tak mendapatkan kunci unit kamar, mereka hendak meminta sebuah ruangan untuk mereka menetap sementara. Namun sayangnya tak diberikan.

Listrik dan air yang awalnya menyala, pihak Jakpro matikan. Mereka bernasib nahas. Tiga hari bertahan tanpa fasilitas air dan listrik.

Jika ingin buang air, mandi, hingga wudu untuk salat, mereka harus ke kamar mandi sekuriti yang jaraknya kurang lebih dari 1 kilometer.

“Jadi kami harus ke sana kalau mau butuh air. Syukur kalau ada motor. Kalau nggak ada, ya kami jalan kaki ke sana. Bayangin aja anak-anak, orang tua [Lansia] suruh jalan ke sana," tuturnya.

Apa yang dikatakan Furkon memang benar. Saya pun harus menempuh perjalanan sekitar 1 kilometer mengendarai motor untuk sekadar ke kamar kecil.

Selain itu, kenyataannya pahit lainnya tiba ketika malam hari. Seluruh area KSB tidak dialirkan listrik sehingga membuat lampu tak bisa menyala.

Alhasil, puluhan warga harus bergelap-gelapan ketika malam hari. Mereka hanya dibantu lampu portabel, lampu gawai, hingga lilin saja untuk membantu penerangan.

“Pokoknya kalau sudah malam tuh paling nggak enak. Sudah gelap, kedinginan karena tidur di lantai, terus banyak nyamuk. Paling kami pakai sofel," tuturnya.

Ketika malam hari di lokasi, terpantau memang kondisi begitu gelap gulita. Saya mewawancarai warga pun harus gelap-gelapan. Beraktivitas pun harus menggunakan senter atau dari gawai.

Warga merasa bersyukur ketika terdapat penyewa lapangan latih JIS untuk bermain bola. Sebab, warga terbantu lampu tembak dari lapangan latih tersebut yang begitu terang hingga menyinari tempat warga mengemper.

"Syukur kalau ada yang latihan. Tapi kalau mereka sudah selesai, ya jadinya gelap-gelapan lagi," ucapnya dengan raut wajah memelas.

Tak hanya itu, akibat aksi protes warga menempati KSB selama tiga hari ini, pekerjaan Furkon sebagai pelatih tani di Kwartir Cabang (Kwarcab) atau satuan organisasi yang mengelola Gerakan Pramuka di Jakarta Utara terganggu. Ia tak bisa meninggalkan tempat perjuangannya itu karena khawatir ketika terjadi intimidasi dari aparat setempat tak ada yang bisa menangani.

Ia hanya bisa pergi bolak-balik ke rumahnya ke hunian sementara (Huntara) di kawasan Penjaringan, dekat Kampung Aquarium hanya untuk mandi dan mengganti pakaian. Jaraknya sekitar 20-30 menit dari KSB.

Huntara diberikan oleh Anies Baswedan ketika menjadi Gubernur DKI ketika warga Kampung Bayam direlokasi untuk membangun JIS.

Selain itu, saat ini ketiga anaknya masih dalam waktu ujian sekolah. "Anak nggak ada yang urus di rumah. Di suruh ke sini aja. Belajar juga susah kan nggak ada lampu," tuturnya.

Tak hanya sekolah anaknya, pendidikannya kini pun terganggu. Furkon saat ini tengah mengikuti sekolah Paket C. "Tapi tempat belajar saya ngerti kondisi saya. Jadi saya bisa kerjain kerjaan dari sini," ucapnya.

Furkon tinggal di pelataran KSB bersama istri, ketiga anaknya, orang tua, dan kakaknya yang tengah lumpuh dan duduk di kursi roda. "Kasihan kakak saya harus merasakan ini terus," kata dia.

Perempuan lansia, Nuryati (68) juga merasakan hal senada seperti mereka berdua. Selama dia di KSB, ia harus mengurus delapan cucunya. Menyiapkan makanan, untuk sekolah, dan kebutuhan lainnya sehari-hari.

Lantaran tak ada listrik, ia pun harus berjalan ke sebuah pendopo yang jaraknya sekitar 300 meter untuk menanak nasi. Warga lainnya pun jika butuh listrik harus ke tempat tersebut.

Kemudian ia pun harus memasak untuk kebutuhan keluarganya di penginapan. Lantaran hanya satu kompor saja, ia harus menggunakan secara bergantian. Pernah diintimidasi oleh sekuriti agar kompornya dipindahkan ke area belakang karena menghalangi pandangan.

Akan tetapi, kini kompor tersebut telah diletakkan kembali di depan. Namun untuk kebutuhan makanan lainnya disimpan di belakang.

Hal paling membuatnya tersiksa ketika dirinya dan sejumlah cucunya ingin buang air kecil dan setiap malam gelap gulita.

"Selama tinggal di sini saya merasa sedih, lampu dimatiin, air nggak ada. Kalau cucu saya buang air besar susah, jalannya jauh," kaya Nuryati.

Selama di lokasi, Nuryati memilih untuk pulang ke rumahnya di Huntara lantaran khawatir kondisi tubuhnya dan usianya yang sudah sepuh.

"Saya mondar-mandir ke sini capek. Semoga cepet lah ditetapkan di sini, biar ada tempat tinggal sendiri," tegasnya.

eks warga Kampung Bayam

Sejumlah eks warga Kampung Bayam menempati paksa Kampung Susun Bayam (KSB), Jakarta Utara. tirto.id/Riyan Setiawan

Kesepakatan dengan Anies & Jakpro

Furkon menyatakan, keputusannya masuk paksa ke KSB lantaran kekecewaan warga terhadap Pj. Gubernur DKI, Heru Budi Hartono dan PT Jakpro yang juga tak memberikan hunian kepada mereka.

Furkon yang telah tinggal sejak tahun 1990-an ini mengatakan, awalnya warga digusur tahun 2008 untuk pembangunan stadion. Singkat cerita, mereka melakukan kontrak sosial dengan Anies Baswedan saat pemilihan gubernur (Pilgub) DKI 2017 untuk tidak mau digusur.

Akan tetapi, ketika pembangunan stadion JIS, Pemprov DKI dan PT Jakpro bernegosiasi dengan warga agar mereka direlokasi sementara ke Huntara kawasan Penjaringan, Jakarta Utara. Mereka dijanjikan ketika KSB telah rampung, warga bisa menempati asalkan sesuai secara administratif.

Saat itu, klaim Furkon, warga tak meminta ganti rugi. Tetapi warga diberikan biaya dengan istilah resume santunan kisaran Rp6 - 30 juta sesuai besar bangunan. Biaya itu lalu mereka dirikan bangunan di Huntara.

Setelah KSB rampung, Furkon mengatakan warga yang sebelumnya memiliki bangunan dan KTP DKI, diinventarisir agar mendapat nomor hunian di KSB.

"Terkumpul lah sebanyak 85 KK, terdiri dari 50 KK Kelompok Tani Kampung Bayam Madani dan 35 KK Koperasi Kampung Bayam Maju Bersama," kata Furkon.

Alhasil, Anies saat masih menjadi Gubernur DKI Jakarta meresmikan KSB pada 13 Oktober 2022, detik-detik sebelum lengser yang akan diperuntukkan kepada warga eks Kampung Bayam.

Furkon pun menunjukkan dokumen kesepakatan antara warga dengan PT Jakpro, bahwa nama 85 warga telah terdaftar dan terverifikasi sebagai warga calon penghuni Kampung Susun Bayam. Surat tersebut ditulis oleh Direktur Utama PT Jakpro, Widi Amanasto pada 22 Agustus 2022 yang ditujukan kepada namanya.

Namun ketika Heru menjabat sebagai Pj. Gubernur DKI, Widi dicopot sebagai Dirut Jakpro dan digantikan oleh Iwan Takwin pada 28 November 2022. Alhasil, nasib mereka saat itu semakin terkatung.

Ia mengatakan, PT Jakpro pernah berjanji pada 25 Desember 2022 warga bisa tinggal di KSB. Namun, nasib warga kembali pupus. Lalu pada 28 Desember, warga diberikan pelatihan untuk belajar mengelola instalasi dan pertanian di KSB.

Pelatihan yang dijadwalkan tiga hari, dipersingkat selama empat jam dengan dalih PT Jakpro agar warga bisa secepat mungkin tinggal di KSB. Warga pun manut.

Warga pun digantung berbulan-bulan. Akhirnya mereka diberikan informasi oleh salah satu petinggi PT Jakpro jika per 11 Maret 2023 mereka bisa menempati KSB. Bahkan, petinggi PT Jakpro tersebut, kata Furkon, siap mempertaruhkan jabatannya.

Namun, pada hari yang ditentukan, warga menghubungi yang bersangkutan, tetapi tak juga direspons sama sekali.

“Jadi karena bentuk kekecewaan dan tidak ada kejelasan, akhirnya warga memutuskan memaksa menerobos masuk ke KSB,” kata dia.

Perihal harga sewa, ia mengatakan warga dan Jakpro belum ada kesepakatan. Namun, warga eks Kampung Bayam yang terdiri dari 85 KK ini menyatakan sepakat apabila harga sewa KSB sesuai dengan Peraturan Gubernur (Pergub) Nomor 55 Tahun 2018 tentang Penyesuaian Tarif Retribusi Pelayanan Perumahan.

Namun, mereka meminta pembebanan biaya sesuai kategori retribusi sewa terprogram dengan biaya Rp272.000 - Rp372.000 per bulan. Bukan kategori retribusi sewa dengan biaya Rp535.000 sampai Rp765.000.

“Kalau kami, kan, warga binaan. Ya jadinya mengikuti harga terporgram, karena kami warga terprogram," tuturnya.

Direktur Eksekutif IRES, Hari Akbar Apriawan selaku pihak pendamping warga, mendesak PT Jakpro segera memberikan kunci unit Rumah Susun dan memberikan akses untuk masyarakat untuk tinggal di unit tersebut.

Terlebih hal ini merupakan wujud implementasi misi Rencana Program Jangka Menengah Daerah (RPJMD) Nomor 21, yakni “Memberdayakan para pengembang kelas menengah untuk merealisasikan pembangunan kampung susun, kampung deret dan rumah susun, serta mempermudah akses kepemilikan bagi warga tidak mampu.”

Jakpro Sayangkan Warga Terobos Masuk

Pihak PT Jakpro menyayangkan aksi warga Kampung Bayam menduduki KSB secara paksa. Vice President Corporate Secretary PT Jakpro, Syachrial Syarif mengatakan, warga Kampung Bayam sebenarnya tak mendapatkan izin untuk menduduki KSB.

“Mereka [warga Kampung Bayam] bilang sudah ada janji sama Jakpro. Padahal, kami tidak ada janji untuk menerima mereka di dalam area rusun [KSB], mereka masuk saja," kata Syachrial di Kantor Pemerintah Kota Jakarta Pusat, Kamis (16/3/2023).

Ia mengklaim bahwa PT Jakpro memahami keinginan warga untuk segera menempati KSB. Namun, PT Jakpro hingga kini belum bisa mengizinkan warga menempati KSB.

Sebab, Pemprov DKI Jakarta belum juga memberikan legalitas secara resmi kepada PT Jakpro untuk mengelola KSB.

“Jangan sampai di belakang hari karena malaadministrasi gitu, kami malah berhadapan dengan hukum," tuturnya.

Syachrial menyatakan, Jakpro akan berupaya untuk segera memberikan legalitas dalam pengelolaan rusun tersebut.

“Oleh karenanya kami terus berdiskusi dengan dinas-dinas terkait di Pemprov DKI utk memberikan kejelasan legalitas atas pengelolaan Rumah Susun tersebut," ucapnya.

Sementara itu, Penjabat Gubernur DKI, Heru Budi Hartono memilih bungkam soal masalah ini. Namun pada awal Desember 2022, ia sempat meminta PT Jakpro untuk memediasi warga Kampung Bayam karena belum juga menempati rumah susun sebagai ganti atas penggusuran pembangunan JIS. Sayangnya hingga saat ini belum terealisasi.

eks warga Kampung Bayam

Sejumlah eks warga Kampung Bayam menempati paksa Kampung Susun Bayam (KSB), Jakarta Utara. tirto.id/Riyan Setiawan

Baca juga artikel terkait WARGA KAMPUNG BAYAM atau tulisan lainnya dari Riyan Setiawan

tirto.id - Sosial budaya
Reporter: Riyan Setiawan
Penulis: Riyan Setiawan
Editor: Abdul Aziz
-->