tirto.id - Andi Supatma (75) terbaring lemah karena sakit dalam sebuah rumah semi permanen di Jalan Teuku Umar 13, Kelurahan Buloa, Kecamatan Tallo, Kota Makassar. Sementara itu, tiga anak kandung dan satu menantunya ditahan dalam perkara sengketa warisan yang pelik dan belum tuntas.
Rumah yang dulu ramai oleh aktivitas keluarga berubah sepi dan sunyi. Kini, Andi Supatma hanya dapat menggantungkan perawatan pada sang cucu, Nur Aini Rasmania Putri (16). Di usia belia dan masih duduk di bangku SMA, Nur Aini kini dihadapkan dengan hari-hari berat merawat sang nenek.
Kesunyian itu bermula sejak 27 Mei 2025, saat Dedy Syamsuddin (48) dan istrinya, Yuliati (45); serta dua saudara perempuan Dedy, Melyana (44) dan Mulyana (42) di tangkap polisi.
"Sudah dua bulan lebih saya rawat nenek. Saya yang masak, saya yang bantu bersihkan. Kalau sekolah, nenek sendiri di rumah," tutur Nur Aini dengan suara lirih, menahan lara di kediamannya, Senin (15/7/2025) malam.
Ia kini memikul beban besar menjadi satu-satunya pendamping sang nenek sekaligus melanjutkan sekolah di SMA Sinassara, Makassar. Empat adik Nur Aini lainnya pun dikabarkan terlantar sejak kedua orang tuanya ditahan.
“Rumah ini sepi sekali sekarang. Dulu orang tua yang mandikan nenek, sekarang saya sendiri,” katanya lirih.
Ia berharap aparat penegak hukum bisa melihat situasi keluarganya dari sisi kemanusiaan.
Kuasa hukum keluarga, Sya’ban Sartono, menjelaskan bahwa persoalan ini bermula dari konflik hak waris atas tanah keluarga. Keempat terdakwa, menurutnya, hanya berusaha mempertahankan hak mereka sebagai ahli waris sah.
“Awalnya ini sengketa perdata, tentang warisan. Tapi saat pembangunan pondasi oleh paman mereka, terjadi pencegatan dan pembongkaran. Dari situ muncul laporan perusakan,” kata Sya’ban.
Laporan yang masuk pada 2021 itu, lanjutnya, sempat tidak ada kelanjutan hingga akhirnya di 2025 keempat terdakwa tiba-tiba dipanggil dan langsung ditahan.
“Mereka kaget, trauma. Bahkan Mulyana sampai pingsan saat dibawa masuk ke mobil tahanan, tapi tetap dipapah masuk,” bebernya.
Sya’ban menilai, ada kejanggalan dalam penanganan kasus ini. Ia menyebut, perkara yang semestinya bisa diselesaikan secara perdata kini justru diproses sebagai pidana.
Melihat kondisi nenek Andi Supatma yang memprihatinkan, pihak keluarga dan kuasa hukum telah berulang kali mengajukan permohonan penangguhan atau pengalihan penahanan. Namun hingga kini, permohonan itu belum mendapat tanggapan dari pengadilan.
“Kami sudah ajukan berkali-kali untuk dialihkan jadi tahanan kota. Ini soal nyawa, soal kemanusiaan. Apalagi tidak ada lagi yang mengurus nenek selain cucunya yang masih sekolah,” tegas Sya’ban.
Ia membandingkan dengan sejumlah kasus serupa yang mendapat penangguhan demi alasan keluarga, seperti pada seorang pengusaha skincare. Menurutnya, rasa keadilan harus berlaku sama, apalagi menyangkut orang tua lanjut usia yang hidup sebatang kara.
"Kalau benar-benar memperhatikan kemanusiaan, hakim mestinya bisa mempertimbangkan itu. Karena nyawa nenek ini benar-benar bergantung pada anak-anaknya," tutupnya.
Hidup dari Sumbangan dan Nasi Bubur
Kondisi keluarga ini menyentuh hati Syamsiah (51), kerabat jauh yang sesekali datang membantu. Ia mengaku, kebutuhan makan sang nenek kini bergantung pada kebaikan orang-orang yang datang menjenguk.
"Kadang saya bawakan bubur kalau sempat. Tapi kalau tidak, ya cuma kue atau mie instan yang bisa dimakan. Dia [nenek] cuma terbaring saja. Tidak bisa buat apa-apa," ujar Syamsiah.
Syamsiah berharap ada keadilan dan pertimbangan nurani dari pihak yang berwenang. Terlebih, kata dia, Mulyana dan Yuliati selama ini menjadi tulang punggung keluarga bekerja untuk membiayai kebutuhan rumah, termasuk kebutuhan sang nenek.
=====
Makassarnewsid adalah akun IG City Info yang merupakan bagian dari #KolaborasiJangkarByTirto.
Penulis: Makassarnewsid
Editor: Siti Fatimah
Masuk tirto.id


































