Menuju konten utama

Nasib Gaji UMR, Apa Bisa Beli Rumah di Era Prabowo-Gibran Nanti?

Pemerintahan Prabowo-Gibran diminta untuk mencari formula yang terbaik skema KPR agar bisa menjangkau rakyat bisa membeli rumah.

Nasib Gaji UMR, Apa Bisa Beli Rumah di Era Prabowo-Gibran Nanti?
Pengendara melintas di samping perumahan di Ciwastra, Bandung, Jawa Barat, Selasa (23/6/2020). ANTARA FOTO/Raisan Al Farisi/foc.

tirto.id - Siska Oktaviani mengaku sudah dua tahun menyisihkan pendapatannya sebagai modal untuk down payment (DP) atau uang muka membeli hunian yang laik. Wanita berusia 25 tahun itu sadar sebagai pekerja swasta di kawasan Jakarta, penghasilannya terbilang pas-pasan, tergolong masuk sebagai penerima Upah Minimum Regional (UMR).

Dengan penghasilan yang didapat, Siska mengakui bisa menyisihkan sekitar Rp1 juta per bulan secara konsisten untuk biaya beli rumah. Terlebih jika ada rezeki lebih atau tambahan, suntikan biaya pos tabungan beli rumah bisa bertambah.

"Iya enggak muluk-muluk, [beli] rumah subsidi pun sebenernya enggak masalah," ujar dia kepada Tirto saat berbincang tentang rencana keinginan beli rumah, Jumat (26/4/2024).

Target penyaluran KPR subsidi BTN

Pembangunan rumah subsidi di Kabupaten Bogor, Jawa Barat, Kamis (4/5/2023). ANTARA FOTO/Yulius Satria Wijaya/foc.

Untuk diketahui, UMP Jakarta tahun ini ditetapkan menjadi sebesar Rp5.067.381. Nilai UMP Jakarta 2024 itu naik 3,38 persen (Rp165.583) dibandingkan UMP DKI sebelumnya. Adapun besaran UMP DKI Jakarta 2023 adalah Rp4.900.798.

Walaupun sudah memiliki modal, namun Siska belum berencana untuk membeli rumah tahun ini. Rencananya, akan membeli hunian pada 2025 mendatang. Sambil melanjutkan tabungannya yang sudah berjalan.

"Kalau survei-survei [liat rumah] beberapa kali sudah. Cuma mungkin rencana untuk DP atau belinya Insya Allah tahun depan. Sambil terus mengumpulkan," kata Siska.

Hasil survei Rumah.com pada 2021 menunjukkan, sebanyak 77 persen responden kalangan milenial lebih pilih menabung agar dapat membeli rumah dalam waktu beberapa tahun ke depan.

Sementara sebanyak 68 persen responden menyatakan prioritas pengeluaran mereka untuk membiayai keluarga. Lalu ada 61 persen responden yang memprioritaskan pengeluaran mereka untuk biaya pendidikan.

Survei dilakukan terhadap 1.078 responden dari seluruh Indonesia pada Juli-Desember 2020. Dari jumlah tersebut, 663 responden merupakan generasi milenial dengan rentang usia 22-39 tahun.

Harus Bijak & Rasional

Perencana Keuangan Alliance Advisors Group, Andy Nugroho, mengatakan masyarakat harus bijak dan rasional ketika ingin membeli rumah. Pertama, harus menghitung dulu atas pemasukan dengan biaya cicilan akan dikeluarkan untuk beli rumah.

"Kita bicara UMR Jakarta kan sekitar Rp5 juta. Kemudian kalau pertanyaan saya dengan gaji Jakarta saya mau beli rumah bisa atau tidak? Kita harus berhitung dulu," kata Andy saat dihubungi Tirto, Jumat (26/4/2024)

Idealnya, jika mengikuti sistem layanan informasi keuangan (SLIK) dari Otoritas Jasa Keuangan (OJK), maksimal memiliki utang yakni 30 persen dari total penghasilan. Artinya, dengan pendapatan Rp5 juta, maka cicilan maksimal per bulannya tidak lebih dari Rp1,5 juta.

"Pertama itu dulu poinnya," ungkap Andy.

Jakarta Hening

Seorang pesepeda melintas di kawasan niaga Little Tokyo, Blok M yang lebih sepi dari biasanya selama masa pandemi COVID-19 pada Rabu (1/4/20). tirto.id/Hafitz Maulana

Andy menilai masyarakat bisa memiliki hunian di Jakarta dengan cicilan Rp1,5 juta per bulan. Tetapi kemungkinan tidak begitu besar dan lokasi atau aksesnya berada di gang sempit.

"Kita yang bekerja di Jakarta dan tinggal di daerah Jabodetabek, itu harus lebih rasional logis dalam memilih rumah," ujar Andy.

"Kuncinya adalah lebih logis dan rasional. Kedua hitung-hitungannya kemampuan bayar kita berapa," Lanjut Andy.

Andy melanjutkan, bagi pekerja dengan gaji UMR Jakarta minimal harus memiliki tabungan terlebih dahulu. Alasannya, ketika membeli rumah ada biaya uang muka harus dibayarkan terlebih dahulu kepada developer.

"Kalau beli rumah kan DP. DP bervariasi. Makin tinggi harga rumahnya, makin gede DP-nya," ujar dia.

Dia mencontohkan harga rumah di Jakarta atau di daerah penyanggah DKI Rp300 juta. Sementara DP harus dibayarkan 20 persennya, atau sekitar Rp60 juta. Maka, bagi pekerja yang tidak kecukupan memiliki tabungan tentu akan sulit.

Maka, dengan kemampuan bayar 30 persen atau sekitar Rp1,5 juta per bulan, pekerja mau tidak mau harus mengumpulkan terlebih dahulu besaran DP yang dibutuhkan. Setelah terpenuhi, kemudian baru hunting perumahan lalu sesuaikan kembali dengan cicilan yang Rp1,5 juta tadi.

"Cuma kembali lagi rumah di Jakarta, apalagi Jakarta Pusat, tebakan saya harga Rp300 juta ada atau tidak? Ada. Tapi bisa jadi ukuran tidak besar dan akses jalan tidak bisa dilewati mobil," kata Andy.

Andy menjelaskan dalam hal ini tentu ada harga yang harus dibayar. Jika tidak mau jauh dari tempat kerja dengan anggaran tetap sama, mau tidak mau harus merelakan kenyamanan. Misal tinggal dalam gang atau mendapatkan rumah sepetak.

Memiliki rumah merupakan sebuah pilihan. Karena menurut Andy pada akhirnya apakah dengan gaji UMR harus memiliki rumah sementara tidak memiliki penghasilan tambahan. Di samping juga mempertimbangkan berbagai kondisi-kondisi lainnya.

"Istilah kita sama-sama berfikir rasional lagi. Yaudah ngontrak aja," imbuh Andy.

Lebih lanjut, dia menjelaskan mengontrak rumah dekat dengan pekerjaan, lebih rasional dibandingkan dengan memaksakan untuk beli rumah (wilayah pinggiran), tapi tersiksa dengan perjalan jauh.

"Kalau buat saya lebih rasional uangnya untuk ngontrak saja di tempat lebih dekat dengan kerja kita. Ada hal harus kita korbankan di situ," ungkap Andy.

Harga Rumah vs Penghasilan UMR

Menurut data Upah Minimum Kota (UMK) 2024 di 13 kota besar dan metropolitan berkisar antara Rp2,3 juta (Kota Surakarta) dan Rp5,3 juta (Kota Bekasi). Maka, diketahui harga rumah yang bisa dijangkau oleh kelompok ini, berada pada kisaran Rp81,7 juta hingga Rp192,4 juta.

Acuan kemampuan di atas menggunakan prinsip keterjangkauan hunian. Dalam hal ini, harga hunian tidak boleh lebih dari tiga kali lipat penghasilan tahunan (Price to Income Ratio/PIE).

"Jadi ada survei terkait berapa sebetulnya kelompok UMR itu, bisa memiliki rumah," ujar Pengamat Tata Kota, Yayat Supriatna, membuka perbincangan diujung telepon dengan Tirto, Jumat (26/4/2024) malam.

Yayat mengatakan, rumah yang umumnya bisa terjangkau bagi pekerja UMR itu hanya tipe 60 meter persegi. Tipe tersebut dianggap standar bisa dipenuhi. Namun pertanyaan adalah tipe rumah 60 meter persegi tersebut terbangun di wilayah mana.

"Jadi kalau misal di Jakarta Utara untuk dapat tipe seperti itu, maka saya harus punya gaji Rp40 juta. Jadi kalau misal di Jakarta Barat Rp32 juta. Tapi kalau di Bogor Rp12 juta," ujar Yayat.

Wakil Ketua Umum Bidang Pengembangan Perkotaan HUD Institute itu mengatakan, jika ketentuannya mengikuti SLIK OJK 30 persen utang cicilan rumah wajib dipenuhi, contoh rata-rata cicilan rumahnya Rp4,5 juta dengan biaya DP Rp0, maka setidaknya harus memiliki gaji Rp15 juta per bulan.

"Jadi kalau dengan cicilan sekitar Rp4,5 juta agak berat. Pertanyaanya di mana kita mau cari rumah yang terjangkau? Ya di pinggiran. Semakin jauh. Jadi itu agak sulit rasanya," kata Yayat.

PENYALURAN KPR BTN DI TENGAH PANDEMI COVID-19

Seorang bocah bermain sepeda di kawasan perumahan subsidi pemerintah di Perumahan Sasak Panjang 2, Tajur Halang, Bogor, Jawa Barat, Rabu (17/2/2021). ANTARA FOTO/Muhammad Adimaja/aww.

Dia mengatakan, untuk memiliki rumah idealnya kelompok dengan gaji UMR memang harus mencari lokasi di wilayah yang bisa dikatakan subsidi atau di luar wilayah kawasan Jabodetabek. Misalnya, orang bekerja di Jakarta, tapi dia punya rumah di daerah Lebak atau Sukabumi.

Terlebih, di wilayah tersebut harga tanah masih bisa terjangkau dan cicilannya terukur sehingga bisa dikatakan, harga rumahnya masih bisa dijangkau dengan penghasilan UMR.

"Tetapi kalau untuk wilayah Jabodetabek rasanya sudah sulit. Kota-kota besar UMR rasanya sudah sorry lah. Jadi bisa dikatakan agak berat," ujar dia

Yayat menjelaskan kenaikan harga rumah terjadi begitu cepat ditambah dengan adanya kenaikan suku bunga Bank Indonesia. Sementara penghasilan diterima karyawan paling-paling kenaikannya hanya 1-5 persen per tahun. Sangat tidak rasional.

Sementara itu, dia menilai ada kontradiksi antara kebijakan-kebijakan pemerintah mengenai target penyediaan rumah dengan struktur penggajian di Tanah Air. Terlebih, kata dia, sistem penggajian di Indonesia mengeksploitasi Sumber Daya Manusia (SDM). Artinya, pengusaha-pengusaha menekan gaji pekerja.

"Saya mengatakan bahwa selama akar persoalan itu, tidak pernah mampu menaikan income, tidak ada program kesejahteraan, maka penyediaan rumah secara formal sangat sulit," jelas dia.

PR Pemerintah Selanjutnya

Masalah ini, tentu saja akan menjadi Pekerjaan Rumah (PR) bagi pemerintahan selanjutnya, dalam hal ini presiden terpilih Prabowo Subianto. Dalam upaya pemenuhan kebutuhan perumahan, Prabowo sendiri sempat berjanji akan membangun sebanyak tiga juta rumah.

"Saudara-saudara, kita akan membangun tiga juta rumah untuk mereka yang belum punya rumah. Satu juta di pedesaan, satu juta di pesisir, satu juta di perkotaan," ujar Prabowo ketika membuka segmen penyampaian visi, misi, dan program pada debat capres pamungkas di Jakarta Convention Center, Minggu malam.

Janji pembangunan rumah itu termasuk ke dalam salah satu rencana besar yang diusung bersama pasangannya, Gibran Rakabuming Raka, yang diberi nama Strategi Transformasi Bangsa.

Namun, yang menjadi pertanyaan Yayat Supriatna, presiden terpilih Prabowo Subianto mau membangun 3 juta unit rumah di wilayah mana saja. Karena untuk Pulau Jawa, khusus di Jawa Barat, Jabodetabek terkendala harga tanah.

"Pertanyaan di wilayah mana akan disediakan? Kalau Jabodetabek agak berat," ujar Yayat.

Prabowo Gibran

Pasangan Prabowo-Gibran saat tiba di KPU, Rabu (24/4/2024). tirto.id/Fransiskus Adryanto Pratama

Dia mengatakan, jika presiden terpilih ingin menyediakan perumahan bagi mereka yang belum memiliki rumah, harus ada skema khusus. Misalnya, bisa mencontoh Malaysia. Negeri Jiran itu memiliki program 'Rumah Pertamaku'.

"Di sana skemanya boleh orang sudah bekerja sendiri, suami istri, atau orang tua ikut. Jadi masa tenor itu bisa 30 tahun. Kalau kita 15-20 tahun. Bisa tidak sampai 30 tahun," kata Yayat.

"Jadi gini, ketika anaknya sudah berusia 25 tahun [beli rumah], 10 tahun pertama yang subsidinya orang tuanya. Sisa selanjutnya ketika anak sudah mulai sejahtera, mulai mapan itu baru dilanjutkan oleh anaknya ketika dia stabil ekonominya," pungkas Yayat.

Di luar itu, Pengamat Properti, Aleviery Akbar, melihat pembiayaan KPR saat ini bunganya masih cukup memberatkan pembeli. Dia meminta pemerintah selanjutnya bisa mencari formula yang terbaik skema KPR untuk bisa menjangkau rakyat agar bisa membeli rumah.

"Tapi masih belum mendapatkan solusi sejauh ini," ujar Aleviery kepada Tirto.

Sementara itu, Dia pun pesimis dengan janji pemenuhan 3 juta rumah Prabowo tersebut. Sebab, berdasarkan data yang ada rata-rata pembangunan rumah di Indonesia era Presiden Joko Widodo hanya tercapai 1 juta per tahun.

"Saya agak pesimis," pungkas Aleviery.

Baca juga artikel terkait KPR RUMAH atau tulisan lainnya dari Dwi Aditya Putra

tirto.id - Ekonomi
Reporter: Dwi Aditya Putra
Penulis: Dwi Aditya Putra
Editor: Intan Umbari Prihatin