Menuju konten utama

BI Rate Naik 6,25 Persen, Apa Dampaknya pada Cicilan KPR?

Bank Indonesia (BI) resmi menaikan suku bunga acuan atau BI Rate menjadi 6,25 persen. Apa dampaknya terhadap cicilan KPR?

BI Rate Naik 6,25 Persen, Apa Dampaknya pada Cicilan KPR?
Pekerja menyelesaikan pembangunan perumahan di Margadadi, Indramayu, Jawa Barat, Selasa (17/1/2023). ANTARA FOTO/Dedhez Anggara/hp.

tirto.id - Bank Indonesia (BI) resmi menaikan suku bunga acuan atau BI Rate sebesar 25 basis poin menjadi 6,25 persen, Rabu (24/4/2024). Apa dampaknya pada cicilan Kredit Pemilikan Rumah (KPR)?

Suku bunga acuan BI naik 0,25 persen dari bulan sebelumnya. Bulan Maret 2024, hasil Rapat Dewan Gubernur (RDG) BI memutuskan untuk mempertahankan suku bunga acuan atau BI-Rate tetap pada level 6 persen.

Pada pertemuan RDG BI terbaru yang berlangsung selama 23-24 April 2024, BI memutuskan untuk menaikan suku bunga. Menurut Gubernur BI Perry Warjiyo, keputusan ini bertujuan untuk memperkuat stabilitas nilai tukar rupiah dan mencegah pertumbuhan ekonomi terdampak oleh gejolak global.

"Kenaikan suku bunga ini untuk memperkuat stabilitas nilai tukar rupiah dari kemungkinan memburuknya risiko global serta sebagai langkah pre-emptive dan forward looking untuk memastikan inflasi tetap dalam sasaran," ujar Perry Warjiyo di Jakarta, Rabu (24/4/2024), seperti yang dikutip dari Antara.

Perry juga menyampaikan bahwa kebijakan tersebut bertujuan untuk menjaga inflasi tetap dalam sasaran yang ditetapkan, yaitu 2,5 persen plus atau minus satu persen pada tahun 2024 dan 2025. Kenaikan BI Rate nyatanya menimbulkan kekhawatiran di kalangan debitur KPR.

Kenaikan BI Rate memang dapat memengaruhi investasi yang bersumber dari kredit perbankan, seperti KPR. Berikut ini penjelasan dampak kenaikan BI Rate pada cicilan KPR.

Dampak Kenaikan BI Rate pada Cicilan KPR

Kenaikan BI Rate dapat berdampak langsung pada cicilan KPR. Saat BI Rate naik, suku bunga Kredit Kepemilikan Rumah (KPR) pun cenderung mengalami lonjakan.

Dilansir dar Antara, dengan kenaikan BI Rate menyebabkan debitur membayar cicilan bulanan KPR yang lebih tinggi karena suku bunga yang lebih tinggi. Kondisi ini membuat cicilan KPR menjadi lebih mahal bagi para debitur.

Produk KPR yang terdampak dari kenaikan BI Rate adalah produk dengan suku suku bunga mengambang (floating rate). Floating rate adalah suku bunga bank yang mengikuti suku bunga pasaran.

Sebaliknya, produk KPR dengan suku bunga tetap (fixed rate) cenderung tidak terpengaruh dengan kenaikan suku bunga, tergantung dari kesepakatan awal.

Produk KPR floating rate marak di Indonesia. Besaran cicilan KPR floating rate dibayarkan mengikuti suku bunga acuan Bank Indonesia dan kebijakan bank.

Sebagai contoh, Pak Tirto membeli rumah senilai Rp350 juta. Setelah membayar Down Payment (DP) Rp50 juta, dia mengambil KPR sebesar Rp300 juta dengan jangka waktu 20 tahun.

Pada awalnya, bunga yang dikenakan adalah 7 persen per tahun, sehingga cicilannya adalah sekitar Rp2,3 juta per bulan. Namun, ketika suku bunga naik 2 persen menjadi 9 persen, cicilan bulanan Rudi meningkat menjadi Rp2,75 juta.

Kenaikan sebesar 19 persen dalam cicilan bulanan KPR ini merupakan dampak dari perubahan suku bunga BI. Ini sekaligus menjelaskan kenapa BI Rate memiliki dampak signifikan bagi pemilik KPR dengan skema bunga mengambang.

Kenaikan cicilan KPR floating rate memang sulit ditebak dan bisa melambung sewaktu-waktu. Oleh karena itu, debitur KPR perlu memantau perubahan suku bunga BI agar bisa menyiapkan anggaran yang tepat untuk pembayaran cicilan setiap bulannya.

Dampak Positif dan Negatif Kenaikan BI Rate

Kenaikan suku bunga bank sentral seperti BI Rate memiliki dampak positif dan negatif bagi perekonomian negara. Salah satu dampak positif kenaikan BI Rate adalah sebagai salah satu solusi memperkuat nilai tukar rupiah.

Peningkatan BI Rate yang diputuskan oleh Bank Indonesia dilakukan di tengah merosotnya nilai tukar rupiah terhadap dolar baru-baru ini. Per Kamis, 25 April 2024, dolar AS menembus angka Rp16.192,50, tertinggi sejak lima bulan terakhir.

Ini sekaligus menjadi tanda melemahnya rupiah di mata dolar. Kondisi melemahnya rupiah ini lantas berdampak pada impor komoditas dan energi yang semakin mahal, sehingga berpengaruh pada kenaikan harga-harga.

Melalui upaya peningkatan suku bunga, BI optimis nantinya rupiah akan menguat ke rata-rata Rp15.800 di kuartal III.

"Kami meyakini bahwa rupiah akan tetap stabil di sekitar Rp16.200 pada kuartal II ini dan akan menguat ke arah rata-rata Rp16.000 di kuartal III dan bahkan menguat ke rata-rata Rp15.800 pada kuartal IV-2024," ungkap Perry.

Sayangnya, kenaikan BI Rate juga dapat berdampak negatif pertumbuhan ekonomi. Pasalnya, kenaikan suku bunga menekan investasi yang sumbernya berasal dari kredit perbankan, seperti KPR.

Kenaikan suku bunga juga dapat menyebabkan konsumsi rumah tangga melambat. Padahal, konsumsi rumah tanggal menyumbang lebih dari 50 persen produk domestik bruto (PDB) Indonesia.

Baca juga artikel terkait KPR RUMAH atau tulisan lainnya dari Umi Zuhriyah

tirto.id - Ekonomi
Kontributor: Umi Zuhriyah
Penulis: Umi Zuhriyah
Editor: Dipna Videlia Putsanra & Yonada Nancy