Menuju konten utama

Mohamed Salah dan Kerusuhan Maut di Port Said

Satu bulan setelah kerusuhan di stadion Port Said, Mohamed Salah membuat kagum para petinggi FC Basel.

Mohamed Salah dan Kerusuhan Maut di Port Said
Kerusuhan di stadion Port Said, Mesir setelah pertandingan antara tuan rumah Al-Masry melawan Al-Ahly (1/2/12). FOTO/REUTERS

tirto.id - Rabu, 1 Februari 2012, kerusuhan besar terjadi di stadion Port Said. Kerusuhan yang terjadi selepas pertandingan antara al-Masry kontra al-Ahly di Liga Premier Mesir itu menewaskan 74 orang. Ditambah 500 lebih korban luka, insiden itu menjadi tragedi terbesar dalam sejarah sepakbola Mesir -- juga salah satu kerusuhan sepakbola paling mematikan di dunia.

Pertandingan berkesudahan 3-1 untuk kemenangan sang tuan rumah. Namun, begitu peluit tanda pertandingan berakhir dibunyikan, serta merta seluruh pendukung al-Masry memburu para suporter al-Ahly. Bersenjatakan pisau mereka menyerang secara membabi-buta.

“Ini bukan sepakbola, melainkan perang,” kata pemain al-Ahly, Abo Treika, seperti dilansir Aljazeera. “Orang-orang meninggal di hadapan kami ... tak ada pihak keamanan, tak ada ambulan.”

Sebenarnya, terdapat polisi anti huru-hara di stadion. Namun mereka terlihat membiarkan peristiwa berdarah tersebut terjadi di depan mata. Menurut seorang anggota komite wanita Federasi Sepakbola Mesir (EFA), Daia Salah, penyerangan tersebut sudah direncanakan. Pihak keamanan sudah mengetahui itu. Belum lagi kicauan orang-orang di Twitter sebelum pertandingan.

“Aku melihat kicauan dengan mata kepalaku sendiri 13 atau 14 jam sebelum pertandingan dari seorang pendukung al-Masry kepada fans al-Ahly: "Jika kau jadi datang ke stadion, buat surat wasiatmu sebelum berangkat,’” terangnya.

Dalam artikel berjudul “Ultras and the Military: Dangerous Games” di Alakhbar, James M. Dorsey mengemukakan bahwa kerusuhan tersebut berkaitan erat dengan revolusi musim semi Arab yang terjadi di Mesir setahun sebelumnya. Kelompok Ultras al-Ahly, dan rival mereka Zemalek, memiliki andil besar dalam aksi protes menentang pemerintahan otokrat Hosni Mubarak dan militer.

“Kelompok ultras memaikan peran penting dalam memutus rasa takut yang sebelumnya mencegah rakyat Mesir melakukan aksi protes besar-besaran terhadap pemerintah. Mereka membentuk garis pertahanan terluar di Alun-alun Tahrir tahun lalu [2011] menghadang pasukan keamanan dan para pendukung Mubarak,” catatnya.

Tak hanya itu, menurut Dorsey, mereka pun terbiasa bentrok dengan polisi rahasia di stadion dan menjadi bagian dari bentrokan pada bulan November dan Desember 2011 yang memakan korban 50 orang meninggal dan 1000 orang mengalami luka-luka. Kejadian tersebut membuat pihak militer diminta untuk kembali ke baraknya masing-masing.

Sepak terjang kelompok ultras inilah yang kemudian dipercaya sebagai penyebab tragedi berdarah yang terjadi di stadion Port Said. Banyak yang melihat ini sebagai upaya balas dendam pihak militer dan keamanan, yang saat itu menguasai Mesir setelah lengsernya Mubarak, terhadap kelompok ultras.

“Para pembuat onar itu bukan suporter bola,” kata Heni Seddik kepada BBC. “Bagaimana mungkin mereka diijinkan masuk stadion sembari membawa pisau?”

Kerusuhan ini membuat pemerintah mengambil langkah membekukan Liga Mesir dan Piala Liga untuk waktu yang tidak ditentukan. Salah satu klub yang berlaga di liga adalah El Mokawloon, klub yang kala itu dibela Mohamed Salah.

Dimonitor Sejak Lama

Saat kompetisi sedang vakum itulah FC Basel menyelenggarakan pertandingan persahabatan dengan timnas Mesir U-23. Bagi Mesir, laga tersebut merupakan kesempatan langka. Apalagi tahun itu mereka tengah mempersiapkan diri untuk tampil di ajang Olimpiade. Namun FC Basel memiliki tujuan lain.

Di turnamen Piala Dunia U-20 yang diselenggarakan di Kolombia setahun sebelumnya, pencari bakat (scout) dari FC Basel menyaksikan pertandingan babak grup antara Brasil versus Mesir. Dalam laga yang berkesudahan 1-1 tersebut, si pencari bakat mencatat satu nama untuk dilaporkan kepada Georg Heitz, sang direktur olahraga. Nama itu adalah Mohamed Salah.

Sepanjang turnamen, si pencari bakat terus memonitor Salah. Timnas Mesir kala itu terhenti di babak 16 besar, kalah 1-2 dari Argentina. Kendati demikian, minat FC Basel kepada pemain muda Mesir itu tak sirna. Pada 16 Maret 2012, kira-kira satu bulan setelah insiden di stadion Port Said, mereka menyelenggarakan pertandingan persahabatan melawan timnas U-23 Mesir di stadion Rankhof, Basel.

“Satu-satunya alasan kami menggelar pertandingan ini adalah agar kami berkesempatan melihat langsung Mohamed Salah bermain,” ujar Presiden FC Basel saat itu, Bernhard Heusler, kepada Skysport.

Di pertandingan tersebut Mesir menang 4-3. Salah, yang turun di babak kedua, mencetak 2 gol.

“Di saat itulah kami memutuskan harus memboyongnya,” tutur Direktur Olahraga FC Basel, Georg Heitz.

Klub asal Swiss tersebut lalu mengundang Salah berlatih bersama selama satu minggu. Tak lama kemudian mereka menawarkan kontrak empat tahun untuk pemain kelahiran 1992 itu.

infografik tragedi stadion port said

Menjelma Legenda

Di klub barunya, Salah tampil sebanyak 79 kali dengan catatan 20 gol selama dua musim dan mempersembahkan dua gelar Liga Super Swiss. Di kompetisi Eropa, lewat golnya, Salah membantu Basel mengalahkan Totenham Hotspur di babak perempat final Liga Europa 2012/13 dan Chelsea di babak grup Liga Champions 2013/14.

Penampilan gemilangnya tersebut membuat Chelsea kesengsem. Tak lama kemudian The Blues meminangnya di bulan Januari 2014 dengan mahar 14.85 juta poundsterling. Sayangnya, karier Salah di Chelsea tak berkembang. Selama setahun merumput di Liga Premier, Salah hanya tampil 19 kali dan mencetak dua gol.

Hal itu membuat Salah dipinjamkan Chelsea ke Fiorentina, lantas ke AS Roma. Selanjutnya, klub ibokota Italia itu membelinya secara penuh pada 1 Juli 2016. Selama satu setengah tahun ia berlaga di Liga Italia Seri A. Meski tampil apik, Salah belum menjadi sorotan. Torehan 15 gol dalam 31 laga di seluruh ajang bersama Roma tampaknya belum membuatnya tampak istimewa.

Baru ketika ia kembali ke Liga Premier, kali ini berkostum Liverpool, Salah menjelma predator yang mematikan di pertahanan lawan. Torehan 43 gol dari 49 laga yang dimainkannya di semua kompetisi membuatnya menjadi salah satu mesin gol tersubur di Eropa musim ini.

26 Mei mendatang Salah bakal tampil di partai puncak kompetisi tertinggi di Eropa saat Liverpool berhadapan dengan Real Madrid. Jika berhasil memenangkan laga itu, apa pun yang terjadi di musim-musim selanjutnya, Salah tak akan mungkin lagi dilupakan para pendukung Liverpool.

Baca juga artikel terkait LIGA CHAMPIONS atau tulisan lainnya dari Bulky Rangga Permana

tirto.id - Olahraga
Reporter: Bulky Rangga Permana
Penulis: Bulky Rangga Permana
Editor: Zen RS