Menuju konten utama
Pandemi COVID-19

Menyoal Vaksin Keempat Saat Target Vaksinasi Tak Kunjung Tercapai

Epidemiolog mendorong pemerintah melaksanakan vaksin COVID lengkap dan ketiga dulu sebelum masuk ke dosis keempat.

Menyoal Vaksin Keempat Saat Target Vaksinasi Tak Kunjung Tercapai
Pekerja sektor pariwisata antre sebelum menjalani vaksinasi COVID-19 booster di Nusa Dua, Badung, Bali, Selasa (8/2/2022). ANTARA FOTO/Fikri Yusuf/nym.

tirto.id - Pemerintah membuka peluang pelaksanaan vaksinasi dosis keempat atau vaksin booster kedua dalam penanganan COVID-19. Wacana ini dilontarkan Wakil Menteri Kesehatan Dante Saksono Harbuwono dalam “Talkshow Antisipasi Lonjakan Kasus Omicron di Luar Jawa-Bali” pada 23 Februari 2022.

Dante mengaku Kementerian Kesehatan terus mengevaluasi penanganan COVID-19 Indonesia. Ia pun tidak menutup kemungkinan untuk memberikan vaksin keempat bila diperlukan dalam menghadapi varian COVID.

“Kalau nanti diperlukan dengan studi yang terus kami evaluasi dan ternyata kita butuh penguat yang keempat, maka bukan tidak mungkin penguat keempat itu dilakukan,” kata Dante seperti dikutip Antara.

Dante sebut pemerintah terus mengejar ketimpangan vaksinasi. Mereka menargetkan vaksinasi lengkap publik rampung pada Juni 2022. Setelahnya, pemerintah akan menerapkan pemberian vaksinasi bagi semua kelompok yang diputuskan melalui perkembangan tren COVID-19 dalam populasi penduduk.

“Setelah vaksinasi primer lengkap, kami targetkan nanti selesai Juni. Kemudian kami evaluasi dengan uji klinik epidemiologi,” ucap Dante.

Juru Bicara Kementerian Kesehatan dalam Penanganan COVID-19, Siti Nadia Tarmidzi juga menegaskan kebijakan vaksinasi keempat masih menunggu hasil studi efikasi vaksin booster yang tengah berjalan. Oleh karena itu, mereka fokus pada vaksinasi ketiga meski di beberapa negara masuk ke vaksinasi dosis keempat.

“Memang ada beberapa negara sudah memulai vaksinasi ini pada kelompok rentan seperti nakes ya, tapi kita saat ini masih prioritas pada dosis booster ke 3 dan nanti kita lihat dulu efikasinya," kata Nadia kepada Tirto, Kamis (24/2/2022).

Sebagai catatan pemerintah belum mencapai target vaksinasi dosis pertama dan kedua. Selain itu, pemerintah juga belum mencapai angka 50 persen untuk vaksinasi booster.

Berdasarkan data vaksinasi per 24 Februari 2022, terdapat 190.310.509 orang yang sudah dilakukan suntik vaksinasi tahap I. Sementara yang telah dilakukan suntikan ke-2 mencapai 141.517.146 orang. Sedangkan vaksin ke-3 ada 9.236.089 orang. Target vaksinasi yang dicanangkan pemerintah mencapai 208.265.720 orang.

Pemerintah masih memonitor efikasi dengan memantau masyarakat yang sudah menerima booster. Pemantauan pun dilakukan setidaknya 3 bulan hingga 9 bulan atau mengacu pada hasil studi yang ada dari luar negeri. Pemerintah juga memonitor apakah vaksin dinilai cukup menghalau varian Covid atau tidak berbasis booster ketiga sebelum mengambil sikap untuk menggelar vaksin keempat.

Sebaiknya Fokus Pada Target yang Belum Divaksin

Juru Bicara Satgas COVID-19 Wiku Adisasmito memastikan pelaksanaan vaksinasi dilakukan demi melindungi masyarakat, termasuk memberikan booster. Pemerintah akan fokus pada target yang belum menerima vaksin meski tidak menutup kemungkinan memberikan booster agar masyarakat yang sudah dilindungi dengan vaksin menjadi semakin terlindungi.

“Tentunya program vaksinasi akan lebih berfokus menjangkau sasaran yang belum divaksinasi. Di satu sisi pemerintah tetap memperhatikan orang-orang yang telah divaksin agar semakin terlindungi,” kata Wiku dalam keterangan, Kamis (24/2/2022).

Wiku pun memastikan Satgas COVID-19 akan terus mendorong kegiatan vaksinasi, tetapi tetap mengedepankan penegakan protokol kesehatan dan edukasi sebagai titik utama penekanan penyebaran COVID.

“Satgas mendukung apa pun bentuk upaya vaksinasi namun tetap menitikberatkan pada pentingnya penerapan protokol kesehatan yang disertai pemahaman masyarakat yang baik untuk pencegahan infeksi Covid-19 yang utama," tutur Wiku.

Epidemiolog dari Griffith University, Dicky Budiman meminta pemerintah sebaiknya tidak memprioritaskan vaksinasi keempat meski beberapa negara sudah mulai melakukan. Ia mendorong pemerintah melaksanakan vaksin lengkap dan dosis ketiga dulu sebelum masuk ke dosis keempat.

“Jadi kita harus kejar dosis dua, dosis tiga bahkan kalau bicara dosis keempat ini juga landasan ilmiah belum menunjukkan perbedaan yang siginfikan dengan dosis 3 gitu," kata Dicky kepada reporter Tirto.

Dicky mengingatkan masih ada masalah dalam proses vaksinasi Indonesia. Salah satunya adalah minimnya literasi vaksin. Publik harus disadari pentingnya vaksin, apalagi orang-orang yang belum vaksin dosis pertama kini adalah orang-orang yang sulit untuk diajak vaksin.

Di sisi lain, Dicky juga mengingatkan bahwa Indonesia belum bisa memasuki fase keempat karena vaksin kedua dan ketiga belum selesai. Ia juga mengingatkan bahwa penerima vaksin pertama saja tidak sepenuhnya menerima vaksin lengkap sehingga harus diulang.

Hal tersebut mengacu pada temuan pemerintah yang menyebut ada sekitar 2 juta lebih warga yang tidak menerima vaksin kedua lebih dari 6 bulan. Pada situasi tersebut, kata Dicky, warga harus menjalani vaksin lagi dari awal.

Oleh karena itu, Dicky tidak menyoalkan vaksinasi keempat perlu dijalankan jika vaksin kedua dan ketiga terpenuhi. Kalau pun vaksinasi keempat diarahkan untuk tenaga kesehatan, hal tersebut masih layak dilakukan.

“Artinya kalau pun itu dilakukan misalnya karena untuk melindungi tenaga kesehatan menurut saya silakan saja. Itu bisa saja tetapi kalau ini diterapkan," tutur Dicky.

Dicky menambahkan, “Di luar itu kita harus ngejar dulu ini [dosis] 2, 3 ini gak kekejar karena orangnya gitu-gitu juga vaksinatornya macam-macam terbatas, jadi malah menjadi potensi bahaya karena di tengah vaksinasi nanti banyak korban karena dua dosis gak kekejar, tiga dosis gak kekejar dan itu PR yang 3 dosis masih di bawah 50 persen," kata Dicky.

Sementara itu, pemerhati kebencanaan dari Nanyang Technological University (NTU) Singapura asal Indonesia, Sulfikar Amir memahami beberapa negara mulai melaksanakan vaksinasi dosis keempat. Namun pelaksanaan vaksin dilakukan daerah yang memang memiliki stok vaksin tinggi dan sudah menjalankan program vaksinasi sejak lama seperti Israel maupun Amerika Serikat. Khusus Indonesia, Sulfikar menilai belum urgen dilakukan, termasuk untuk tenaga kesehatan yang menerima vaksin duluan.

“Menurut asesmen saya itu vaksinasi keempat ini belum dibutuhkan di Indonesia, termasuk untuk tenaga kesehatan karena kalau saya lihat kondisinya tidak terlalu parah seperti waktu gelombang Delta terjadi," kata Sulfikar kepada reporter Tirto.

Sulfikar memahami urgensi booster atau vaksinasi ketiga terutama bagi tenaga kesehatan. Ia mengingatkan bahwa Indonesia masih mengalami kegawatan karena varian Delta merebak di berbagai daerah dan tenaga kesehatan masih rentan terpapar meski sudah vaksinasi lengkap.

Akan tetapi, situasi kegawatan saat ini sudah berhasil lebih ditangani dengan kehadiran vaksin ketiga atau booster. Meski terkesan tidak adil karena daerah dengan vaksin lengkap harus menjalani booster, lonjakan kasus dan kematian berhasil ditekan.

Oleh karena itu, kata dia, booster keempat belum diperlukan. Pemerintah sebaiknya fokus memberikan vaksin dengan prinsip pemerataan karena banyak daerah yang masih belum mencapai target vaksinasi, bahkan untuk vaksinasi dosis pertama seperti di Papua dan Kalimantan Utara.

Walau mengedepankan pemerataan, Sulfikar memandang Indonesia harus bersiap untuk potensi vaksinasi dosis keempat atau booster kedua. Ia mengingatkan dunia masih dihantui pandemi COVID serta varian virus yang mudah bermutasi.

“Di Indonesia pasti kebutuhan untuk vaksinasi yang keempat itu tidak bisa dihindari. Jadi mungkin kita akan melakukan itu, mungkin akhir tahun atau awal tahun depan tergantung situasi, tergantung supply dan sebagainya, tetapi menurut saya kalau melihat situasi seperti sekarang vaksinasi ini akan kita lakukan secara regular sama seperti kita melakukan vaksinasi untuk flu dan berbagai jenis penyakit lainnya," kata Sulfikar.

Baca juga artikel terkait VAKSINASI COVID-19 atau tulisan lainnya dari Andrian Pratama Taher

tirto.id - Kesehatan
Reporter: Andrian Pratama Taher
Penulis: Andrian Pratama Taher
Editor: Abdul Aziz