tirto.id - Litbang Kompas merilis hasil survei terbaru pada 22 Februari 2022. Dalam survei berdasarkan metode pencuplikan sistematis bertingkat periode 17-30 Januari 2022 kepada 1.200 responden dengan angka margin of error 2,8 persen, PDIP dan Partai Gerindra masih menjadi dua partai teratas. Sementara Golkar tersingkir dari klaster 3 partai terbesar di Indonesia.
PDIP sebagai parpol di urutan pertama memiliki angka keterpilihan 22,8 persen atau meningkat 3,7 persen dibanding survei Litbang Kompas pada Oktober 2021. Sementara Gerindra berada di angka 13,9 persen atau naik 5,1 persen dibanding survei Oktober 2021.
Demokrat menempati peringkat ketiga dengan elektabilitas 10,7 persen dari sebelumnya tidak mencapai 2 digit. Partai Golkar yang sebelumnya peringkat ketiga turun di bawah Demokrat, tetapi mengalami kenaikan elektabilitas 1,3 persen dibanding survei Oktober 2021 menjadi 8,3 persen.
Di klaster menengah atas ada PKS dengan elektabilitas 6,8 persen, disusul PKB 5,5 persen, Nasdem sebesar 3,5 persen, PPP (2,8 persen), PAN (2,5 persen), Perindo (2,5 persen), PSI (0,9 persen), Hanura (0,6 persen), PBB (0,6 persen), Partai Garuda (0,4 persen) dan lainnya 0,3 persen. Sedangkan responden yang mengatakan tidak tahu maupun rahasia mencapai 17,6 persen.
Manajer Departemen Penelitian Litbang Kompas, Mathias Toto Suryaningtyas menjelaskan soal kenaikan elektabilitas Demokrat dan PKS. Toto melihat upaya konsolidasi internal Demokrat maupun strategi kritik ala PKS yang diikuti konsolidasi internal berhasil menaikkan elektabilitas keduanya.
“Demokrat naik karena momentum kemenangan kasus legalitas kepengurusan partai di pengadilan, sedangkan PKS naik diduga karena konsolidasi mesin partai internal, plus memanfaatkan isu mengkritisi rencana-rencana pemerintah, termasuk soal IKN, JHT, dan lain-lain," kata Toto kepada reporter Tirto, Selasa (22/2/2022).
Toto menuturkan, posisi Demokrat dan PKS yang berada di luar pemerintahan Jokowi mulai mendapatkan keuntungan politik. Suara mereka mulai naik karena berada di luar pemerintahan. Namun, khusus Demokrat bukan hanya karena di luar pemerintahan, tapi juga soal momentum, isu, sosok SBY maupun aksi vokal AHY.
Menurut Toto, dalam survei terbaru ini suara partai tetap naik, tetapi kondisi saat ini terbelah akibat popularitas, momentum dan tokoh kandidat capres. Ia mencontohkan pemilih Jokowi mulai terbagi antara ke Ganjar Pranowo, Basuki Tjahaja Purnama atau Ahok, Tri Rismaharini maupun Prabowo Subianto.
Sementara itu, Gerindra tetap konsisten di posisi kedua karena basis masa Prabowo solid, kata Toto.
Mengapa PKB dan Nasdem di Bawah PKS & Demokrat?
Toto pun menjelaskan mengapa elektabilitas Nasdem maupun PKB lebih rendah daripada PKS. Hal ini akibat isu yang dinarasikan kedua parpol tidak optimal. Sebagai contoh Nasdem kurang kuat dalam isu dan mulai berpaling dari pemerintah sehingga pemilihnya berstatus hold.
“PKB dan Nasdem turun karena cantolan isu elite tidak ada, alias tidak ada gerak yang ditangkap publik secara menonjol. Tapi juga ada faktor teknis, sampling Kompas tidak mampu mengungkap elektabilitas sesungguhnya karena karakter PKB yang terpusat di Jawa Timur," kata Toto.
Sementara itu, Direktur Eksekutif Indonesia Political Opinion (IPO) Dedi Kurnia Syah menyebut parpol koalisi pemerintah mengalami penurunan elektabilitas meski saling berdekatan. Hal tersebut bisa dilihat partai-partai berada pada angka margin of error. Namun khusus PKB dan Nasdem, Dedi tidak memungkiri ada penurunan elektabilitas karena publik memandang kader-kader PKB maupun Nasdem kurang kerja optimal.
“Di luar soal itu, kesamaan PKB dan Nasdem memang mitra koalisi pemerintah sejak awal, dua parpol ini mungkin saja dianggap publik tidak miliki kontribusi signifikan pada kinerja pemerintah,” kata Dedi kepada reporter Tirto, Selasa (22/2/2022).
Dedi yang juga Dosen Komunikasi Politik Universitas Telkom menambahkan, “Asumsi ini bisa disandingkan dengan citra kerja menaker dan menkominfo yang sering berada di tingkat bawah, terutama dalam catatan IPO justru menaker masuk daftar layak reshuffle.”
Sebagai catatan, nama-nama yang masuk dalam daftar reshuffle yang dirilis IPO pada Februari 2020 lalu terdiri atas Fachrul Razi (32 persen), Jhonny G Plate yang kini Sekjen Partai Nasdem (29 persen), Edhy Prabowo (24 persen), dan Nadiem Makarim (22 persen). Dua menteri, yakni Fachrul Rozi dan Edhy sudah diganti.
Khusus PKB, kata Dedi, kemerosotan tersebut seharusnya mengkhawatirkan karena PKB memiliki basis pemilih jelas. Ia khawatir hal tersebut berkaitan dengan sikap PBNU dan pemilihan Abdul Muhaimin Iskandari sebagai bakal capres.
“Artinya penurunan ini bisa menjadi penanda kurang baik. Pertama, memungkinkan adanya kebosanan publik pada Muhaimin, mengingat cara promosi diri sebagai capres sudah ia lakukan sejak periode-periode lalu. Kedua, ada dampak konflik dengan PBNU yang membuat pemilih urung pada PKB,” kata Dedi.
Sementara khusus untuk Demokrat dan PKS, Dedi menilai kenaikan elektabilitas terjadi karena faktor ketidakpercayaan publik pada pemerintah. Khusus Demokrat, aktivitas konsolidasi politik, roadshow hingga pemilihan ketua partai daerah dinilai efektif.
“Jika konsisten bukan tidak mungkin Demokrat kembali berjaya,” kata Dedi.
Respons Parpol
Kepala Badan Komunikasi Strategis DPP cum Koordinator Juru Bicara Partai Demokrat Herzaky Mahendra Putra berkata, Demokrat terus berupaya bekerja keras dan kerja nyata demi publik. Aksi-aksi tersebut dinilai sebagai kunci kenaikan elektabilitas parpol.
“Tiga kunci sukses ini, kerja tulus, kerja nyata kami untuk rakyat, secara konsisten, ternyata diapresiasi dengan baik oleh rakyat. Mereka bosan dengan sosok atau organisasi yang sibuk mencitrakan diri dekat dengan rakyat, tapi ketika rakyat mendapatkan masalah, ditindas, diam saja. Rakyat butuh yang benar-benar kerja tulus, kerja nyata, secara konsisten untuk rakyat,” kata Herzaky dalam keterangannya.
Herzaky sebut, aksi partai yang berupaya melawan perilaku abuse of power ternyata mendapat respons positif dari publik. Aksi-aksi Demokrat dalam kepemimpinan sah dan konsisten membantu rakyat membuat publik mulai yakin memilih kembali partai berlambang mercy.
“Kepemimpinan Ketum AHY pun dianggap menjadi kunci dan titik cerah bagi Partai Demokrat oleh publik dalam menguatnya soliditas dan terjalinnya kebersamaan yang kuat di internal Partai Demokrat," kata Herzaky.
Sementara itu, Wakil Ketua Umum DPP PKB Jazilul Fawaid tertarik dengan survei Litbang Kompas karena hasil surveinya mengakui bahwa mereka belum berhasil menangkap secara utuh suara PKB. Oleh karena itu, Jazilul optimistis PKB tetap bisa menjadi partai papan atas meski berada di angka bawah dalam survei Litbang Kompas.
“Kami optimis dengan hasil tersebut, dengan modal kesetiaan pemilih plus dihidupkannya mesin partai, saya haqqul yakin PKB akan naik menyalip di papan atas. Bahkan hasil dari lembaga survei yang lain PKB sudah naik di papan atas," kata Jazilul kepada reporter Tirto, Selasa (22/2/2022).
Jazilul pun memastikan PKB dan Muhaimin akan terus berkampanye dan berupaya merebut hati pemilih. Ia memastikan mereka akan terus bekerja tanpa henti demi memenuhi ambisi Muhaimin sebagai calon presiden pada 2024.
“Layar sudah terkembang, surut kami berpantang. Hasil survei itu tak akan membuat semangat kami surut, kami akan terus menggencarkan kampanye Gus Muhaimin menjadi calon presiden 2024," kata Jazilul.
Penulis: Andrian Pratama Taher
Editor: Abdul Aziz