tirto.id - Rancangan peraturan daerah (Raperda) perlindungan janda yang diusulkan Muhammad Basir Qodim, Ketua Fraksi Partai Persatuan Pembangunan (PPP) DPRD, sekaligus Ketua DPC PPP Kabupaten Banyuwangi menuai kritik. Salah satunya dari Komisi Nasional Anti Kekerasan terhadap Perempuan (Komnas Perempuan).
Komisioner Komnas Perempuan, Andy Yentriyani menilai, cara pandang Basir Qodim sebagai sosok yang mengusulkan raperda janda tersebut masih mendiskreditkan perempuan. Sebab basisnya hanya perkawinan.
“Ini menunjukkan cara pandang yang masih mendiskreditkan perempuan berbasis status perkawinan, pemahaman yang sepenggal tentang kerentanan yang dihadapi oleh perempuan, orang tua tunggal maupun dalam status pernah menikah, dan menguatkan diskriminasi berbasis gender terhadap perempuan,” kata dia saat dihubungi reporter Tirto, Senin (30/5/2022).
Andy menyebut hingga saat ini dirinya belum menerima draf raperda tersebut karena masih dalam tahapan wacana. “Dalam proses klarifikasi minggu lalu, dan kami diinfokan ini baru sampai tahap wacana,” kata dia.
Kritik senada diungkapkan Nihayatul Wafiroh, anggota DPR RI asal Banyuwangi. Perempuan yang akrab disapa Ninik ini menilai, wacana Raperda Janda yang digagas Basir Qodim terlalu “ngaco” dan tidak bertanggung jawab.
“Menurut saya ini usulan raperda yang 'ngaco' tidak bertanggung jawab, tidak sensitive, dan tidak memberdayakan perempuan,” kata Ninik kepada reporter Tirto.
Ninik menilai apa yang dilakukan Basir Qodim hanya aksi “cari muka” belaka dan seharusnya bisa dilakukan dengan hal lain yang lebih positif dan menimbulkan manfaat bagi orang lain.
“Aduh pak kalau mau caper kepada media, tolonglah berikan isu yang lebih produktif dan cerdas. Jangan mengangkat isu seperti ini [Raperda Janda] kalau mau mencari perhatian media,” kata Ninik yang juga Wakil Ketua Komisi IX DPR RI ini.
Raperda Kontroversial
Nama Basir Qodim ramai menjadi perbincangan usai politikus PPP itu mewacanakan Raperda Janda. Usulannya semakin menjadi perdebatan karena salah satu poin dalam raperda tersebut adalah mendorong para pria untuk poligami kepada janda sebagai bentuk perlindungan.
Basir Qodim menjelaskan latar belakang usulannya itu melihat para janda yang bercerai ditinggal suaminya tidak memiliki keahlian sehingga menurunnya hidup terlunta-lunta.
“Yang melatar belakangi dan menjadikan inisiatif untuk mengajukan rapeda demi pemberdayaan dan perlindungan terhadap janda. Karena itu poinnya," kata Basir Qodim di kanal Youtube BWI 24 Jam pada Sabtu (28/5/2022).
Basir Qodim melihat realitas di lapangan para janda tanpa keahlian hidup sebatang kara. Bahkan sebagai salah satu bentuk wujud implementasi dari raperda pemberdayaan dan perlindungan terhadap janda, akan ada tim khusus yang mengawasi setiap permasalahan janda.
“Sehingga apabila diperlukan nanti ada tim khusus dari pemerintah untuk menangani janda. Karena mereka yang tidak memiliki keahlian hidupnya kasihan di lapangan," jelasnya.
Ia berhadap dengan hadirnya perda pemberdayaan dan perlindungan terhadap janda yang kini sedang Ia rancang ada sejumlah mekanisme pelatihan yang terstruktur dan bisa mengajarkan ilmu baru. Seperti memasak, membuat kue atau tata rias di salon.
“Yang penting bagaimana mereka yang tidak punya pengalaman dan skil diberi pengajaran bilamana perda ini berjalan,” kata dia.
Usul Poligami hingga Kena Marah Istri
Raperda ini semakin riuh diperdebatkan karena mengangkat soal poligami, suatu topik yang juga sering diprotes oleh aktivis perempuan. Namun Basir Qodim tak mau ambil pusing. Ia menggaris bawahi bahwa dalam aturan raperda, poligami hanya diperuntukkan bagi mereka yang mampu.
“Ya kalau poligami itu bagi yang mampu. Kalau mereka yang mampu dan keluarga istri tua menyetujui, ya tidak ada masalah. Tapi kalau yang (istri) tua tidak menyetujui dan menjadi tukaran (perkelahian) itu yang jadi masalah," ujarnya.
Bahkan sebelum diprotes oleh para aktivis perempuan, istri dari Basir Qodim menentang cukup keras atas wacana suaminya. Basir Qodim menyebut istrinya tidak mau diajak bicara akibat usulan raperda perlindungan dan pemberdayaan janda ini.
“Pada saat saya menyampaikan ini, istri saya tidak mau menyapa sampai sekarang. Tandanya saya tidak mampu dan buat apa saya berpoligami kalau tidak bisa meredam emosi istri yang tua,” kata dia.
Tak hanya itu, Basir Qodim pun meminta pemerintah untuk merevisi Undang-Undang ASN yang di dalamnya melarang para abdi negara untuk berpoligami. “Kalau saya berharap Undang-Undang ASN itu diubah dan dikembalikan kepada yang mampu dan itu tidak ada masalah," jelasnya.
Selain itu, ada fakta yang membuatnya harus menyegerakan raperda ini agar segera terbentuk yaitu jumlah pria di Indonesia lebih banyak ketimbang para wanita.
“Dan sebetulnya salah kalau undang-undang membatasi istri. Sedangkan perbandingan pria dan wanita saat ini adalah 1:5," tuturnya.
Dalam proses perjalanan dari raperda menjadi perda, Basir Qodim harus melewati sejumlah langkah yang panjang. Dari usulan di internal Bappeda, kemudian harus lulus persetujuan di paripurna dan Basir Qodim harus memaparkan usulannya dalam bentuk poin-poin penting.
“Dalam proses pemaparan nanti, saya memberikan argumen atas pertanyaan dari teman-teman kemudian baru lolos. Itu pun nanti baru naskah akademik. Kemudian naskah akademik dibahas di pansus, dan dimintakan tanggapan dari bupati dan fraksi. Tidak mudah dalam membuat perda itu," ungkapnya.
Belum Ada Draf Raperda
Sementara itu, Komisioner Komnas Perempuan, Andy Yentriyani mengatakan hingga saat ini dirinya belum menerima draf raperda yang menuai polemik tersebut karena masih dalam tahapan wacana.
“Dalam proses klarifikasi minggu lalu, dan kami diinfokan ini baru sampai tahap wacana,” kata dia.
Selain raperda dari Kabupaten Banyuwangi ini, kata dia, Komnas Perempuan sejak 2009 sudah menerbitkan sejumlah instrumen untuk membuat panduan dalam memeriksa sejumlah aturan dan undang-undang konstitusional yang akan menjadi kebijakan.
Harapannya, kata dia, aturan maupun kebijakan-kebijakan yang dihasilkan tidak diskriminatif, termasuk berbasis gender terutama terhadap perempuan.
Terkait isu ini, reporter Tirto telah berusaha menghubungi sejumlah pengurus DPP PPP. Namun, hingga artikel ini dirilis tidak ada respons baik telepon maupun pesan WhatsApp.
Penulis: Irfan Amin
Editor: Abdul Aziz