tirto.id - Pernyataan Luhut Binsar Pandjaitan terkait alasan akan menggunakan tenaga kerja asing untuk pembangunan Ibu Kota Negara (IKN) Nusantara menuai kritik. Sebab, pernyataan menteri koordinator bidang maritim dan investasi tersebut terkesan merendahkan kinerja tenaga kerja lokal.
“Kualitasnya masih kadang miring-miring. Kalau Anda lihat bangunan kita, masih banyak kualitasnya kurang bagus, tidak rapi. Kuat, tapi masih belok-belok,” kata Luhut dalam acara peluncuran Battery Asset Management Services Indonesia Battery Corporation di Kantor Kemenko Marves, Jakarta.
Luhut mengatakan, pembangunan IKN Nusantara akan menggunakan tenaga kerja asing (TKA) dengan dalih sumber daya manusia (SDM) Indonesia masih belum memiliki kualitas kerja yang baik.
Mantan Menkopolhukam itu meminta publik tidak mempersoalkan gagasannya. Ia beralasan, gagasan tersebut diambil demi kepentingan nasional. Ia berharap kehadiran TKA bisa membuat tenaga kerja Indonesia bisa bekerja baik.
“Mungkin enam bulan, mungkin setahun. Kita pakai saja dulu dia (TKA), nanti sambil jalan, kita masukin orang tenaga kerja Indonesia yang bisa lagi,” kata Luhut.
Terkait pernyataan Luhut tersebut, Menteri Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) Basuki Hadimuljono mengatakan, pembangunan pembangunan IKN menggunakan tenaga asing masih sebatas wacana. Ia mengatakan pembangunan tetap menggunakan tenaga Indonesia.
“Nggak lah, ini semua pembangunannya juga orang Indonesia, nggak ada orang asing," kata Basuki.
Basuki menjelaskan, penggunaan tenaga asing dalam pembangunan memang bisa menjadi pilihan. Akan tetapi, kata dia, sejauh ini penggunaan tenaga asing masih menunggu keputusan.
“Oh enggak, kalau pengawasan kan bisa saja intermittent, tapi belum keputusan, belum diputusin, kan nanti saya yang mutusin,” kata Basuki.
Pemerintah Jangan Mengulang Kesalahan Masa Lalu
Ekonomi dari Center of Economic and Law Studies (CELIOS) Bhima Yudistira meminta pemerintah tidak mengulangi kesalahan masa lalu dengan menggunakan TKA. Ia menilai aksi Luhut membantah keberadaan IKN akan membawa dampak ekonomi positif dan tenaga kerja lokal.
“Tragedi IKN akan mengulang smelter nikel ya, di mana porsi TKA nya cukup besar,” kata Bhima kepada Tirto, Rabu (14/6/2023).
Bhima mengingatkan agar pemerintah mengundang investasi tanpa membawa tenaga kerja asing. Bhima mengatakan, penggunaan TKA adalah tanda bahwa devisa keluar lewat remitansi.
“Karena upah dan tunjangan yang diterima TKA langsung ditransfer ke negara asalnya,” ujarnya.
Di sisi lain, pemerhati ketenagakerjaan dari Universitas Gadjah Mada (UGM) Yogyakarta, Tadjuddin Noer Effendi mengakui bahwa TKA boleh digunakan sesuai Undang-Undang Cipta Kerja. Akan tetapi, penggunaan TKA tidak serta-merta di semua sektor.
“Itu ada di UU Cipta Kerja ada pasal. Jika Indonesia belum mahir mengerjakan pekerjaan tertentu kita bisa menggunakan asing, tapi juga ada batas,” kata dia saat dihubungi Tirto, Rabu (14/6/2023).
Sebagai catatan, pengaturan penggunaan TKA diatur pada Pasal 42 dan Pasal 45 Perppu Cipta Kerja. Dalam aturan tersebut pemberi kerja wajib menyertakan pekerja WNI untuk mendampingi tenaga kerja asing untuk alih teknologi dan alih keahlian. Kemudian, pemberi kerja juga wajib memberikan pelatihan kerja bagi pekerja WNI sesuai dengan jabatan yang diduduki TKA. Poin tersebut tercantum pada Pasal 45 ayat 1 huruf a dan b.
Tadjuddin tidak memungkiri bahwa pekerja Indonesia kurang mahir di beberapa sektor sehingga butuh pendamping tenaga asing. Akan tetapi, kata dia, SDM Indonesia bukan berarti tidak berkualitas.
“SDM kita kelihatannya kurang mahir bukan tidak berkualitas. Kurang mahir berbeda dengan tidak berkualitas, karena apa? Karena untuk mengerjakan itu belum ada," kata dia.
Tadjuddin menilai TKA memang lebih mahir di bidang pekerjaan teknologi. Ia mencontohkan TKA China memang hadir dan mendampingi pekerja Indonesia agar mereka mahir.
Menurut Tadjuddin, pemerintah sebaiknya melakukan sosialisasi spesifik soal penggunaan TKA karena publik masih memiliki persepsi negatif dengan TKA.
“Masyarakat kita itu bayangannya pekerjaan-pekerjaan yang sepele dikerjakan TKA seperti ngelas dan sebagiannya. Tapi harus diberikan pengertian masyarakat kita ada pekerjaan-pekerjaan tertentu yang teknologinya belum bisa dikuasai atau semahir TKA," ujarnya.
"Jadi kalau kita tidak undang mereka, maka proyek tidak jalan dan mengganggu proses industri yang kita bangun," sambung dia.
Terkesan Merendahkan Pekerja Lokal
Sementara itu, Ketua Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI) Said Iqbal menyayangkan pernyataan Luhut yang terkesan merendahkan kinerja tenaga kerja lokal. Menurut dia, semestinya kalimat tersebut tidak diucapkan oleh pejabat publik.
“Kalau pernyataan pejabat negara merendahkan tenaga kerja Indonesia sendiri, dia tidak layak menjadi pejabat negara. Berarti ada mental feodal di pejabat negara tersebut. Nggak boleh apa pun alasan keluar kalimat itu. Itu namanya mental feodal, mental penjajah kepada inlander,” kata Said Iqbal kepada Tirto.
Iqbal juga mengingatkan Luhut bahwa pemerintah punya undang-undang mengenai tenaga asing. Tenaga kerja asing hanya boleh untuk tenaga kerja yang memerlukan keterampilan khusus di mana warga Indonesia tidak punya kapasitas tersebut. Tenaga buruh kasar, kata Iqbal, harus menggunakan tenaga lokal.
“Contoh buruh kasar dari China membangun gedung untuk kantor pemerintahan IKN dengan alasan pekerja Indonesia lambat itu nggak boleh," tegas Iqbal.
Iqbal menilai, dalih Luhut bahwa tenaga Indonesia masih membangun miring tidak relevan. Keberadaan tenaga asing cukup menjadi konsultan. Jika tenaga kerja asing yang dipekerjakan banyak dan untuk pekerjaan kasar, maka pemerintah sudah melanggar undang-undang.
“Itu dilarang kalau buruh kasar. Jangan menteri melanggar sendiri undang-undang yang dibuat oleh presiden. Berarti menteri ngelawan presiden," kata Iqbal.
Iqbal menegaskan, tenaga Indonesia bisa membangun IKN. Ia menilai tenaga asing sebaiknya hanya untuk konsultan seperti konsultan pembangunan gedung untuk kepentingan tahan gempa.
Pria yang juga Ketua Umum Partai Buruh ini beralasan, SDM Indonesia sudah mampu membangun beragam infrastruktur seperti pembangunan bandara di Kalimantan dan Sulawesi hingga pembangunan infrastruktur seperti jalur LRT dan kereta api cepat.
Oleh karena itu, alasan Luhut dinilai tidak relevan meskipun dengan dalih belajar. Ia mencontohkan, konsultan asing umumnya dipekerjakan untuk mendampingi pembangunan sesuatu. Sepengalaman Iqbal, pembangunan dilakukan dalam pembangunan pabrik atau investasi panjang selama 5-10 tahun.
“Biasanya itu di pabrik. Nah kalau gedung, 5 tahun juga selesai dia pulang. Terus belajar dari mana? Apa yang perlu dipelajari karena nggak ada lagi investasinya? Berhenti setelah 5 tahun. Itu pendampingan untuk pabrik biasanya," kata Iqbal.
Penulis: Andrian Pratama Taher
Editor: Abdul Aziz