tirto.id - Survei teranyar Indikator Politik menunjukkan elektabilitas Prabowo Subianto mengungguli dua rivalnya, yaitu Ganjar Pranowo dan Anies Baswedan dalam bursa bakal calon presiden 2024. Menteri Pertahanan itu unggul dengan angka keterpilihan 38 persen, disusul Ganjar (34,2 persen) dan Anies (18,9 persen).
Partai Gerindra pun mengakui faktor kedekatan Prabowo dengan Presiden Jokowi menjadi salah satu faktor utamanya. Sebab, Prabowo merupakan rival Jokowi pada perhelatan Pilpres 2014 dan 2019. Prabowo bahkan tak malu menjadi “pembantu” Jokowi dengan bergabung di Kabinet Indonesia Maju.
Sekretaris Jenderal DPP Partai Gerindra, Ahmad Muzani mengatakan, sikap Prabowo itu disenangi masyarakat. Namun, terkesan di-endorsment maju sebagai bakal capres pada Pilpres 2024 mendatang. Kedekatan dengan Jokowi dinilai membawa keuntungan bagi Prabowo.
“Ketika kemudian keduanya terkesan menyatu, itu juga disukai, ini nggak bisa dianggap enteng dan kami nilai itu sebagai faktor yang juga sangat signifikan dari kesukaan orang terhadap Prabowo,” kata Muzani di Kantor DPP PAN, Warung Buncit, Jakarta Selatan, Senin (5/6/2023).
Di sisi lain, Muzani tak sepakat terkait anggapan Prabowo akan maju ketiga kalinya di pilpres mendatang hanya karena dukungan Jokowi. Prabowo maju sebagai bacapres karena dorongan internal partai berlambang burung garuda itu.
Muzani mengklaim sekitar 80 persen pemilih Partai Gerindra memilih Prabowo. Selain itu, lanjut dia, jumlah itu tertinggi di antara semua calon presiden lain. “Apa artinya? Kekuatan Gerindra sangat support dan kuat," tutur Muzani.
Teranyar, baliho besar dengan foto Prabowo dan Presiden Jokowi terpampang di Jalan Kramat Raya, Jakarta Pusat. Baliho itu bertuliskan 'Menang Bersama Untuk Indonesia Raya.’ Namun, baliho itu tidak ada logo partai mana pun.
Muzani menilai baliho Prabowo dan Jokowi bukan fenomena baru. Ia menyebut sebelumnya baliho Prabowo dan Jokowi menghiasi banyak tempat terjadi akhir 2022. “Kemudian fenomena ini berulang,” kata dia.
Ia mengatakan, dulu banyak yang mungkin menginginkan Jokowi dan Prabowo berduet, sekarang lebih pada bagaimana menyukseskan kepemimpinan dan legacy-legacy yang ditinggalkan Jokowi agar bisa dilanjutkan Prabowo.
“Kami menganggap ini sebagai bagian dari sesuatu yang baik-baik saja dalam demokrasi,” kata Muzani.
Gerindra saat ini menjadi bagian dalam Koalisi Kebangkitan Indonesia Raya (KKIR) bersama PKB. Koalisi ini merekomendasikan Prabowo sebagai bakal capres. Namun, hingga kini belum mengumumkan secara resmi laiknya Ganjar oleh PDIP dan Anies dari Koalisi Perubahan untuk Persatuan (KPP).
Wacana menduetkan Prabowo dan Ganjar pun sempat mengemuka di ruang publik. Hal itu muncul ketika Jokowi mempertemukan Gubernur Jawa Tengah itu dengan Prabowo di acara panen raya padi di Desa Lenjer, Kabupaten Kebumen, Jawa Tengah. Kala itu, ketiga sosok itu tampak mesra dan saling melempar candaan. Gerindra sendiri memaknai kemesraan ketiga tokoh itu sebagai kenyamanan.
Namun, PDIP tak menunjukkan gelagat baik ketika wacana menduetkan Ganjar dan Prabowo mengemuka. Saat itu, PDIP memang belum mengumumkan Ganjar secara resmi maju sebagai capres.
Ketua Bapilu DPP PDIP, Bambang Wuryanto atau Pacul kala itu merespons wacana duet Ganjar dan Prabowo hanya spekulasi. Bambang Pacul mengingatkan kepada setiap pihak bahwa kader PDIP tidak boleh berspekulasi apa pun. Semua wajib menunggu instruksi Megawati Soekarnoputri.
Sementara itu, Direktur Eksekutif Pusat Kajian Politik (Puskapol) Universitas Indonesia, Hurriyah mengatakan, pencalonan Prabowo maju sebagai bakal capres 2024 memang tidak ada relevansinya dengan Jokowi. Namun, dukungan yang diberikan Jokowi kepada Prabowo menggaet dukungan elektoral.
“Dukungan yang ditunjukkan oleh Jokowi mungkin berkontribusi untuk menggaet dukungan elektoral yang lebih banyak bagi Prabowo,” kata Hurriyah saat dihubungi reporter Tirto, Selasa (6/62023).
Dukungan Jokowi dinilai menguntungkan Prabowo. Sebab, kata dia, Prabowo kehilangan konstituennya dari kelompok Islamis ketika memutuskan bergabung dengan kabinet Jokowi-Ma'ruf Amin. Apalagi, kepuasan publik terhadap Jokowi masih relatif tinggi.
“Dukungan dari Pak Jokowi ini tentu dianggap berpotensi untuk mengerek suaranya Gerindra maupun juga suara Pak Prabowo ketika dia mencalonkan diri," ucap Hurriyah.
Manuver Jokowi Langgengkan Kekuasaan
Hurriyah mengatakan, manuver Jokowi yang terkesan mendukung Ganjar dan Prabowo merupakan bagian dari upaya mengamankan kepentingan. Pertama, program-program pembangunan seperti proyek Ibu Kota Negara (IKN) Nusantara atau infrastruktur lainnya harus terus dilanjutkan.
“Sehingga itu membuat beliau juga mengindikasikan bahwa beliau ingin agar legacy-nya dilanjutkan oleh presiden berikutnya," tutur Hurriyah.
Selain itu, kata dia, manuver Jokowi itu untuk mempertahankan pengaruh kekuasaannya. Pasalnya, Jokowi bukan pemilik partai politik. Oleh karena itu, pernyataan Jokowi yang hendak cawe-cawe pada Pemilu 2024 dinilai masuk akal.
“Jadi, ketika dia ingin mengamankan kepentingannya, pengaruh kekuasaan maka dia harus mencari cara lain. Ini yang saya kira dilakukan Jokowi dengan cawe-cawe kompetisi capres sekarang ini." kata Hurriyah.
Di sisi lain, ia menilai manuver Jokowi yang dinilai menggunakan strategi halus itu agar jangan sampai kebijakan-kebijakan yang sudah dibuat nantinya dianulir oleh presiden berikutnya.
“Ini kan politik kita semacam ada kecenderungan politik balas dendam. Nah, ini yang saya kira konsennya Pak Jokowi yang sekarang ini ke situ," tukas Hurriyah.
Endorsment Jokowi itu tak mungkin juga diberikan kepada Anies Baswedan. Sebab, kata dia, Anies disebut sebagai sosok antitesis Jokowi.
“Peluang yang paling mungkin adalah di Ganjar dan Prabowo yang setidaknya menjanjikan ada keberlanjutan dari pembangunan yang dilakukan oleh Pak Jokowi,” kata Hurriyah.
Sementara itu, Direktur Eksekutif Parameter Indonesia, Adi Prayitno mengakui, salah satu faktor yang bisa menyebabkan elektabilitas Prabowo naik karena kedekatan dan endorsment Jokowi. Secara perlahan publik melihat bahwa Prabowo adalah sosok yang teridentifikasi sebagai orang yang cukup dekat dengan Jokowi.
Lebih lanjut, Adi mengatakan, dalam banyak kesempatan misalnya kemesraan-kemesraan itu ditunjukkan. Artinya, kata dia, kedekatan Prabowo dengan Jokowi yang dalam banyak hal itu ditafsirkan sebagai endorsment itu berbuah manis.
“Itu tidak bisa dibantah dan secara perlahan memang sejumlah pemilih Jokowi misalnya mulai migrasi mendukung Prabowo. Termasuk di dalam sukarelawan Jokowi dan sebagain ada yang deklarasi," ucap Adi.
Adi mengatakan, endorsment itu diberikan Jokowi di tengah kepuasan publik baik, sehingga efektif dan ampuh serta meningkatkan elektabilitas Prabowo. Adi juga mengingatkan agar jangan sampai kedekatan Jokowi dengan Prabowo merugikan PDIP dan Ganjar. Jokowi harus bisa menghitung jasa PDIP terhadap dirinya.
“PDIP dalam berbagai kesempatan selalu menghitung jasa politik yang sudah diberikan PDIP kepada Jokowi mulai dari Wali Kota Solo, Gubernur DKI Jakarta dan presiden 2 periode," kata Adi.
Adi meminta Jokowi agar jangan terlena dengan endorsment yang diberikan kepada Prabowo demi melanjutkan program yang telah dibuatnya.
“Itu seakan-akan menegaskan bahwa Jokowi jangan terlalu terlampau jauh berdansa dengan Prabowo Subianto karena itu bisa merugikan PDIP dan Ganjar Pranowo,” kata Adi.
Penulis: Fransiskus Adryanto Pratama
Editor: Abdul Aziz