tirto.id - Tidak ada nama selain Airlangga Hartarto yang akan menjadi bakal capres dari Partai Golkar. Setidaknya hal itulah yang selalu diucapkan oleh setiap pengurus partai berlogo beringin tersebut. Walaupun secara elektabilitas, posisi Airlangga cukup mengkhawatirkan karena hanya di bawah satu persen. Namun dia cukup percaya diri untuk terus maju di Pilpres 2024.
Dikenal sebagai partai tua dan warisan Orde Baru, Golkar memanfaatkan hal itu sebagai modal politik untuk mengusung Airlangga. Ketua DPP Partai Golkar bidang Media dan Penggalangan Opini, Meutya Hafid menyebut, partainya memiliki infrastruktur yang kuat baik dari segi SDM (Sumber Daya Manusia) maupun alat pemenangan.
Meutya percaya modal-modal itulah yang membuat partainya yakin ada secercah harapan untuk Airlangga bisa menang bila menjadi bakal capres. Golkar juga membuktikan modal itu dengan memenuhi kursi bacaleg di seluruh Indonesia dengan kadernya. Tanpa ada dapil yang kosong satu pun.
“Partai Golkar terkenal sebagai partai yang kuat di grassroot sampai di desa-desa," kata Meutya dalam wawancara khusus bersama Tirto pada Jumat (19/5/2023).
Keputusan Airlangga untuk menjadi capres terlihat cukup kokoh hingga beberapa bulan menjelang pendaftaran peserta Pilpres 2024. Rakernas Partai Golkar yang akan digelar pada 4 Juni 2023 juga akan kembali memperkuat internal partai untuk pencalonan Airlangga. Pihak Golkar menepis semua isu yang menyebut rakernas sebagai upaya penyebutan nama capres baru selain Airlangga.
Wakil Ketua Umum DPP Partai Golkar, Ahmad Doli Kurnia menegaskan, pencapresan Airlangga telah melalui forum partai tertinggi yaitu Munas. Kemudian dikukuhkan kembali di rapimnas. Sedangkan rakernas berada di tingkat lebih bawah dari dua agenda musyawarah partai tersebut.
Namun Doli mengakui bahwa saat ini Airlangga cukup melunak. Penawaran Airlangga seminimal mungkin adalah menjadi calon RI-2 atau bakal cawapres. Bilamana kursi menjadi capres tertutup bagi Airlangga.
“Perlu dipahami bahwa Munas 2019 itu adalah satu keputusan khusus yang judulnya sikap Partai Golkar terhadap Pilpres 2024. Isinya cuma 2 pasal, pertama bahwa Golkar akan mengusung capres dan atau cawapres dalam Pemilu 2024," kata Doli saat konsolidasi rakernas di Kantor DPP Partai Golkar pada Minggu (28/5/2023).
Setelah posisi di internal Golkar aman dan terkonsolidasi sehingga tak ada potensi konflik, Airlangga berupaya mewujudkan ambisi politiknya dengan safari politik.
Dia bertemu sejumlah petinggi partai baik sesama pendukung pemerintahan Presiden Joko Widodo maupun dari kubu oposisi. Airlangga tercatat hadir dalam buka bersama Koalisi Perubahan di Kantor DPP Nasdem pada awal Ramadan lalu.
Selain berani bertemu dengan pihak seberang Istana, Airlangga juga menjadi politikus yang paling sering membentuk koalisi. Pertama, dia membentuk Koalisi Indonesia Bersatu, beranggotakan Golkar, PAN dan PPP.
Meski koalisi ini berada di ujung tanduk karena PPP sudah bersama PDIP mendukung Ganjar Pranowo menjadi bakal capres. Namun Airlangga masih percaya bahwa KIB masih solid dengan segala dinamika pilihan masing-masing partai.
Setelah KIB yang tak jelas nasibnya, kemudian muncullah wacana Koalisi Besar. Ide ini sempat digaungkan oleh Ketua Umum Partai Gerindra, Prabowo Subianto di acara silaturahmi bersama Jokowi di Kantor DPP PAN. Kemudian dilanjutkan oleh Airlangga hingga dia menawarkan kantor partainya untuk menjadi Sekretariat Bersama Koalisi Besar.
Tak ingin Koalisi Besar nasibnya sama seperti KIB yang kian tak menentu arahnya, Airlangga mengubah pola pendekatannya. Dia mendekati satu persatu partai yang ingin dia jadikan rekan koalisi. PKB menjadi incaran pertamanya, lalu keduanya membentuk Koalisi Inti. Dengan harapan bisa menjadi tonggak awal terbentuknya Koalisi Besar. Bahkan dia menunjuk Nusron Wahid untuk menjadi perwakilan Golkar agar bisa menjadi penghubungan dengan PKB yang telah lebih dulu berkongsi politik dengan Gerindra.
Namun hubungan baik yang coba dibangun oleh Airlangga tak sepenuhnya diterima PKB dan Gerindra. Pihak Golkar sudah menawarkan Airlangga untuk bisa menjadi cawapres bagi Prabowo Subianto, tapi PKB dan Gerindra nampak bergeming.
Wakil Ketua Umum DPP PKB, Jazilul Fawaid menegaskan bahwa perkara capres hanya dibahas oleh ketua umum PKB dan Gerindra berdasarkan ikrar kesepakatan dua partai saat membentuk Koalisi Kebangkitan Indonesia Raya (KKIR).
Terbaru, Airlangga membuka wacana poros baru untuk Pilpres 2024. Di luar nama Prabowo Subianto, Anies Baswedan, dan Ganjar Pranowo yang selalu mentereng dalam setiap hasil survei. Wacana poros baru yang diajukan Airlangga berpotensi membuat peserta Pilpres menjadi 4 pasang calon.
Untuk mewujudkan wacana poros baru, Airlangga melakukan komunikasi khusus dengan Ketua Umum DPP PAN, Zulkifli Hasan. Akibatnya, muncullah wacana Airlangga-Zulhas sebagai pasangan alternatif di Pilpres 2024.
Doli menyampaikan bahwa pada awal Juni nanti, Airlangga dan Zulhas akan melakukan pertemuan khusus terkait wacana tersebut. Saat ini keduanya masih berada di Amerika Serikat untuk tugas negara karena keduanya sama-sama dari menteri bidang ekonomi. Namun Doli tak menampik bahwa ada sejumlah pembahasan terkait poros baru dalam perjalanan dinas tersebut.
“Sesuai amanat Munas dan Rapimnas, Partai Golkar mendorong Pak Airlangga jadi capres. Pak Airlangga pun intensif melakukan pertemuan dengan berbagai ketua umum, termasuk dengan Pak Zulkifli Hasan yang kemarin juga bertemu di Amerika,” kata Doli.
Doli menambahkan bahwa perolehan suara Golkar di 2019 sebesar 12,31 persen menjadi daya tawar paling menarik yang tak bisa ditawar oleh DPP. Sehingga tak mengherankan, bila Golkar kerap menjajaki proses koalisi dengan banyak partai dan gabungan koalisi.
"Kami semua menjajaki dulu saja, kan. Proses silaturahim itu dilakukan sebelum terbentuknya KIB kemudian setelah terbentuknya KIB juga kita terus melakukan komunikasi politik dengan berbagai partai politik," ujarnya.
Mengapa Airlangga Ngotot Maju Pilpres Meski Elektabilitas Pas-pasan?
Sejak era reformasi, Golkar selalu gagal mendudukkan kadernya untuk menjadi presiden. Posisi tertinggi hanyalah wakil presiden yang dua kali diemban oleh Jusuf Kalla. Direktur Eksekutif Parameter Politik Indonesia, Adi Prayitno memandang, hal itu menjadi situasi darurat bagi Golkar.
Apabila tak ada presiden yang diusung dari partai warisan Orde Baru itu, maka nasib suaranya bisa kandas tersingkir oleh partai lain yang berusaha masuk ke Senayan.
"Ada keyakinan bahwa setiap ketua umum partai yang bisa menjadi capres maka partainya bisa mendapatkan efek coattail. "Saya kira Airlangga Hartarto cukup rasional untuk menjadi capres. Karena Pilpres 2024 bukan hanya soal capres tapi juga soal Pileg," ujarnya.
Adi menilai Airlangga maju menjadi bakal capres karena secara ideal partai patut mengusung ketua umum atau kader terbaiknya. Bukan mengusung orang dari luar yang belum pernah merasakan proses kaderisasi dari internal partai sebelumnya.
“Kalau ada kader atau ketua umum partai yang maju pasti akan penambahan suara signifikan untuk Pileg. Seperti Prabowo yang berdampak untuk Gerindra dan Jokowi yang berdampak untuk PDIP," terangnya.
Peneliti Pusat Riset Politik - Badan Riset dan Inovasi Nasional (PRP-BRIN), Wasisto Raharjo Jati meyakini bahwa Airlangga akan tetap nekat maju menjadi capres. Meski dalam perhitungan setiap lembaga survei, suaranya selalu berada di papan bawah.
“Saya pikir ini tentu berkaitan pula menjaga muruah Partai Golkar sebagai partai besar pasca 1999, terlebih lagi pasca Orde Baru, Golkar belum bisa menduduki kursi RI-1. Saya pikir peluang itu selalu ada karena politik dan kandidasi bukan diukur secara matematis lewat popularitas," kata Wasisto.
Bagi Wasisto, walaupun nantinya Airlangga gagal meraih tiket untuk menjadi bakal capres, setidaknya dia berhasil mengerek elektabilitas partai. Para kadernya yang maju menjadi caleg akan terkerek suaranya karena efek ekor jas yang dibawa Airlangga.
"Masuk menjadi bagian dari salah satu koalisi yang mengusung figur populer," ungkapnya.
Penulis: Irfan Amin
Editor: Abdul Aziz