tirto.id - Kaesang Pangarep, putra bungsu Presiden Joko Widodo disebut akan maju dalam Pemilihan Wali Kota Depok (Pilwalkot) Depok 2024. Isu Kaesang maju pilkada itu ditandai baliho bergambar dirinya yang terpampang di sejumlah lokasi di Kota Depok. Baliho itu dipasang oleh Dewan Pimpinan Daerah Partai Solidaritas Indonesia (PSI).
Baliho itu salah satunya terpasang di Jalan Margonda, jalur penghubung Depok menuju Jakarta. Baliho dengan gambar wajah serius Kaesang dan berkemeja berkelir putih, sembari membawa setangkai mawar merah di tangannya. Baliho tersebut bertuliskan “PSI Menang, Walikota Kaesang” dan terpasang logo PSI.
Suami Erina Gudono itu mengakui pemasangan baliho itu atas pengetahuannya. Ia bahkan blak-blakan mengaku memberikan foto dirinya kepada DPD PSI Kota Depok.
Kaesang mengisyaratkan terjun ke dunia politik layaknya sang ayah, kakak kandungnya yang merupakan Wali Kota Solo Gibran Rakabuming Raka, dan kakak iparnya, Bobby Nasution sebagai Wali Kota Medan. Namun, Kaesang belum menentukan langkah politiknya secara jelas termasuk ke partai politik mana dia akan berlabuh.
Sejumlah partai politik, seperti Partai Gerindra menyambut baik bila Kaesang serius maju Pilwalkot Depok. Parpol berlambag kepala burung garuda itu menyebut, Kota Depok patut dipimpin orang muda yang inovatif dan visioner.
PDIP, parpol yang mengantarkan Jokowi dari wali kota Solo hingga menjadi presiden dua periode pun membuka diri apabila Kaesang hendak masuk dunia politik dan menjadi bakal calon wali kota Depok.
“Untuk Kaesang, Mas Kaesang boleh juga ya di Depok,” kata Ketua DPP PDIP, Puan Maharani dalam konferensi pers di Sekolah Partai PDIP, Jakarta Selatan pada Selasa (6/6/2023).
Puan yang juga Ketua DPR RI itu mengatakan, Kaesang harus melalui sejumlah proses di internal PDIP. Selayaknya calon kepala daerah lain yang hendak maju dalam pilkada bersama parpol berlambang banteng tersebut.
“Nanti PDI Perjuangan pertimbangkan, kan, pilkadanya masih [November] 2024,” kata Puan.
Terpenting, kata Puan, adalah keinginan Kaesang dalam berpolitik dan maju menjadi Depok 1. Oleh karena itu, kata Puan, keseriusan tersebut akan ditanyakan secara langsung kepada yang bersangkutan.
Hal senada diungkapkan Ketua DPP PDIP, Djarot Saiful Hidayat. Ia mengingatkan, basis suara PDIP adalah dari keluarga. Ia juga menyinggung Jokowi yang berhasil menjadi wali kota, gubernur hingga presiden karena strategi PDIP yang menggunakan keluarga sebagai basis suara mereka dan meminta satu keluarga merapat ke PDIP.
Jika parpol berlomba-lomba siap mendaulat Kaesang karena statusnya sebagai putra Presiden Jokowi, PDIP pun tidak tinggal diam. Apalagi, aturan internal partai yang dinakhodai Megawati Soekarnoputri itu mewajibkan semua anggota keluarga untuk satu partai.
Meski demikian, Gibran tak sepakat jika Kaesang maju Pilwalkot Depok. Sebab, Kaesang bukan orang Depok dan tidak pernah tinggal di kota penyangga ibu kota tersebut. PKS sebagai parpol yang selalu menang di Pilwalkot Depok, menyarankan Kaesang menjadi wali kota di daerah asalnya yakni Solo, atau di daerah Jawa Tengah lainnya.
Sejak Pilkada Depok 2005 hingga 2020, pasangan calon yang diusung PKS selalu menang. Tidak heran, jika Depok menjadi basis suara PKS. Muhammad Idris bahkan menjabat dua periode sebagai Wali Kota Depok karena diusung PKS. Sementara itu, pasangan yang diusung PDIP selalu keok melawan pasangan calon yang didukung PKS.
Teranyar, Pilkada Depok 2020, pasangan Pradi Supriatna dan Afifah Aliyah yang diusung PDIP dan Gerindra tak berkutik melawan Muhammad Idris-Imam Budi Hartono yang diusung PKS, Demokrat, dan PPP.
Jika ditarik lebih ke belakang lagi, pada Pilkada 2015, pasangan Dimas Oky Nugroho-Babai Suhaimi yang diusung oleh PDIP, PAN, PPP, PKB, dan Nasdem pun bernasib sama. Sejak Pilkada 2005, Depok telah menjadi basis PKS. Koalisi PDIP tidak pernah menang di Pilkada Depok.
Berpotensi Meruntuhkan Dominasi PKS
Direktur Eksekutif Institute for Democracy and Strategic Affairs (Indostrategic) Ahmad Khoirul Umam menilai, PDIP bisa saja mengusung Kaesang di Pilwalkot Depok sebagai upaya meruntuhkan dominasi PKS yang telah berkuasa selama 20 tahun lebih. Namun, ia tak menampik dominasi PKS masih kuat di Depok.
“Ada segmen kelompok muda yang relatif lebih dinamis, kemudian memiliki independensi dalam berpolitik barangkali itu menjadi ceruk massa yang bisa diambil oleh Kaesang,” kata Khoirul saat dihubungi reporter Tirto, Rabu (7/6/2023).
Di satu sisi, Khoirul mengatakan, Kaesang juga bisa memanfaatkan kesempatan dari masa akhir jabatan ayahnya, Jokowi untuk memenangkan pilkada. Pasalnya, instrumen kekuasaan atau pengaruh, baik dari aspek jaringan maupun pendanaan akan membuat mesin politik berjalan secara efektif.
“Meskipun secara demokrasi kalau misalnya dia [Kaesang] mau mengambil langkah itu, bisa dianggap sebagai syarat sifatnya yang 'aji mumpung' dan itu tidak etis secara politik dan demokrasi," ucap Khoirul.
Khoirul mengingatkan, pengunaan instrumen kekuasaan dalam konteks kepentingan pribadi anggota keluarga presiden, berpotensi mendegradasi kualitas kompetisi yang fair. Namun, jika Kaesang serius untuk maju di Pilkada Depok merupakan sebuah hal wajar.
Khoirul mengakui, kekuatan kekuasaan kalau digunakan berpotensi menjadi mesin yang efektif berhadapan dengan kekuatan politik manapun, tetapi perlu dilihat Kaesang didorong oleh parpol apa.
“Meskipun harus dilihat dulu, yang membawa Kaesang itu siapa? Apakah PDIP atau yang sekarang PSI. Yang kemudian diarahkan untuk mengepung strategi untuk menyakinkan PDIP dan kembali mendorong target yang akan diusung dalam konteks ini adalah Kaesang,” kata dia.
Lebih lanjut, ia mengatakan, perlu melihat secara jernih yang bermain di balik isu Kaesang maju di Pilwalkot Depok. Sebab, kata dia, PDIP di Depok tentu sudah punya tokoh, kader yang barangkali sudah berhitung untuk maju dalam Pilkada 2024.
“Sebenarnya yang bermain bukan PDIP, tetapi PSI yang sedang menciptakan momentum dan ending-nya berusaha mengepung PDIP supaya PDIP merasa terpanggil untuk membawa Kaesang,” kata Khoirul.
Ia kemudian menyinggung Gibran yang dulu sempat mengatakan tak tertarik terjun ke politik. Nyatanya, tetap terjun ke dunia politik dan kini menjabat Wali Kota Solo. Kaesang pun berkata enggan menjadi pejabat publik karena gaji yang dianggap sedikit. Terlepas dari itu, ia melihat manuver Kaesang itu bisa tampil kompetitif jika benar-benar maju di Pilwalkot Depok 2024.
“Itu adalah fakta-fakta, rekam jejak yang tidak terbantahkan. Ada catatan inkonsistensi di sana, tetapi sebagai usaha politik langkah dia tentu berpotensi menjadi kandidat yang bisa tampil kompetitif di Depok dan menjadi challenger untuk kombinasi politik PKS di sana,” tutur Khoirul.
Sementara itu, Dosen Politik dari Universitas Padjadjaran, Kunto Adi Wibowo mengatakan, peluang kemenangan Kaesang bila benar ikut dalam Pilwalkot Depok masih 50:50. Alasannya, sosok yang mendorong Kaesang itu ialah PSI bukan PDIP.
“Emang PSI punya kursi di Depok? Kalau pun punya kursi, enggak bakal cukup, kan, mau ngajuin sendiri. Belum tentu juga PDIP mau dipaksa oleh PSI. Secara partai, PDIP punya pride," kata Kunto saat dihubungi Tirto.
Selain itu, Kunto mempertanyakan tawaran Kaesang untuk masyarakat Kota Depok. Sebab, ia menyakini pemilih di Depok lebih rasional.
“Banyak yang berpendidikan tinggi, urban. Secara informasi juga bagus. Tawarannya Kaesang untuk menjawab problem-problem masyarakat di Depok apa? Kita belum tahu dan sampai sekarang belum ada," ucap Kunto.
Menurut Kunto, jika terobosan yang akan dibawa Kaesang cocok dengan masyarakat Kota Depok, maka mungkin akan punya peluang menang lebih besar. “Tapi kalau PKS juga punya tawaran lebih menarik bisa diadu tuh, menarik jadinya," tutur Kunto.
Kunto mengatakan, nilai lebih Kaesang lebih dekat dengan anak muda dan termasuk sosok berpengaruh di media sosial. Meski demikian, isu dan pendekatannya ke anak muda tetap menjadi penentu.
Di sisi lain, Kunto menganalisis alasan PDIP kerap kalah bertarung di Pilkada Kota Depok. PDIP sendiri merupakan partai yang berkarakter wong cilik, sehingga masyarakat Depok yang dinilai berpendidikan dan berekonomi tinggi cenderung memilih partai berideologi lebih jelas.
“Mereka yang ada di Depok kelas menengah ke atas, mereka merasa bukan wong cilik. Jadi, gak ada tuh kedekatan identitas dengan PDIP. Yang masuk justru PKS yang membawa citra secara rasional, partai moderen kemudian bisa lebih dekat dengan masyarakat urban di Depok," kata Kunto.
Lebih lanjut, kata dia, pengaruh Jokowi juga tidak menjamin peluang kemenangan untuk Kaesang. Sebab, masa kepemimpinan Jokowi segera berakhir.
“Mungkin kampanye kerja politik mulai dari sekarang. Kalau memang mau dicalonkan. Kalau menunggu masa kampanye, ya akan sangat telat dan susah mengganggu bentengnya PKS," kata Kunto.
Kunto menyebut, isu Kaesang maju di Pilkada Depok karena ulah PSI yang memanfaatkan situasi agar dapat asosiasi bahwa mereka dekat dengan Jokowi termasuk dengan Kaesang.
“Makanya kemarin Hasto [sekjen PDIP] sempat memperingatkan jangan lupa satu keluarga beda partai. Karena itu sudah sindiran kepada Kaesang dan Pak Jokowi. Harus tunduk, patuh perintah ketum kalau soal pencalonan pilkada,” kata Kunto.
Penulis: Fransiskus Adryanto Pratama
Editor: Abdul Aziz