Menuju konten utama

Menyoal Langkah Mahkamah Agung Gunakan Militer dalam Pengamanan

Militer dididik untuk menghadapi musuh bersenjata, sehingga tak tepat pengamanan gedung MA dibebankan ke TNI.

Menyoal Langkah Mahkamah Agung Gunakan Militer dalam Pengamanan
Gedung Mahkamah Agung, Jakarta Pusat. Antara Foto/Rosa Panggabean.

tirto.id - Langkah Mahkamah Agung (MA) melibatkan personel TNI atau militer dalam pengamanan di lingkungan MA menuai kritik. Bahkan pengamanan melibatkan TNI dinilai berkorelasi dengan posisi MA yang 'diobok-obok' KPK karena hakim agung dan pegawai mereka tersangkut kasus korupsi.

Pelibatan militer dalam pengamanan di Mahkamah Agung ini dikonfirmasi Juru Bicara MA sekaligus Wakil Ketua MA, Andi Samsan Nganro. Ia mengakui institusinya akan memperkuat pengamanan mereka dengan melibatkan militer. Hal ini berdasarkan pertimbangan internal MA.

“Memang beberapa waktu lalu MA mengadakan evaluasi tentang pengamanan yang selama ini dilaksanakan oleh pengamanan internal MA dengan dibantu oleh seorang kepala pengamanan dari TNI/militer, karena menurut pengamatan belum memadai sehingga perlu ditingkatkan. Maka atas alasan itu diputuskan untuk meningkatkan pengamanan dengan mengambil personil TNI/militer dari pengadilan militer,” kata Andi kepada Tirto, Rabu malam (9/11/2022).

Andi menuturkan, mereka mengambil langkah penguatan pengamanan demi menghindari masuknya orang-orang tidak jelas di lingkungan Mahkamah Agung. Selain itu, kehadiran militer juga sebagai alat untuk mengelola tamu MA.

“Pengamanan ini ditingkatkan tentunya untuk menghindari hal-hal yang tidak diinginkan seperti masuknya orang- orang yang tidak jelas urusan kepentingannya, sekaligus memastikan tamu-tamu mana yang layak atau tidak layak masuk di kantor MA untuk kepentingan mengecek dan melihat perkembangan perkaranya melalui PTSP,” kata Andi.

Andi mengaku, langkah evaluasi hingga penambahan anggota militer sebagai bagian pengamanan sudah dibahas oleh internal MA. Ia pun membantah kehadiran militer sebagai upaya untuk menakuti pencari keadilan, tetapi demi menjaga keamanan anggota peradilan.

“Model pengamanan bagaimana yang diperlukan di MA memang sudah lama dipikirkan, sebab aspek keamanan bagi kami di MA penting, bukan untuk menakut-nakuti, tetapi keberadaannya di lembaga tertinggi penyelengaraan kekuasaan kehakiman dan juga tempat tumpuan akhir rakyat Indonesia mencari keadilan dibutuhkan suasana dan keamanan yang layak,” kata Andi.

Ia kembali menegaskan bahwa anggota yang dipilih adalah bagian dari tim perbantuan Pengadilan Militer. “Anggota TNI/militer yang diperbantukan berasal dari anggota Pengadilan Militer,” kata Andi.

Sementara itu, Kepala Pusat Penerangan Mabes TNI, Laksamana Muda Kisdiyanto belum mau memberikan pernyataan resmi tentang langkah MA yang melibatkan militer dalam pengamanan internal mereka.

Penempatan Militer di MA Dinilai Berlebihan

Sontak, keputusan MA tersebut menuai kritik, terutama dari Koalisi Masyarakat Sipil untuk Reformasi Sektor Keamanan. Wakil Ketua KontraS --salah satu anggota koalisi-- Rivanlee Anandar menilai, langkah MA berlebihan. Alasan MA dinilai tidak sesuai dengan keadaan yang terjadi.

“Penempatan militer di MA terlalu berlebihan. Keberadaan mereka malah lebih cenderung berkesan bahwa ada nuansa ketakutan yang dibentuk daripada dalih ‘tamu tak boleh sembarangan,’” kata Rivanlee kepada Tirto, Jumat (11/11/2022).

Ia menyayangkan sikap Panglima TNI, Kemenkopolhukam hingga Presiden Jokowi yang membolehkan militer mengamankan MA. Ia khawatir para pejabat tidak memahami tugas dan fungsi TNI sebagai pertahanan negara.

Revanlee menilai penempatan pengamanan yang melibatkan TNI berkorelasi dengan posisi MA yang 'diobok-obok' KPK karena hakim agung dan pegawai mereka tersangkut korupsi. Sebagai catatan, saat ini ada dua hakim agung yang menjadi pesakitan komisi antirasuh dan kasusnya masih dalam proses.

PEMERIKSAAN TERSANGKA HAKIM AGUNG SUDRAJAD DIMYATI

Tersangka Hakim Mahkamah Agung nonaktif Sudrajad Dimyati (kiri) berjalan menuju mobil tahanan usai menjalani pemeriksaan perdana di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta, Rabu (12/10/2022). Sudrajad Dimyati diperiksa sebagai tersangka dalam kasus dugaan menerima suap dari pihak yang berperkara di Mahkamah Agung. ANTARA FOTO/Reno Esnir/wsj.

“Selain melahirkan nuansa ketakutan, keberadaan TNI akan cenderung conflict of interest karena bisa dianggap menghalangi proses pengungkapan korupsi,” kata Rivanlee.

Ia khawatir perbantuan militer tidak hanya memicu pelanggaran aturan UU TNI, tetapi mendorong publik untuk menggunakan jasa militer sebagai pengamanan di masa depan secara legal. Padahal penempatan militer sebagai pengamanan juga tidak ada dasar yang jelas.

“Khawatirnya, hal ini akan menjadi lumrah dilakukan oleh pihak manapun, termasuk swasta,” kata Rivanlee.

Kepala Center for Intermestic and Diplomatic Engagement (CIDE) Anton Aliabbas juga mengkritik soal penempatan militer sebagai pengamanan MA. Ia menilai pelibatan personel TNI untuk pengamanan MA berlebihan.

“Pelibatan personel TNI dalam penjagaan MA jelas sebuah kebijakan yang tidak tepat dan berlebihan,” kata Anton kepada reporter Tirto, Jumat (11/11/2022).

Setidaknya ada sejumlah alasan. Pertama, kata Anton, penjagaan gedung Mahkamah Agung tidaklah termasuk dalam tugas Operasi Militer Selain Perang (OMSP) sebagaimana diatur dalam Pasal 7 ayat 2(b) UU 34/2004 tentang TNI.

Kedua, prajurit TNI tidak dididik untuk melakukan pengamanan internal gedung instansi sipil. Prajurit TNI dididik untuk menghadapi musuh bersenjata, sehingga tidak tepat pengamanan gedung MA dibebankan kepada TNI. Ia menilai pengamanan sebaiknya ke Polri, bukan ke TNI.

“Pengamanan gedung MA semestinya cukup dibebankan pada satuan pengamanan internal yang dibentuk MA. Kalaupun MA merasa ada peningkatan potensi gangguan keamanan, maka sudah semestinya hal tersebut dikoordinasikan kepada Polri, yang merupakan institusi yang bertanggung jawab pada urusan keamanan dan ketertiban masyarakat,” kata Anton.

Ketiga, dalam jangka panjang, penugasan TNI ke MA akan berdampak pada profesionalisme dan mereduksi wibawa TNI. Ia beralasan, TNI tidak diproyeksikan dan dibentuk untuk menjalankan tugas menjaga gedung instansi sipil di masa damai.

“Justru komplikasi terjadi apabila terjadi kekisruhan atau gesekan dengan warga sipil dalam pengamanan gedung,” kata Anton.

Karena itu, Anton berharap, Panglima TNI Jenderal Andika Perkasa bisa memahami dampak buruk penugasan personel TNI dalam pengamanan di internal MA. “Pelibatan prajurit TNI dalam menjaga gedung MA jelas lebih banyak membawa kerugian daripada keuntungan yang didapat TNI,” kata Anton.

Baca juga artikel terkait MAHKAMAH AGUNG atau tulisan lainnya dari Andrian Pratama Taher

tirto.id - Hukum
Reporter: Andrian Pratama Taher
Penulis: Andrian Pratama Taher
Editor: Abdul Aziz