tirto.id - Menteri Koordinator Kemaritiman Luhut Binsar Pandjaitan mengatakan bahwa, pemerintah berencana mencabut kebijakan wajib memasok kebutuhan dalam negeri alias domestic market obligation (DMO) batu bara, termasuk untuk pembangkit listrik yang dioperasikan PT PLN (Persero).
Alasan pembatalan DMO untuk mendongkrak nilai ekspor batu bara guna menambah devisa untuk mengamankan defisit transaksi berjalan Indonesia.
Luhut juga memastikan, rencana pencabutan Domestic Market Obligation (DMO) tidak akan membebani keuangan PT PLN (Persero).
"Tidak ada, kami sudah hitung. Tidak ada dampak sama sekali ke PLN. Kita tidak ingin keuangan PLN goyang," katanya di Kemenko Kemaritiman Jakarta, Senin (30/7/2018).
Luhut menambahkan, rencana pencabutan DMO batu bara juga tidak akan berdampak pada kenaikan tarif listrik seperti yang dikhawatirkan banyak pihak.
"Kita sudah hitung, tidak akan membuat listrik naik. Tidak ada urusannya," katanya.
Mantan Menko Polhukam itu menyebut rencana pencabutan DMO yang masih akan dikaji itu justru akan memperkuat keuangan PLN.
Lantaran masih dikaji, Luhut menyebut kebijakan mengenai kewajiban penambang batu bara menjual 25 persen hasil produksinya ke pasar lokal masih akan tetap berlaku.
"Saya tegaskan ya. Saya ingin menggarisbawahi jangan ada yang ragu untuk kirim ke PLN. Kirim saja, tidak ada masalah. Kita pasti kasih waktu untuk sosialisasi dan kita pastikan tidak ada yang dirugikan," katanya.
Luhut sendiri menjelaskan dirinya menggelar rapat koordinasi yang dihadiri sejumlah pemangku kepentingan terkait, mulai dari PLN, Kementerian Keuangan, Kementerian ESDM serta dunia usaha mengenai rencana perubahan aturan terkait kewajiban pasokan harga batu bara untuk domestik (Domestic Market Obligation/DMO).
Rencananya harga DMO batu bara akan diserahkan ke pasar dengan tujuan meningkatkan penerimaan negara bukan pajak (PNBP) di sektor pertambangan.
Pemerintah berencana mengenakan iuran kepada perusahaan batu bara seperti yang ditetapkan pada industri kelapa sawit. Iuran tersebut akan digunakan sebagai dana cadangan subsidi bagi PLN.
Kendati demikian, hingga saat ini belum ada keputusan final terkait rencana tersebut. Pihaknya juga masih akan menggelar rapat lanjutan untuk membahas hal itu.
"Tadi kita `exercise` (kaji) bagaimana DMO ini karena kita mau melihat peluang berapa banyak uang yang bisa kita dapat dari sini karena kan kita butuh ekspor ini. Kita cari peluang-peluangnya," pungkasnya.
Sementara itu, pengamat Ekonomi Energi Universitas Gadjah Mada, Fahmy Radhi mengatakan bahwa, pembatalan DMO tersebut justru akan menguntungkan pengusaha.
Mantan Anggota Tim Reformasi Tata Kelola Migas itu mengatakan, rencana pencabutan aturan DMO batu bara juga akan menambah beban BUMN, PT PLN (Persero).
"Jadi, rencana pencabutan aturan DMO itu harus dibatalkan, demi kepentingan yang jauh lebih besar," katanya di Jakarta, Sabtu (28/7/2018).
Saat ini, berdasarkan Keputusan Menteri (Kepmen) Energi dan Sumber Daya Manusia (ESDM) Nomor 23K/30/MEM/2018, minimal 25 persen produksi batu bara domestik harus dijual ke PLN.
Sedangkan Kepmen ESDM Nomor 1395 K/30/MEM/2018 tentang Harga batu bara Untuk Penyediaan Tenaga Listrik, harga DMO batu bara sektor ketenagalistrikan dipatok maksimal 70 dolar AS per ton.
Menurut Fahmy, dengan patokan harga DMO sebesar 70 dolar AS per dolar AS, pengusaha sebenarnya sudah menikmati keuntungan.
"Kalau patokan ini dicabut, maka keuntungan pengusaha batu bara akan makin bertambah besar," katanya.
Ketentuan DMO produksi batu bara hanya 25 persen dari total penjualan, sedangkan 75 persen masih tetap bisa diekspor dengan harga pasar.
Berdasarkan data Kementerian ESDM, total produksi batu bara pada 2018 diperkirakan 425 juta ton, sehingga volume DMO sebesar 106 juta ton.
"Dengan harga pasar batu bara pada Juli 2018 sebesar 104,65 dolar AS per ton, maka kalau seluruh volume DMO sebesar 106 juta ton dijual dengan harga pasar, maka pengusaha batu bara akan meraup tambahan pendapatan 3,68 miliar dolar AS," katanya.
Sebaliknya, lanjutnya, beban PLN akan bertambah 3,68 miliar dolar AS.
"Dengan demikian, pencabutan aturan DMO batu bara ini, hanya menguntungkan pengusaha batu bara saja dan sebaliknya menambah beban PLN selaku BUMN," katanya.
Menurut Fahmy lagi, tambahan subsidi kepada PLN, yang berasal dari iuran penjualan antara 2-3 dolar dolar AS per ton, juga tidak akan mencukupi kenaikan beban biaya PLN akibat pembatalan DMO.
"Tambahan PLN sebesar 3,68 miliar dolar AS, sedangkan iuran, dengan asumsi tiga dolar AS per ton, hanya terkumpul 1,28 miliar dolar AS. Artinya, masih ada selisih yang menjadi beban PLN sebesar 2,4 miliar dolar AS," katanya.
Fahmy menambahkan di tengah kenaikan harga BBM dan gas, tidak ada kenaikan tarif listrik hingga 2019, target 100 persen elektrifikasi, dan proyek 35.000 MW, maka pencabutan aturan DMO batu bara akan menyebabkan beban PLN akan bertambah berat.
Penulis: Yandri Daniel Damaledo
Editor: Yandri Daniel Damaledo